Chereads / Cintai Aku Dengan Keras / Chapter 25 - Chapter 25 : Sulit untuk dimengerti

Chapter 25 - Chapter 25 : Sulit untuk dimengerti

🌺🌺❤️🌺🌺

Istana Kadesh, teras yang luas di luar kamar Ankhamun.

Spurrtttttttt..... (Ankhamun menyemburkan minuman)

Ankhamun batuk-batuk.

Paginya yang tenang rusak setelah dia membaca surat dari Dyvette. Susu jahe hangat itu terasa sangat perih di tenggorokannya. Tia, pelayan wanita yang menyiapkan sarapan Ankhamun terlihat sangat cemas.

"PANGERAN ANKHAMUN YANG TERHORMAT. AYO BERSETUBUH!"

Ankhamun merinding, bulu kuduknya seketika berdiri tegak bagaikan sistem peringatan tanda akan ada bahaya.

Ini.. Terlalu.. Sangat.... 

Dia mengiriminya ucapan selamat tahun baru dan balasan Dyvette adalah seperti ini.

Ankhamun menegakkan posisi duduknya, sial. Membaca beberapa kalimat saja dia sudah panik.

Dyvette benar-benar pintar memporak-porandakan hatinya.

"Tia, tolong minta Tahtah untuk ke sini. Secepatnya, detik ini juga."

Pelayan itu memberi hormat sebelum pergi. "Baik, yang Mulia."

Ankhamun berdiri setelah minum air putih banyak-banyak, kemudian berjalan ke sana ke mari, dia membaca surat itu berulang-ulang, dia jadi mempertanyakan kemampuan membacanya. Ini dia tidak salah baca kan?

Hurufnya huruf besar semua, ditulis seolah-olah Ankhamun memiliki penyakit mata rabun pula.

Dyvette biasanya ketus dan acuh tak acuh, membalas pesannya juga sangat SPJ. Ankhamun bisa membayangkan wajahnya yang ketus-ketus gemesin saat menulis huruf demi huruf.

Tapi tulisan ini, dia tidak bisa membayangkan seperti apa wajah Dyvette saat menulis ini.

Tunggu, ini bukan surat palsu kan?

Tapi tulisan tangannya memang tulisan wanita itu, dan yang mengantarkan masih kurir yang sama. Alis Ankha keriting memikirkannya.

Tahtah datang, dia langsung menyapa. "Selamat pagi yang Mulia." dengan lengkungan tipis di sudut mata dan bibirnya. Terlihat sangat tulus (sebaliknya)

"Ada apa, yang Mulia?"

Ankhamun tidak menjawab, dia tidak mendengar salam Tahtah karena dia sedang fokus dengan pikirannya sendiri.

"Yang Mulia?"

"..."

"Ahh.. Kau lama sekali."

what the-- "Saya sudah tiba sejak tiga menit dua puluh tujuh detik yang lalu.."

"Benarkah?" Ankhamun meng'heheh.

"Apa ada hal penting yang harus saya lakukan pagi ini, pangeran?"

"Tidak ada.. Ayo duduk dulu."

Tantah memperhatikan tuannya dengan wajah penuh tanda tanya.

Ankhamun tampak sedang memikirkan hal berat. "Tahtah, apa pendapatmu jika orang yang selama ini cuek dan terkesan masa bodoh, kemudian tiba-tiba melemparkan bom padamu."

Pertanyaan macam apa itu? 

"Tentu saja saya akan membalasnya, yang Mulia."

"Membalas bagaimana?"

"Meratakan seluruh tanah keluarga dan nenek moyangnya." jawab Tahtah tanpa ragu.

Seperti baru saja tersadar., Ankhamun mengoreksi ucapannya. "Maksud bom di sini adalah sesuatu yang sangat besar, mengejutkan dan tidak terduga. Yah begitu.."

Tahtah terlihat berpikir. "Dalam konteks apa?"

Ankhamun : "Pasangan."

"Anda bertele-tele sekali, tinggal bilang saja kalau nona Dyvette mengirim pesan yang isinya mengejutkan, bukan? Dia membalas apa?"

