Chereads / Cintai Aku Dengan Keras / Chapter 28 - Chapter 27 : Pasangan Baru

Chapter 28 - Chapter 27 : Pasangan Baru

๐ŸŒบ๐ŸŒบโค๏ธ๐ŸŒบ๐ŸŒบ

Salem, mansion Meebrah.

Hal pertama yang dilihatnya setelah membuka mata pagi ini adalah wajah damai Ankhamun, pria itu masih tidur.

Dyvette tersenyum, dia tidak pernah mengira kalai rasanya akan sebahagia ini.

Rasanya.... Sulit dijelaskan.

Ini adalah hari ke enam Ankhamun di rumah, sejak malam itu mereka sudah seperti pasangan muda yang baru menikah.

Mereka menghabiskan waktu untuk saling mengenal lebih dalam, membicarakan kenangan masa kecil, berwisata kuliner, berkencan, semuanya dilakukan bersama.

Ankhamun sangat lembut dan mencintainya, ternyata sikap Ankha sangat berbeda dari dugaannya. Ia berpikir setelah mereka 'tidur bersama' Ankhamun akan berhenti mengejarnya.

Tapi ternyata lelaki itu malah semakin menempel dan enggan berpisah.

"Selamat pagi..." Dyvette menyapa ramah.

Ankhamun menyipitkan mata, dia jadi bangun siang semenjak tinggal di sini padahal dia adalah manusia pagi sebelumnya.

Ankha menjawab dengan suara seraknya yang menggoda. "Pagi cintaku..."

"Tidurmu nyenyak?"

Ankhamun menarik Dyvette ke dalam pelukan, dia meletakkan kepalanya di ceruk lehernya. "Mmmhh... Aku selalu tidur nyenyak sejak bersamamu."

"Memang sebelumnya tidak?"

"Tidak. Aku sering bermimpi buruk."

Dyvette, sedikit tersenyum : "Bagaimana ketika bersama Estheria?"

"Jangan sebut namanya, aku tidak ingin mendengar.."

Dyvette terkekeh sembari membelai rambut Ankha dengan lembut. "Tetap saja dia adalah istrimu."

Ankha mengeratkan pelukannya, menghirup aroma parfum mereka yang telah bercampur.

"Menikahlah denganku Dy, aku ingin kamu tinggal di istana, di rumahku, aku mau kita selalu bersama."

Dyvette sedikit kesal. "Kau sudah mengatakannya sebanyak 26x dan ini adalah yang ke 27x nya. Terimakasih."

"Dan ini yang ke 27x nya juga kamu menolakku." Ankhamun terdengar merajuk.

"Maaf, aku tidak tertarik dengan drama harem. Bagiku sudah cukup seperti ini saja, aku tidak ingin serakah."

"Tapi aku mau kamu serakah."

Dyvette melepaskan pelukan Ankhamun dengan pelan, lalu bangkit setelah melilitkan selimut di tubuh telanjangnya.

"Sudah terang, sebaiknya kita turun untuk sarapan."

Ankha menghembuskan napas pasrah, Dyvette tersenyum manis sebelum pergi untuk mandi.

Dia sangat berprinsip teguh ya...

Sial, tubuhnya menegang lagi.

๐ŸŒบ๐ŸŒบ๐ŸŒบ

Di meja makan...

Ankhamun sudah berpakaian rapi, dia mengenakan setelan kerja, dengan mantel hitam tebal bersulam dua sayap dari benang emas di belakangnya dan banyak atribut kerjaan lainnya. Sedangkan Dyvette berpakaian santai, dress midi lengan pendek biru muda motif bunga aster kecil-kecil yang melekat dan membiarkan bagian depannya terekspos sampai atas dada.

Sebenarnya Dyvette juga tidak tahu kenapa dia sangat suka melihat tanda-tanda merah di leher dan sekitar dadanya, itu membuatnya senang.

Ankhamun harus kembali menelan gairahnya, dia tidak mungkin kembali menyentuhnya sekarang, dia takut Dyvette menganggapnya sebagai maniak gila. Mereka masih saling diam sampai menyelesaikan sarapan.

"Kamu masih ambil libur? Apa tidak ada yang menanyakan keberadaanmu nanti?"

