Hari demi hari terlewati. Tania dan Aida mendapatkan hukuman karena telah mengunci Amanda di toilet, berkat cctv yang ada di sana. Mereka semakin membenci si kembar dan hendak membuat perhitungan dengan mereka.
Kini, Nia sudah kembali ke sekolah setelah sekian lama menginap di rumah sakit. Semenjak saat itu juga, Nia dan kakak kelas Devan menjadi lebih dekat meski keduanya masih sering berdebat.
Hubungan Amanda dan Ustadz Haykal juga semakin erat. Keduanya memiliki perasaan yang belum mereka ketahui sendiri. Terbiasa bersama dan tinggal satu atap membuat keduanya selalu memiliki momen indah yang membuat eratnya hubungan mereka.
6 bulan berlalu. Semester pertama telah terlewati dengan banyak cerita suka dan duka. Amanda sudah mulai terbiasa hidup di kota kecil tempat dirinya lahir. Namun, ada rasa rindu yang begitu berat terhadap keluarganya yang berada di Belanda.
Sore itu, Amanda duduk termenung di tepi jendela kamarnya. Melenguh dan merasa gelisah karena kerinduan yang ada di hatinya tak mampu lagi ia bendung. Sore itu, memang malam Jumat dan di malam itu Haykal selalu libur mengajar mengaji di masjid. Haykal yang ingin meminta bantuan Amanda pun masuk ke kamar.
Melihat sang istri yang termenung menatap keluar jendela, membuat Haykal bertanya, "Manda, ada apa?"
Amanda menoleh, dan kemudian menjawab pertanyaan suaminya. Bukan Amanda jika dia tidak jujur dengan apa yang ia alami. "Aku rindu Mami, nenek dan juga Barack. Ingin menelpon mereka, tapi aku malu. Sebab, aku jarang sekali memberi mereka kabar," jawabnya.
Yang dirasakan Amanda pernah Haykal rasakan ketika dirinya menuntut ilmu di luar negeri. Dia pun menyarankan untuk mengunjungi langsung keluarganya ke Belanda. Tapi, Amanda menolak dengan alasan sekolahnya dan juga Haykal sendiri.
"Liburan semester di sini juga sangat singkat. Jadi, bagaimana caraku membagi waktu, ustadz?" tanya Amanda.
Haykal mendekati Amanda dan membelai kepala sang istri. Kemudian, Haykal ikut duduk di sampingnya, dan berkata, "Bagaimana jika kamu kembali saja ke Belanda? Nanti, setelah aku ada kesempatan, aku akan menyusulmu kesana, hm?"
"Apa? Bagaimana bisa ustadz mengusulkan ide seperti itu? Bukankah jika istri itu harus pergi kemanapun dengan dampingan suami? Lalu, bagaimana dengan Nia? Apakah aku harus pergi darinya lagi?" protes Amanda.
Pria berusia 27 tahun itu tidak menduga jika istri kecilnya bisa berpikir sejauh itu. Memikirkan perasaan orang lain, tapi menyampingkan perasaannya sendiri.
"MasyaAllah, kamu masih memikirkan perasaan Nia dan aku?" ucap Haykal merasa bangga. "Baiklah, kita diskusikan lagi setelah makan malam, bagaimana? Mau menemaniku memasak?" sambung Haykal dengan senyuman dan membelai rambut istrinya dengan lembut.
Satu anggukan dengan senyuman manis di bibir Amanda, menyetujui segera menemani suaminya memasak untuk makan malam mereka nanti. Sore itu memang setelah ashar, jadi waktu memasak juga hanya sebentar dan adzan maghrib sudah berkumandang.
Selama memasak, keduanya sudah terlihat memilik hubungan dekat. Saling senyum, saling membantu dan tak sungkan lagi mengerjakan apapun berdua. Sampai dimana, keduanya tidak sengaja berciuman saat Haykal bertanya kepada Amanda dari belakangnya.
"Manda, coba lihat adonannya seperti a--" ucapan Haykal terputus karena bibir Amanda tak sengaja menyenggol pipinya.
Tatapan penuh makna dari Haykal itu membuat Amanda menjadi kalap sendiri. Gadis yang terpaksa menikah dengan ustadz modern itu tanpa pikir panjang lagi mencium bibir suaminya. Bukan hanya satu kecupan, bahkan Amanda sampai harus melumat bibir Haykal dengan sepenuh hati.
