Setelah merasa kesal dengan sikap Nathan dan Arion yang membuatnya semakin pusing menghadapi situasi penuh tanda tanya, Clara memutuskan untuk datang ke rumah sakit untuk sekedar melihat tubuhnya dan berharap bisa menemui Michael di sana. Yeah, dia tidak bisa memungkiri bahwa setelah menelepon kekasihnya itu dia semakin merasa merindukannya apalagi sekarang dia benar-benar sangat bingung.
Clara turun dari taksi kemudian membayar biaya ongkos pada supir. Setelah itu dia berjalan memasuki rumah sakit yang bernuansa putih kecoklatan yang begitu megah terdiri dari beberapa lantai. Gadis itu terus berjalan menyusuri koridor yang bernuansa putih hingga sesekali tersenyum pada orang yang menyapanya saat tidak sengaja bertemu atau bertatap mata dengannya.
Setelah beberapa menit berjalan akhirnya Clara tiba di ruang VIP di mana seharusnya tubuhnya berada dalam keadaan koma. Namun sesuatu hal yang aneh dilihatnya. Dia melihat suster sedang membereskan kamar itu, bahkan tubuhnya tidak ada di sana tidak ada Michael, pamannya, Mia atau bibinya. Dia yang bingung pun segera menghampiri suster yang sedang melepas kain sprei dari kasur.
"Suster, di mana Casey?" tanya Clara.
Suster itu menoleh menatap Clara lalu berkata, "Nona Casey sudah dipindahkan. Keluarganya meminta pihak rumah sakit untuk memindahkan dia ke rumah."
"Memindahkan dia di rumah?"
"Iya ... Karena mereka tidak ingin berjauhan dengan nona Casey sehingga memutuskan untuk merawatnya di rumah dengan pengawasan dari dokter dan suster serta terus memakai peralatan medis," jelas suster berambut hitam natural itu.
Clara menghela napas, kemudian menatap ke sembarang arah dengan frustasi.
'Kenapa Michael tidak memberitahu aku tentang hal ini dan ... sebenarnya ini sangat buruk. Jika tubuhku dipindahkan di rumah lalu Michael akan selalu menjagaku di sana dan itu berarti dia kan selalu berdekatan dengan Mia.' Clara bermonolog dengan dirinya sendiri dalam hati.
Drett ... drett ...
Ponselnya yang terletak di dalam tas kecil yang dipakainya berdering. Clara segera mengambil benda canggih itu dan melihat ada panggilan masuk dari Nathan, membuatnya semakin malas dan memutuskan untuk tidak menjawab panggilan itu bahkan sekarang malah mematikan ponselnya.
Clara keluar dari ruangan dan berjalan menyusuri koridor dengan perasaan yang sangat kesal. 'Ya Tuhan, kenapa aku harus berada di posisi ini? Sejak dulu Aku sangat ingin perhatian dari Michael tapi kenapa saat dia benar-benar memperhatikan aku dan selalu ada untukku, aku tidak bisa merasakan sama sekali karena jiwaku ada di tubuh sialan ini! Aku lelah ... aku lelah jika harus berlaku sebagai istri Nathan!'
___
Nathan menatap marah pada Benny dan Willy yang kini berada di ruangan kerjanya. Pria itu berdiri mondar-mandir di hadapan kedua bodyguard-nya sambil berkacak pinggang, mencoba menghubungi Clara namun nomornya malah sudah tidak aktif lagi.
"Sialan!" umpatnya.
Benny dan Willy tertunduk.
Nathan kembali menatap Benny dan Willy dengan kesal. "Kenapa kalian membiarkan Clara pergi sendirian? Apa kalian tidak ingat bahwa hampir saja mati akibat diracun? itu berarti dia sampai sekarang pun masih diincar untuk dibunuh karena dalang dari kasus racun itu belum ditangkap!"
"Maaf, Tuan. Kami sudah mencoba menghentikannya Clara tetapi dia tidak bisa dicegah sama sekali. Dia tidak ingin kami mengawalnya, dia sangat marah dan itu membuat kami tidak berani untuk membantah."
"Tapi seharusnya kalian mengikutinya ketika dia sudah pergi. Kalian bisa menjaganya dari jauh ... kalian bisa memantaunya tanpa sepengetahuannya!" seru Nathan dengan kesal, bahkan napasnya memburu. "Sekarang lihat ... kita tidak tahu di mana dia berada, bahkan kita tidak tahu bagaimana untuk melacaknya. Kalian sangat bodoh ... bodoh!"
"Maaf, Tuan ..," ucap Benny dengan menundukkan kepalanya.