Sudah 6 hari Ankha di sini, dan Dyvette ingat kalau waktu itu pria ini bilangnya hanya akan mampir sebentar karena ada urusan penting di Salem.

Bukan berarti dia tidak senang Ankha berlama-lama di sini, Dyvette hanya takut Ankhamun jadi lalai dengan tugasnya.

"Aku akan kembali besok. Kamu sungguh tidak mau mempertimbangkan untuk ikut aku ke istana?"

"Memang urusanmu sudah selesai di Salem?"

"Belum, tapi aku sudah mendapatkan apa yang kuperlukan dari mata-mataku. Besok tinggal dibereskan saja." jawabnya.

Lagi-lagi Dyvette tidak menjawab pertanyaannya. "Kapan kamu akan menemuiku lagi?"

Ankhamun tersenyum, lalu dia menggenggam tangan Dyvette sesaat. "Aku akan usahakan untuk menemuimu sesering mungkin, Dy."

"Aku akan menunggumu kalau begitu.."

Suara langkah kaki Tahtah terdengar, dia terlihat panik saat membisikkan sesuatu di telinga Ankhamun.

Dyvette menatapnya dengan wajah penasaran.

"Pangeran, kami berhasil menemukan tempat senjata-senjata itu disimpan. Tempat itu ada di bawah tanah sebuah gereja tua yang terpencil di distrik 16."

"Distrik 16? Bukannya itu adalah kawasan pesawahan dan hutan?"

"Pangeran..?" Tahtah melirik ke arah Dyvette.

"Tidak apa-apa, Dyvette bukan orang luar. Dia adalah wanitaku jadi tidak apa-apa untuk mendengarnya."

Tahtah menjawab pasrah. "Baiklah.."

Dyvette merasa tidak enak. "Ada apa? Apakah sesuatu yang penting?"

"Sebenarnya aku ke Salem untuk menyelidiki kasus penyelundupan senjata."

Tahtah terlihat semakin cemas. "di Distrik 16 juga ada beberapa Mesjid, tapi kami belum mengecek semuanya."

"Periksa semuanya dengan teliti. Menyembunyikan senjata di tempat ibadah, itu karena mereka pikir kita tidak akan mencurigai rumah Tuhan sebagai tempat persembunyian mereka." Tahtah mengangguk setuju pada ucapan Ankha.

"Itu terdengar serius, apakah masalah politik lagi?"

"Belum pasti, tapi jika itu memang benar karena ada seseorang yang ingin memberontak dan membuat onar, maka harus dihentikan sebelum terjadi. Keamanan masyarakat adalah yang terpenting."

Dyvette jadi ikut cemas, dia mengucapkan harapannya. "Semoga semuanya cepat selesai, semoga kita semua dilindungi dari segala kemalangan." Tahtah mengamini. Tapi Ankhamun terlihat tersesat dalam pikirannya.

Dengan nada bersalah Ankhamun mengatakan "Maaf, Dy. Sepertinya aku harus pergi sekarang, kamu tidak apa-apa kan?"

"Pergilah. Aku baik-baik saja. Jaga dirimu dengan baik, yang Mulia. Keamanan masyarakat memang penting, tapi keamananmu juga sama pentingnya."

Ankhamun tersenyum. Dia bangkit dan ingin memeluk Dyvette untuk yang terakhir kalinya.

Dalam hati Dyvette merutuk. "Bisa-bisanya masalah seperti ini dibiarkan dan lebih memilih menghabiskan waktu bersamaku. Kalau benar-benar sangat serius bagaimana?"

Ini sudah jam sembilan pagi, mereka sarapan jam segini karena sama-sama bangun kesiangan.

Belum juga selesai dibuat panik, ditambah lagi dengan kedatangan tamu yang tidak diundang.

"Kalian, kalian...?" gagap orang itu.

Dyvette dalam hati : "Sejak kapan mansionku jadi tempat keluar masuk orang dengan bebas seperti ini!"

Fatih ternganga melihat Ankhamun dan Dyvette berpelukan, dan Tahtah menganga karena melihat Fatih yang tiba-tiba sudah ada di sana.

Ankhamun tidak bisa lebih terkejut lagi setelah melihat Sultan Assad juga ada bersama dengan Salimah juga.