Jantung Haykal berdegup kencang. Rasa ingin melepaskan diri dari Amanda, tapi itu tidak mungkin karena apa yang dilakukan oleh Amanda juga tidak ada salahnya. Halal bagi mereka untuk bersentuhan, apalagi sampai berhubungan badan sekalipun juga.
Setelah sepuluh menit melahap habis bibir sang suami, Amanda pun membuka matanya yang semula memejamkan mata karena menikmati ciumannya. Kemudian melepas ciumannya dan menatap dengan lekat suaminya itu.
"Maaf, entah kenapa aku tidak bisa menahannya," ucap Amanda lirih.
"Ti-tidak masalah--" sahut Haykal gugup.
"Adonan ini sudah pas. Ustadz silahkan goreng dulu saja pisang dan tempenya. Aku mau ke kamar sebentar mengambil ponselku," lanjut Amanda, kali itu nada bicaranya sudah berbeda.
Baru pertama kali bagi seorang gadis berusia mau menginjak 18 tahun itu merasa gugup karena seorang lelaki. Dengan gesit, Amanda meninggalkan dapur dan segera ke kamarnya mengambil barang yang hendak ia butuhkan itu.
"Kenapa jantungku berdebar seperti ini? Aku tidak sedang mabuk ataupun apa, tapi mengapa jantung ini … hoh, ini sungguh membuatku tidak nyaman!" gumam Amanda terus menyentuh dadanya.
"Amanda, Amanda, Amanda. Ada apa ini? Ini bukan ciumanmu yang pertama, mengapa kau gugup seperti ini?" sambungnya, menyatakan perasaannya di depan cermin.
Amanda belum tahu saja jika yang dirasakan olehnya saat itu adalah sebuah perasaan jatuh cinta. Begitu juga dengan Haykal yang dimana dirinya juga sudah menaruh hati kepada istri kecilnya itu. Pernikahan siri mereka diwarnai dengan warna yang indah. Meski baru mengenal langsung menikah, itu tidak membuat keduanya seperti orang asing yang belum pernah bertemu.
Waktu maghrib telah tiba. Masakan, camilan dan juga gorengan sudah tersedia di meja makan. Setelah mandi, Haykal memanggil Amanda yang katanya hanya mengambil ponsel, namun tak kunjung kembali ke dapur.
"Manda, sudah maghrib. Ayo kita jamaah ke masjid!" panggil Haykal.
Tidak ada sahutan, Haykal pun kembali memanggil sang istri untuk diajak ke masjid melakukan shalat maghrib berjama'ah. "Manda, kamu …."
" …. Manda! Kamu kenapa?"
Melihat istri kecilnya diselimuti sekujur tubuhnya, membuat Haykal panik. Ia segera menghampiri Amanda dan memeriksa kondisinya. Tubuhnya menggigil, raut wajahnya pucat dan juga keluar keringat dingin di dahinya.
"Amanda, kamu kenapa?" Haykal menyentuh kening istri kecilnya. "Astagfirullah hal'adzim, kamu panas sekali. Ayo, kita segera ke rumah sakit!" Haykal yang panik, tidak jadi ke masjid dan malah mengurus Amanda.
"Ustadz shalat saja dulu. Aku bisa menunggu, kepalaku sakit sekali--" rintih Amanda menggenggam tangan suaminya.
Memang shalat tidak bisa ditinggalkan. Haykal segera mengambil air wudhu dan melaksanakan ibadah shalat maghrib. Setelah kurang lebih lima menit, Haykal selesai shalat. Tapi, malah menemukan istri kecilnya pingsan.
"Manda, Amanda jangan menakutiku. Amanda!"
"Ya Allah, suhu tubuhnya panas sekali. Dia sampai pingsan. Aku harus menelpon Nia, ah tidak! Aku akan membawanya ke rumah sakit sendiri saja!"
Setelah menyiapkan mobil, Haykal mengganti pakaian istrinya dengan pakaian yang lebih nyaman dan sopan di pandang. Tak lupa mengenakan jilbab tipis juga karena memang itu yang harus dilakukan. Saat hendak memasukkan tubuh Amanda ke mobil, beberapa ibu-ibu tetangga yang baru pulang dari mushola pun menyapanya. Mereka ikut panik kala melihat Amanda sudah tidak sadarkan diri.