Aku membeku bertanya-tanya bagaimana orang ini tahu apa yang aku kendarai. Mobil perak kecilku bukanlah yang terbaik, tapi dia benar. Apa dia memperhatikanku? Tiba-tiba, Aku tidak merasa begitu aman.
"Bung," bentak pria berusia dua puluhan yang sekarang duduk di sampingnya.
Pria itu menggeram pada pria yang bersedia membelaku, dan semua harapan dalam kemanusiaan yang mungkin kubayangkan memudar ketika pria itu meringkuk, meraih minumannya sebelum pergi ke salah satu meja kosong di sisi lain bar.
Aku menonton dengan kaget, hanya mengalihkan pandanganku kembali ke tas kontol peminum scotch ketika dia terkekeh.
"Aku kira mendapatkan penisnya tersedot oleh Kamu tidak layak bibir rusak dan mata hitam."
"Mungkin kau sudah cukup," aku membentak, keberanianku lebih dari apapun.
"Mungkin kamu sudah mengambil cukup banyak dariku," dia menggeram, suaranya meninggi di setiap kata. "Aku akan terkutuk jika aku akan duduk di sini dan ditolak layanan dari pelacur sepertimu!"
