Chereads / Musafir Hub (Perjalanan Cinta) / Chapter 20 - Sudah Janji

Chapter 20 - Sudah Janji

Sambil memetik Kang Hanif nampak mulai kembali bercerita seperti yang dijanjikannya tadi.

"Alkisah, ada dua orang yang hidup bertetangga dan saling bersahabat. Seorang beragama Islam, dan seorang lagi non-Muslim. Mereka saling membantu, saling memperhatikan satu sama lain. Si lelaki Muslim adalah pria yang sangat saleh dan berilmu agama cukup tinggi. Ia sering menceritakan betapa mulianya ajaran Islam kepada sahabatnya itu. Akhirnya, sahabatnya pun masuk Islam.

Keesokan harinya, menjelang fajar, lelaki saleh itu mengetuk pintu rumah sahabatnya yang baru masuk Islam itu.

"Saudaraku, bangunlah segera!"

"Ada apa engkau datang sepagi ini?"

"Cepatlah, kenakan pakaianmu dan berwudhulah! Mari kita pergi ke masjid bersama."

Sahabatnya pun buru-buru berganti baju lalu melakukan wudhu untuk pertama kalinya dalam hidupnya. Mereka pun segera berangkat ke masjid dan tiba sebelum azan.

"Azan masih cukup lama, ayolah kita salat dulu, salat sunah!" kata lelaki saleh itu kepada si lelaki mualaf (orang yang baru masuk Islam).

Mereka pun salat sampai azan Subuh menggema. Usai salat Subuh, si lelaki mualaf pun bergegas pergi.

"Hei, kamu mau pergi ke mana?"

"Aku mau pulang, kan salat Subuh sudah selesai?"

"Tunggu sebentar dan mari kita bacakan doa sampai matahari terbit," kata si lelaki saleh.

"Baiklah," jawab si mualaf.

Mereka pun duduk dan membaca doa dan wirid sampai matahari terbit. Si lelaki mualaf pun bersiap pergi. Tapi ditahan oleh sahabatnya.

"Tunggu, mari kita baca Quran dulu sampai matahari terbit sedikit tinggi. Dan aku menyarankan kamu untuk berpuasa hari ini. Tidakkah kamu tahu berapa banyak kebajikan dan penghargaan yang ada dalam puasa?"

Sahabatnya menurut. Mereka pun duduk di masjid sampai siang.

Si lelaki saleh berkata, "Sekarang sudah hampir siang hari, lebih baik kita melakukan salat Zuhur dulu di sini."

Keduanya pun menunaikan salat di masjid. Usai salat, ketika si lelaki mualaf bersiap pulang, sahabatnya mencegahnya, "Jangan dulu. Sebentar lagi Ashar. Kita duduk saja di sini. Lalu, kita tunggu waktu Maghrib dan berbuka bersama di sini."

Mereka pun menanti sampai Ashar, Maghrib, dan baru pulang setelah menunaikan salat Isya dan beberapa ibadah lanjutan usai salat.

Esok paginya, menjelang fajar, si lelaki saleh kembali mengetuk pintu rumah sahabatnya.

"Cepatlah bangun, mari kita ke masjid!"

"Maaf, sepulang dari masjid tadi malam, saya sudah mengundurkan diri dari agama Anda. Pergilah dan temukan beberapa pria malang lain yang tidak ada urusan dengan dunia sehingga dia bisa menghabiskan seluruh waktunya di masjid. Saya adalah orang miskin yang memiliki istri dan anak-anak untuk diberi makan, jadi saya harus bekerja."

"Wah menarik Kang cerita sampean, aku kok tiba-tiba teringat dengan kisah sahabatku ketika dengar cerita sampean itu tadi," ujar Hanif.

"Emangnya kamu punya sahabat yang murtad gara-gara salah pilih teman?" sahut Kang Siddiq balik tanya.

"Bukan masalah murtad nya yang sama."

"Lalu?" timpal Kang Siddiq.

"Istrinya yang kabur dari dirinya karena dia sibuk ibadah dan tidak menafkahi, jadi gini aku itu punya teman yang ikut itu lho Kang .. apa namanya .. gerakan jaulah atau Islam kompor," ujar Hanif.

"Oh itu ... iya-iya ... lha memangnya kenapa?" sahut Kang Siddiq.

"Ya dia kan semenjak ikut kegiatan khuruj itu terus gak mau kerja dan akhirnya istrinya tertelantar kan, dan kemudian langsung kabur pulang ke orangtuanya," terang Hanif.

