Chereads / Musafir Hub (Perjalanan Cinta) / Chapter 19 - Tanya Kiai

Chapter 19 - Tanya Kiai

Empat puluh hari pun tak terlewatkan tanpa ia rasakan. Bukannya ia cepat-cepat menemui sang Kyai supaya dinikahkan dengan putrinya. Ia malah tetap dengan santai sholat berjamaah di shaf pertama, ia sudah melupakan niatnya yang awal.

Sekarang malahan sang Kyai yang dengan sendirinya mendatangi sang santri putra. Sang Kyai pun berkata kepada sang santri putra.

"Nak, kok tidak segera datang ke rumah?" tanya Sang Kyai.

"Ke ndalem Kiai maksudnya?" sang santri putra pun malah balik tanya. Ia tidak ingat niat awalnya untuk menikahi putri sang kyai.

"Ia, kan kamu akan saya nikahkan dengan putri saya", terang sang kyai.

"Eh, maaf Pak Yai. Saya sudah sholat berjamaah di shaf pertama, kok cuma diberi putri Kyai. Seharusnya lebih, didalam hadist Rasulullah disebutkan bahwa orang yang berjamaah selama 40 hari tanpa putus, jaminannya surga. Ini Pak Kyai, malah cuma mau diganti dengan seorang wanita".

Pak Kyai terkejut, bukannya sang santri  seharusnya senang  karena dia akan dinikahkan dengan putrinya, seperti yang niatkan dulu. Akan tetapi, sekarang ia malah menolak, dengan dalih bahwa sholat berjamaah selama empat puluh hari, tidak sebanding jika hanya ditukarkan dengan seorang wanita.

Seperti itulah niat, niat diawal boleh jadi niatnya salah, akan tetapi dengan ke-istiqomahan, maka lambat-laun seiring dengan berjalannya waktu niat itu akan berubah.

Waktu terus berlalu dan terasa sudah memasuki bulan kelima Hanif berada di pondok pesantren dan itu artinya waktu untuk pulang ke kampung halaman juga sudah makin dekat, pada suatu kesempatan Hanif nampak pergi ke sawah bersama kang-kang, kemudian secara tidak sengaja mereka berpapasan dengan mbak-mbak santri, para mbak-mbak santri nampak tertawa dan itu membuat Hanif jadi salah tingkah, Hanif terus berjalan dengan agak mempercepat langkahnya, karena perasaan sedang kurang nyaman maka konsentrasinya pun tidak terjaga dan akhirnya Hanif malah kecebur got yang sangat berlumpur.

"Aduh ...!" teriak Hanif, lalu Kang Siddiq, mbak santri, dan kang-kang santri lainnya pun langsung menertawakannya, betapa malunya Hanif, namun rupanya yang paling membuat mereka kompak menertawakan itu karena Hanif ke sawahnya itu dengan memakai sarung.

Hanif belum bangkit, dia terlihat masih lemas berada di dalam got yang berlumpur itu, sementara itu para mbak-mbak nampak sudah berlalu meninggalkan tempat itu, Hanif nampak sedikit merasa lega karena sudah tidak jadi bahan perhatian, lalu kemudian Kang Siddiq mengulurkan tangannya sambil berkata: "Udah gak usah malu, ayo cepat aku bantu bangun!"

"Makasih ya Kang Siddiq, jadi malu aku dengan kamu Kang," jawab Hanif sambil memegang tangan Kang Siddiq.

"Ngapain juga malu? Kan sudah seharusnya kita saling bantu apabila ada yang memerlukan?" timpal Kang Siddiq sembari bertanya.

"Hmmm ... iya sih Kang, tapi yang namanya malu kan itu masalah perasaan, jadi gak mungkin dong aku menolaknya? Kan datang sendiri?" balas Hanif berkilah.

"Tuh kan .. sekarang sudah mulai pintar? Itu pasti karena dekat dengan Kang Hafizh," balas Kang Siddiq.

"Gak cuma Kang Hafizh aja yang pintar, menurutku Kang Siddiq pun juga jago, dan aku ingin juga dapat ilmu-ilmu dari sampean Kang, mau kan sampean berbagai ilmu denganku?"

"Mmm ... berbagai ilmu? Ilmu apa ya? Ah ... enggak ah, kamu minta saja sama Kang Hafizh aja biar sanadnya tidak rancu," jawab Kang menolak.

"Lho kok gitu? Bukannya menyimpan ilmu itu gak baik? Dan itu tadi apa yang Kang Siddiq maksud dengan sanadnya rancu?" balas Hanif mengejar.

"Tuh kan, udah pinter kan? Udahlah aku gak ada ilmu untuk kuajarkan padamu, aku paling bisanya ya cuma cerita-cerita aja," balas Kang Siddiq.

"Nah itutu yang aku suka, aku paling suka itu ya cerita dongeng-dongeng yang bermanfaat gitu, oke kang buruan aku siap untuk mendengarkan dongeng bermanfaat dari sampean," pinta Hanif nampak begitu bersemangat.

"Tapi .. tadi itu yang dimaksud sanad rancu itu gimana? Jelaskan sekalian ya Kang?" imbuhnya lagi.

"Yah baiklah aku ada cerita tentang penting dan manfaatnya memiliki sahabat yang salih. Jadi ceritanya itu ada dua orang sahabat seiman menghadap Tuhan mereka. Allah lalu memerintahkan Malaikat Ridwan untuk membawa seorang di antara mereka ke surga. Sebab, dia terkenal taat beribadah kepada-Nya. Sedangkan, sahabatnya, karena berbuat maksiat, digiring oleh Malaikat Zabaniyah ke neraka.

Ketika mendekati pintu surga, sang ahli surga mendengar teriakan sahabatnya."Wahai sahabatku," kata lelaki tersebut seperti dikutip buku Dzurrah al-Nasihin.

"Kasihanilah aku dan berikanlah aku syafaat," kata lelaki tersebut.

Dia pun terenyuh. Lalu menghentikan langkahnya. Malaikat Ridwan berkata," Masuklah kamu ke dalam surga dan bersyukurlah bahwa Allah telah menyelamatkanmu dari siksa api neraka."

Tapi si ahli surga menolak dan meminta Malaikat Ridwan memasukannya ke neraka. "Bagaimana saya akan membawamu ke neraka, padahal Allah memerintahkan ku membawamu ke surga, aku juga diperintahkan untuk melayanimu," kata Malaikat Ridwan.

"Orang yang berbuat maksiat itu sahabatku di dunia. Dia menjerit meminta tolong dan syafaatku, sedang aku tak bisa memberikannya dan tak mampu menyelematkannya dari siksa api neraka. Maka aku memilih bersamanya menjadi ahli neraka," kata lelaki tersebut.

Setelah itu terdengarlah seruan Allah. "Wahai hamba-Ku dengan segala kelemahan mu, engkau menolak surga dan memilih neraka karena persahabatan mu yang sebentar di dunia. Lalu bagaimana Aku rela memasukan hamba-Ku yang telah mengenalku dan telah mengampuni dan memberikan anugerah kepada sahabatmu untuk tinggal di surga," kata Allah. Nah itu Nif salah satu cerita yang pernah aku dengar.

"Asyik ... itu masih salah satu, berarti masih banyak lagi nih yang belum diceritain?" sahut Hanif bertanya lagi.

"Ya ada lah ... tapi ngomong-ngomong ayo kita lanjut lagi ntar aku terusin sambil ngunduh terong."

Akhirnya mereka berdua pun segera melangkah menuju ke sawah Abah Kiai untuk memetik terong dan berbagai macam sayuran lainnya.