Semalaman Niko berjaga seorang diri di tempat tersebut. Dinginnya ruangan tak membuat dirinya menyerah menjaga sang kekasih.
Pagi ini, barulah dia keluar. Pesanan makanannya untuk sarapan pagi sudah datang. Masih sempatnya dia memesan dua buah, untuknya dan Nara.
Tanpa peduli akan keterangan dokter bahwa kekasihnya sudah tidak bisa lagi diselamatkan.
"Sayang, aku tinggal kamu sebentar ya, cuma ke depan," pamitnya setelah melahap habis satu kotak bubur.
Lelaki itu merenung di bangku taman. Embun pagi masih terlihat, Niko paling suka dalam suasana yang seperti ini. Ponselnya dinyalakan untuk melihat gambar yang puluhan tahun dia simpan.
"Mimpi itu terasa sangat nyata. Kalau memang benar dia adalah Lia, sahabatku dulu, berarti selama ini dia sudah ada di dekatku. Tahu gini aku gak perlu susah carinya."
"Cepatlah sadar Nara, agar aku bisa menanyakan ini langsung ke kamu," sambungnya.