Menancap tepat pada kepalanya, Ankhamun merasa konyol. "Itu rahasia."

"Baiklah, apakah itu adalah pernyataan cinta?"

"Bukan, ini lebih parah dari itu."

"Dia melamarmu?" Tahtah semakin bingung

"Ya intinya aku harus curiga atau tidak? Nanti jangan-jangan pas bertemu aku diberi harapan palsu. Lagipula ini terlalu berbeda dengan sikapnya selama ini. Dyvette selalu berhasil membuatku terkejut dengan tindakan-tindakan tidak terduganya." Ankhamun terlihat sangat memikirnya terlalu dalam.

"Kalau begitu tolak saja."

Ankhamun, sedikit panik : "Ap.. Apa? Tolak? Aku takut kalau itu akan menyakiti hatinya."

Tahtah mulai gemas, "Ya terus maunya apa? Kenapa anda masih bingung."

Ankhamun diam berpikir. Dia tidak pernah menyangka hubungan mereka akan berkembang secepat ini, wah, Dyvette langsung mengabulkan harapannya kalau begitu.

Tapi dia kembali mengingat momen terakhir mereka, itu membuatnya semakin tidak mengerti saja.

"Dyvette, kamu itu sebenarnya seperti apa? Kenapa aku merasa masih sangat jauh dari kata 'mengenal'mu.."

"Sudah sarapan belum? Sarapan di sini saja bersamaku. Tia! Ambilkan satu porsi lagi untuk Tuan Tahtah." Tia langsung bergegas. "Baik yang Mulia." jawabnya

🌺🌺❤️🌺🌺

Mansion Mebraah.

Dyvette baru bangun dari tidur siangnya, setelah itu dia langsung mandi berendam di kolam.

Byurrr...

Suara air terdengar keras saat Dyvette melompat.

Dia sudah mendapatkan balasan dari Ankhamun. Setelah mendapatkan pesan blak-blakannya, pria itu jadi agak sopan.

Kira-kira isinya begini : 'Jujur saja aku sangat terkejut setelah membaca pesanmu, dan aku selalu gelisah setelahnya. Kamu sehat, kan Dy? Atau kepalamu habis terbentur? Maaf, aku hanya terlalu mengkhawatirkanmu saja. Semoga kamu selalu sehat, bunga hatiku..' 15 hari lagi aku akan pergi ke Salem, nanti akan mampir sebentar untuk menemuimu. Aku ingin membahas tentang 'Kita'.

Ankhamun.

_______________

Mood Dyvette langsung suram begitu membaca balasan Ankha. Entahlah, dia sedikit, kecewa?

Tapi dia jadi tahu satu hal, kalau sebenarnya Ankhamun ternyata tidak melulu memikirkan hal mesum :)

Segar sekali berenang di air dingin pada cuaca yang panas begini, Dyvette ingin berlama-lama.

Vivian sedang libur. Dia rindu keluarga dan izin pulang ke kampung halamannya.

Biasanya hari minggu Yve akan belanja bersama Lucas, tapi semenjak Lucas tidak ada, dia kembali bersama Baili.

Setelah perjalanan sekitar 30 menit, dia sampai di pusat perbelanjaan. Benar-benar ramai, mungkin karena hari minggu.

Dyvette menutup setengah wajahnya dengan kain transparan, itu membuatnya lebih percaya diri. Baili mengikuti dari belakang.

Dia berada di lantai paling atas, tempat yang hanya bisa dimasuki oleh pelanggan yang memiliki kartu VIP.

Yve memilih satu persatu pakaian dengan ceria, model-model baru ini benar-benar sesuai dengan seleranya.

"Akhir-akhir ini model bunga sedang populer di kalangan anak muda. Semuanya adalah impor dari luar negeri."

Dyvette mendengarkan pemilik toko yang sedang bicara dengan pembeli lain.

"Dress bunga matahari ini yang paling cepat habis."

Yve melirik sekilas, dia cukup tertarik.

Beberapa saat kemudian..

"....."

Baili sudah menenteng banyak tas belanja di kedua tangannya.