Apa yang sedang satu keluarga itu lakukan di sini?

Sultan Assad berdiri dengan angkuh, wajahnya tidak terlihat ramah. Di sebelahnya yang tinggi besar, Salimah terlihat mungil. Wanita itu awet muda, mungkin karena bawaan genetik atau memang pandai merawat diri.

Tatapan Assad sangat tajam bergantian pada Ankhamun dan Dyvette. Ankha merasa seperti disayat-sayat oleh tatapannya. Menyeramkan

Ankhamun : "Ada apa ini, ada apa dengan semua suasana canggung ini?"

"Paman.. Paman Assad? Kalian, ehem.... Kalian sedang apa di sini?" Ankhamun bertanya dengan nada bersalah. Mana mungkin dia tertangkap sedang selingkuh oleh orang ini, kan? Bagaimana kalau dia mengadu pada ayahnya?

Sultan Assad : "Farish, ikat Ankhamun. Aku akan menghajarnya."

Dyvette masih membisu, dia berusaha mengingat siapa mereka, setelah ingat kalau dia melihatnya di pesta saat itu, Dyvette jadi merinding.

Mereka.. Mereka orangtua Fatih?

Sultan Assad?

Apa yang mereka lakukan di sini?

Kenapa tidak ada yang memberitahuku kalau mereka akan datang?

Mereka mau apa kesini?

Mau melamarku? Kenapa harus pada saat yang tidak tepat sekali?!!

Pikiran Dyvette bercabang ke mana-mana

Fatih : "Baba-"

Ankhamun : "Paman Assad, aku bisa jelaskan-"

Sultan Assad : "Salimah, jauhkan Dyvette dari Ankhamun."

Salimah mengangguk, dia menghampiri dan merengkuh pundak Dyvette kemudian membawanya menjauh dari Ankhamun, Salimah menutupi bagian atas Dyvette dengan selendang yang -hanya tuhan yang tahu dari mana itu berasal-

Dalam sudut pandang Assad saat ini :: Ankhamun telah menodai putrinya, dia bahkan memaksanya untuk mengenakan pakaian kurang bahan, dan telah memaksa memeluk Dyvette barusan. Melihat banyaknya tanda merah di sana jelas sekali Ankhamun adalah orang yang biadab ::

(Assad langsung dramatis karena tadi reaksi Vivian terlihat seolah tuannya sedang terkena musibah, tapi tentu saja itu hanya asumsinya saja karena terlalu mengkhawatirkan putrinya)

"Tunggu, apa yang terjadi di sini." Dyvette akhirnya bersuara setelah selesai dari keterkejutannya, dia memang kadang agak lamban.

Fatih : "Dyvette, kami datang untuk membicarakan sesuatu denganmu. Tapi gelagat Vivian sangat mencurigakan saat kami bertanya dan aku langsung menerobos saja karena khawatir telah terjadi apa-apa padamu. Rupanya Ankhamun ada disini." Fatih sudah memegangi tangan Ankha di belakang. Ankha tidak melawan dan diam saja.

Rasanya Dyvette ingin menggali kuburan untuk dirinya sendiri sekarang, betapa malunya...

"Ehem.. Tolong jangan salah paham, pangeran Ankhamun di sini karena... Karena..."

Iya, karena apa? Apa yang harus aku katakan pada mereka?

"Katakan, apakah bajingan ini sudah memperkosamu?" Assad bertanya

"Ap.. Apa? Memper.. Memperkosa.." Dyvette gelagapan. Salimah sudah berkaca-kaca (TvT)

"Aku tidak peduli meskipun dia adalah putra satu-satunya Jamal, aku akan membunuhnya untukmu."

Tahtah memberanikan diri untuk mengatakan kebenaran. Dia maju ke depan dan mengangkat tangan. "Mohon tenang yang Mulia. Mereka adalah pasangan baru dan pangeran Ankhamun sudah tinggal selama 6 hari di sini."

Assad : ".........."

Salimah : (0_0)

Fatih : (_____)

"APA?!!!"

Vivian yang terkejut mendengar teriakan ketiga tamu besar itu menjatuhkan nampan berisi minuman dingin yang niatnya akan di sajikan untuk mereka...

PRANGGGG....