"Sekarang cari dia dan kerahkan bodiguard lain untuk mencarinya juga. Jangan pernah berani menunjukkan wajah kalian padaku jika belum berhasil menemukannya!" seru Nathan dengan geram dan tegas.
"Baik, Tuan," sahut Benny diikuti oleh Willy yang segera menganggu. Mereka segera meninggalkan ruangan kerja itu sementara Nathan tetap di sana dan beralih duduk di sofa.
Nathan terdiam dengan tatapan kosong mengarah pada meja di mana masih tersedia makanan yang tadi dibawa oleh Clara, dan belum sempat dia habiskan.
'Kenapa dia jadi sangat marah hanya karena aku menolak keinginannya ... sesungguhnya aku menolak dengan alasan. Aku tidak mungkin ikut campur dalam urusan kasus kecelakaan itu karena keluarga Casey yang berhak dan berkewajiban untuk mengurus kasus itu. Dia dan aku tidak mungkin bisa ikut campur begitu saja sedangkan Dia belum lama mengenal Casey!' Nathan bermonolog dengan dirinya sendiri dengan perasaan heran karena Clara sangat berbeda dan kali ini semakin menunjukkan perbedaan yang aneh. 'Dia bahkan tidak pernah bersikap seperti ini padaku hanya karena teman baru.'
Drett ... drett ....
Ponselnya yang tersimpan di saku celananya berdering. Nathan segera meraih benda canggih itu dan melihat ada panggilan masuk dari ibunya, kemudian segera menjawab.
"Hallo, Ma."
"Nathan, Clara di mana? Sekarang mama di mansion kalian, tapi ternyata Clara tidak ada." Diana bertanya dari telepon.
"Dia tadi ke sini, tapi sekarang sedang pergi entah ke mana," jawab Nathan dengan ketus.
"Pergi ... Kamu tidak tau dia pergi ke mana?"
"Tidak, Ma." Nathan memutar bola matanya, membayangkan ibunya pasti akan menceramahi nya karena membiarkan Clara pergi sendirian sedangkan nyatanya Clara memang tidak ingin ditemani siapapun. "Apa Mama datang bersama Frederika dan Patricia?" tanyanya mengalihkan topik pembicaraan.
"Yeah ... Mama datang bersamanya dan nanny-nya juga," jawab Diana.
Seketika Natan mengerutkan keningnya. "Untuk apa Mama datang bersamanya dan Nanny nya?"
"Itu karena sekarang sedang musim liburan dan dia juga ingin bersamamu, makanya mama ingin dia menginap di mansion mu selama beberapa hari," jelas Diana.
"Yasudah kalau begitu," sahut Nathan dengan malas kemudian segera memutuskan sambungan telpon itu tanpa pamit. Dia melempar ponselnya ke permukaan sofa, terdiam dengan perasaan kesal dan makin kesal karena malah ada anak yang tidak dia harapkan di mansion-nya saat ini.
"Aku yakin, setelah ini Patricia akan datang dengan alasan ingin menemani Frederica, lalu membuat kebersamaan ku dengan Clara jadi terganggu ... bahkan aku yakin Clara akan semakin bad mood karena dia!" Nathan berkata dengan kesal. Dia beranjak berdiri dan berjalan mondar mandir memikirkan di mana keberadaan Clara sekarang.
"Apa mungkin dia pulang ke rumah orangtuanya? Atau mungkin dia mengunjungi rumah sakit untuk melihat Casey yang sangat dia pedulikan?" Nathan menduga-duga.
Daripada hanya berdiam diri di kantor dengan perasaan tidak tenang dan tidak fokus bekerja lagi, akhirnya Nathan memutuskan untuk meninggalkan kantor, mencari Clara yang sedang kebingungan dan entah ke mana sekarang.
___
Clara berjalan melalui trotoar dengan langkah lambat, tatapan kosong dan sesekali menyeka air matanya yang menetes begitu saja. Dia menangis, ya ....wanita itu menangis meratapi nasibnya yang begitu malang. Hidup tanpa orang tua sejak kecil, selalu dibenci oleh sepupunya yang sangat iri padanya karena pamannya lebih peduli padanya ... dan dia tidak memiliki teman curhat selain paman dan bibinya.
'Ya Tuhan ... kenapa ... kenapa takdir semacam ini terjadi padaku. Di mana ... di mana kebahagiaan untukku. Kenapa rasanya selalu sulit?'
Clara berhenti di dekat pagar di mana ada kursi panjang berwarna hitam. Dia duduk di sana, menatapi daun-daun yang gugur berjatuhan dari pohon hanya karena terpaan angin. Wanita itu melihat banyak pejalan kaki yang berpasangan, yang terlihat santai dengan kehidupan, sedangkan dia menanggung beban dua kehidupan yaitu tentang dirinya sendiri dan juga Clara.