Entah kerasukan apa, biasanya Dyvette tidak terlalu suka menghamburkan uang tapi hari ini dia benar-benar membeli apa saja yang menurutnya 'imut'.

Sementara itu di belahan bumi yang lain, Ankhamun terus saja berdebat dengan ibunya, setiap hari mereka pasti akan beradu argumen.

Sampai Ahmanet jatuh sakit, namun Kaisar Jamal masih enggan merubah pemikirannya, dia tidak mau kembali membahas tentang anak yang mereka buang. Zephyr berulang kali membujuknya tapi itu hanya sia-sia saja.

Hubungannya dengan Estheria juga semakin memburuk, setelah pembicaraan mereka saat itu, Esther semakin berani menunjukkan dirinya. Dia bekerja keras agar tetap mendapat dukungan dari banyak orang. Kedua adik dan kakaknya juga berhasil dia dapatkan, mereka berdua berdiri di sisi Estheria.

Waktu terus berlalu, dengan masalah-masalah dalam keluarganya, Ankhamun merasa semakin terkekang karena tidak bisa melakukan apapun sesuka hatinya. Hanya karna dia adalah pewaris tahta, dia harus patuh dengan peraturan yang ditetapkan ayahnya.

Dia sungguh tidak bahagia.

Lima belas hari kemudian....

Ankhamun barusaja tiba di Salem, dia beristirahat sejenak sebelum melanjutkan ke mansion Dyvette. Dia mandi dalam bak air hangat, minyak-minyak aroma dituangkan ke dalam air itu oleh seorang pelayan pria. Wajah Ankha terlihat begitu lelah, akhirnya dia tertidur selama dua jam.

Seorang pelayan wanita : "Nona sedang di pantai, beliau berpesan agar tidak ada yang boleh mengganggunya."

"Baik, kami mengerti." jawab Tahtah.

Anhkamun tersenyum, seharusnya kalau sedang tidak ingin diganggu, dia tidak akan memberitahukan lokasinya, kan?

Dyvette membuatnya semakin gemas.

Ankhamun meminta Tahtah untuk menunggunya di mansion, dia akan menemui Dyvette sendiri. Awalnya Tahtah menolak, bagaimana bisa Ankhamun dibiarkan berkeliaran tanpa penjagaan? Tapi Ankha malah mengeluarkan belati kesayangannya. Tahtah langsung diam.

Vivian datang membawa cemilan dan minuman dingin untuk Tahtah, dia tersenyum penuh maksud dan memberikan pose OK pada Ankhamun.

Sepertinya, pelayan itu sedang mendorongnya?

Tidak butuh waktu lama untuk Ankha menemukan Dyvette. Gadis itu sedang berjalan di sisi pantai. Dengan dress brukat putih, terlihat sedang menikmati ombak kecil yang menyentuh kakinya. Rambut panjangnya yang sehalus sutra bergerak tertiup angin, melihatnya dari belakang saja Ankhamun sudah tergila-gila, dia jadi semakin merindu.

Merindukan gadis yang sedang berada di depannya, kenapa dadanya tiba-tiba sesak?

Jarak mereka hanya sekitar tujuh langkah.

"Dyvette..." panggilnya lembut.

Dyvette tidak terkejut, seolah dia memang sudah lama menantikan kedatangannya.

Perlahan Dyvette berbalik menghadapnya, lalu tersenyum dengan sangat manis, senyum yang terlihat tulus, tidak ada wajah masam yang biasanya dia lemparkan, tatapan ramah dan ramah, seperti seorang istri yang sedang menunggu suaminya pulang.

Ankhamun terpana, semuanya terasa samar-samar, dia bahkan berpikir mungkin ini hanya halusinasinya saja, mana mungkin Dyvette merindukannya, itu mustahil.

Yve melihat ada sebuah perubahan dalam Ankhamun, dan karena hal itu dia merasa semakin ingin memeluk dan memberinya semangat. Satu kelebihan yang dia miliki adalah, dia sangat peka.

"Anda datang..."

Ankhamun masih dalam pemikirannya sendiri.

Dengan lembut Dyvette berucap "Aku sangat merindukanmu, yang Mulia."