"Kenapa Nia hanya diam saja, ya? Kok, aku merasa jika dia mengabaikan aku. Ada apa dengannya? Apakah Pak Maliki keadaannya … Astaghfirullah hal'adzim, aku tidak boleh berkata seperti itu," gumam Haykal dalam hati. Dia juga mengusap-usap dadanya. "Semoga saja Pak Maliki sehat-sehat saja," gumamnya.
Amanda dan Endin berhasil membuat guru bahasa Inggris terkesan. Nilai yang Amanda raih begitu memuaskan. Sampai-sampai, Tania … siswi yang selalu membully Nia menjadi geram.
Ia tidak terima jika nilainya di ungguli oleh Nia, yang saat itu adalah Amanda. Amanda sangat cantik mengenakan jilbab waktu itu. Sampai-sampai, teman lelakinya di kelas saja baru memandang Nia yang sedikit berbeda. Tentu saja berbeda, karena gadis itu bukanlah Nia, melainkan Amanda.
"Nia, bapak sungguh takjub dengan hasil kerjamu ini. Good job! Pertahankan, ya!" sanjung guru mata pelajaran bahasa Inggris.
Amanda hanya mengangguk. Dia tidak ingin banyak bicara, karwma takut akan salah dalam bicara nantinya.
Waktu istirahat telah tiba. Bel pun juga berbunyi. Endin mengajak Amanda ke kantin dan mentraktirnya sebagai bentuk terima kasih karena telah membantu Nia dalam mengerjakan tugas bahasa Inggris.
"Buat apa kamu terima kasih kepadaku? Nia itu kan saudariku. Jadi, aku membantunya dengan tulus. Aku juga akan membuatnya pintar dalam berbahasa Inggris. Tenang saja, serahkan Nia kepadaku!" seru Amanda memperlambat gaya bicaranya.
"Kamu memang sangat baik. Persis sekali dengan apa yang di ceritakan oleh Nia," ucap Endin.
"Di ceritakan? Maksud kamu?" tanya Amanda heran.
"Iya, setiap hari, Nia selalu menceritakan tentang dirimu. Amanda baik, pintar, rajin, dan masih banyak lagi. Dia sangat bangga kepadamu," jawabnya Endin. "Tapi aku sempat ragu karena dirimu tak pernah membalas surat darinya," lanjutnya.
"Setelah melihatmu secra langsung begini. Apa yang dikatakan Nia ada benarnya juga. Hebat kamu!" tukasnya dengan senyuman.
Amanda merasa tidak enak hati kepada Nia. Nia begitu menyayanginya, tapi ia malah baru tahu tentang Nia dan Pak Maliki ketika dirinya sudah sebesar itu. Endin memesankan bakso untuk Amanda, bakso itu adalah makanan kesukaan Nia saat di kantin.
Saat hendak menyantap baksonya, datanglah Tania yang membuat kegaduhan dengannya. Ia menumpahkan kuah bakso yang masih panas itu tepat di dada Amanda.
"Man … Nia, itu kan masih panas," ucap Endin khawatir. Hampir saja ia keceplosan memanggil nama Amanda.
"Tania, kenapa kamu selalu jahat dengan Nia, sih?" teriak Endin.
"Terus, kamu maunya apa? Kan sudah rutinitas kegiatanku membuat Nia semakin down dan segera pindah dari sekolah ini. Dasar sok caper!" teriak Tania.
"Oh, jadi Nia selalu di bully dengan setan ini? Tenang saja, aku akan membuat mereka tidak mengulangi perbuatannya lagi," batin Amanda merasa muak dengan orang seperti Tania dan teman-temannya.
Semua siswa-siswi melihat adegan itu. Mereka sepertinya memang selalu diam ketika Nia dibully oleh Tania. Ini kali pertama Amanda dibully di sekolah, sering kali, malah Amanda sendiri yang selalu membully siswi lain di sekolahnya dulu.
Amanda berdiri, dengan tatapan tajamnya, dia mengambil mangkuk bakso Endin dan menumpahkannya di bahu Tania. Tantu saja hal itu membuat Tania marah dan berteriak dengan manja.
"Aw, dasar kurang ajar! Kamu berani denganku, hah?" teriak Tania. "Dasar kau tak punya ibu, ibumu penggoda makanya dia mati muda!"
Mendengar Tania menghina ibu kandungnya, membuat Amanda semakin emosi. Dia bahkan sampai mencekik Tania dan membuat Tania berlutut di depannya. Bukan hanya itu saja, sahabat Tania, Aida juga sampai berlutut di depannya.