"Ya salah dia sendiri, dan itu menurutku tindakan istrinya itu juga tidak salah alias bisa dibenarkan secara agama, karena seorang istri boleh Nusyuz (Pergi meninggalkan suaminya) jikalau dia ditelantarkan alias tidak dinafkahi, bahkan kalau dalam negara kita itu sudah diatur dan termaktub dalam buku nikah yang disebut dengan istilah "Ta'liq Tholaq" begitu ..." ujar Kang Siddiq.

"Walah ... lha kok sampean sudah tahu buku nikah segala Kang?"

"Hehehe ... pernah nemu ..." sahut Kang Siddiq sambil cengengesan.

"Gimana terus Kang kelanjutan kisahnya tadi?" tanya Hanif menagih.

"Ya jadi gini ... Imam Ja'far Sadiq ra menceritakan kisah tersebut kepada teman-teman dan sahabatnya. Beliau mengatakan, "Dengan demikian, seorang lelaki saleh setelah membawa sahabatnya memeluk agama Islam, kemudian menendangnya keluar dari Islam. Anda semua harus mengingat hal ini. Janganlah merepotkan orang-orang dengan hal-hal yang tidak perlu.

Anda harus menilai kekuatan dan kapasitas mereka dan bertindak dengan sesuai, agar mereka mengembangkan kedekatan dengan agama dan tidak lari darinya.

Salah satu indikator kesuksesan seorang hamba adalah ketika mampu menjalin hubungan yang baik dengan sesama manusia (habluminannas). Upaya untuk menjalin hubungan baik sesama manusia itu dapat melalui pertemanan.

Namun demikian, Islam telah memberikan tuntunan tentang bagaimana seorang Muslim dalam menjalin pertemanan sehingga mengantarkan dirinya serta orang-orang di sekitarnya senantiasa berbuat kebaikan di jalan Allah SWT dan mencegah dari segala kemaksiatan. 

Rasulullah SAW telah memberikan tuntunan tentang menjalin pertemanan yang dapat ditemukan dalam kitab Washiyat Al-Musthafa, kitab berisi wasiat-wasiat Rasulullah kepada Ali bin Abi Thalib yang disusun Syekh Abdul Wahab bin Ahmad bin Ali bin Ahmad bin Ali bin Muhammad bin Musa Asy Sya'rani Al Anshari Asy Syafi'i Asy Syadzily Al Mishri atau dikenal sebagai Imam Asy Sya'rani. 

"Wahai Ali seburuk-buruknya teman itu adalah orang yang teledor terhadap temannya dan menyebar luaskan rahasia temannya."

Maksud teledor dalam pengertian di atas adalah sosok teman yang tidak memperdulikan temannya baik dari sisi lahiriyah maupun batiniyah.

Dari sisi lahiriyah misalnya dia tak memperdulikan kendati temannya kekurangan bahkan kesulitan dalam memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari dan lain sebagainya.

Sedangkan dari sisi batiniyah misalnya dia tak memperdulikan temannya ketika terjerumus dalam perbuatan maksiat atau dosa, bahkan dia sama sekali tidak pernah mengajak temannya agar semakin menjadi pribadi yang baik. Selain itu disebutkan juga teman yang buruk adalah yang suka menyebar rahasia, menyebar aib, bergosip tentang temannya.   

"Wahai Ali pertemanan itu punya beberapa tanda. Teman menjadikan hartanya di bawah hartamu (maksudnya tandanya teman itu tidak mau mengungguli, tidak mau menyaingi). Dan dirinya berada di bawah dirimu (maksudnya teman itu rendah hati) dan harga dirinya di bawah harga dirimu (maksudnya teman itu mau menghormati temannya)."

"Wahai Ali seribu teman itu sedikit dan satu musuh itu banyak."

Karena itu dalam menjalani hidup seorang Muslim harus terus memperbanyak teman dan menghindari permusuhan. Sebab satu orang saja yang menjadi musuh dalam hidup itu sudah membuat sulit hidup. Semisal ada satu orang yang menebar fitnah, maka hal itu sudah cukup mempersulit kehidupan," tutur Kang Siddiq nampak mengakhiri ceritanya.

"Kang Siddiq dalam mengajak kebaikan itu rupanya juga tidak mudah ya?"

"Ya iyalah, di samping harus dengan tutur kata yang lembut juga tidak kalah pentingnya kita harus memahami kapasitas dengan orang yang hendak kita ajak, atau istilahnya jadilah guru yang bijak deh ... jangan sampai niat baik malah berujung petaka. Udahlah ayo kita pulang, nih kayaknya udah cukup terongnya," ajak Kang Siddiq.

"Ya ayo ..." lalu mereka berdua pun langsung bergegas pulang dengan masing-masing memikul setengah karung yang berisikan sayuran dan aneka buah dan bumbu-bumbu dapur.