Sedari tadi, Amira tak mengajaknya bicara sama sekali. Bahkan sampai Andra turun di depan rumahnya. Lelaki itu tak berani mengatakan apapun, karena wajah Amira yang sudah tak nyaman dipandang mata.
"Tunggu, tadi kamu datang ke sana pakai apa?" Amira merasa heran, lantaran lelaki itu menurut saja beda saat awal-awal yang selalu membantah keinginannya.
"Sepeda."
"Terus? Kenapa gak bilang dan malah ikutan pakai mobil?"
"Aku gak habis pikir ya, sama kamu!" Amira sungguh pusing, merasakan semua ini. Bukan masalah apa-apa, hanya saja dia takut kalau sepeda lelaki itu dikira barang tak berguna dan dibuang nantinya.
"Gimana mau bilang, orang kamu saja sedari tadi cemberut, yang ada kena marah pingsan duluan aku," jawabnya.
"Lelaki kok, lemah! Terus sepeda kamu sekarang gimana?"
"Ya udah, aku ambil saja sendiri."
Tangannya ditahan, karena Amira punya cara yang lebih baik ketimbang ini. Dia meminta sopirnya untuk mengantar mereka kembali.
"Ke sana lagi, Non?"