"Nia cukup! Ayo sebaiknya kita pergi, aku akan mentraktirmu makan lagi nanti, oke?" Endin panik, dia takut jika penyamaran Amanda akan terbongkar. Segera ia membawa Amanda pergi dari kantin.
Saat Endin menariknya, Terlihat Devan menahan tangan Amanda yang lain. Ia manarik Amanda dan membawanya ke belakang kantor guru.
"Devan!" teriak Tania.
Tania menyukai Devan sejak mereka masih duduk di bangku SMP. Itu mengapa Tania sangat membenci Nia. "Sial, siapa cowok ini. Kenapa dia menarikku? Dan dimana Endin, ahh sialan!" umpat Amanda dalam hati.
Sampailah mereka di belakang ruang guru. Rupanya, Devan mengetahui jika Nia yang ada di depannya bukannya Nia yang asli. "Siapa kamu sebenarnya! Kamu bukan Nia, 'kan?" tanya Devan.
Dengan sikap dingin dan wajah datarnya. Amanda mendorong Devan hingga terjatuh. "Itu bukan urusanmu! Tukang ikut campur! Enyah dari pandanganku!" seru Amanda pergi menjauh.
Saat ia melangkah pergi, tak sengaja Amanda bertemu dengan Haykal lagi. Haykal masih mengira jika Amanda ini adalah Nia.
"Nia, kamu dari mana?" tanya Haykal.
"Bukan urusanmu!" ketus Amanda berlalu pergi.
Beberapa detik kemudian, Devan juga keluar dari tepat yang sama dari Amanda keluar. Devan mengatakan jika yang di sapa Haykal bukanlah Nia yang sesungguhnya. Mendengar hal itu, Haykal langsung berlari mengejar Amanda yang saat itu masih emosi tingkat tinggi. Haykal menahan bahu Amanda dan menanyakan tentang Pak Maliki dan Nia.
"Tunggu! Saya tahu, kamu adalah Amanda, bukan?" tanya Haykal.
Amanda berbalik, "Kalau iya kenapa? Masalah?"
"Amanda dengarkan saya baik-baik. Kamu sedang menyamar menjadi Nia, tolong jaga sikap kamu, ya. Jangan hancurkan reputasi Nia dengan sikap kasar dan dingin kamu ini," pinta Haykal.
"Itu bukan urusan anda! Jadi, menjauh dan jangan ikut campur!" ketus Amanda. "Dan satu hal lagi, mungkin tiga hari ke depan, aku akan menjadi Nia di sekolah ini, jangan sampai anda merusak rencanaku dan Nia, paham?" hardik Amanda dan pergi lagi.
Haykal melepaskan Amanda. Ia masih bingung tentang apa rencana yang dilakukan oleh Nia dan saudari kembarnya. Haykal pun meminta penjelasan kepada Nia melalui pesan singkat di hp jadulnya. Namun, Nia tetap masih bungkam saat itu. Haykal semakin penasaran. Sejak pertemuan pertamanya dengan Amanda selalu membuatnya kepikiran.
"Mereka kembar, satu rahim dan satu darah. Tapi, sikap Amanda ini tiru siapa?" gumamnya.
"Umi pernah bilang, jika Nia sangat mirip dengan almarhumah Ibunya. Namun Amanda ini … tidak mirip sifat Ayahnya. Mengapa dia berbeda?"
"Tapi, jika aku lihat … Amanda lebih manis dari Nia. Saat dia tersenyum, sedikit lesungnya membuatku terpana. Saat dia tertawa, gigi gingsulnya …. Astaghfirullah hal'adzim, apa yang aku pikirkan ini?" Haykal malah berandai-andai sendiri.
Zaman belum canggih kala itu. Nia memiliki ponsel juga bukan miliknya sendiri. Melainkan milik Pak Maliki yang diberikan oleh Tamara sebagai alat penghubung mereka kala Tamara di luar Negeri.
Haykal masih menatap kepergian Amanda meski Amanda sudah tidak terlihat lagi. Baginya, Amanda adalah sosok yang berbeda dari Nia yang biasanya lemah lembut. Itu yang membuat Haykal sedikit penasaran dengan Amanda. Namun, mengingat perjodohan antara Haykal dengan Nia, membuat Haykal sedikit sedih lagi. Diapun kembali ke ruang guru dengan sedikit memasang wajah lesunya.