"Dito semakin membaik, Naya. Tapi dia masih belum bisa menjengukmu kesini, dia hanya menitipkan kata maaf dan ini untukmu." Asih memberikan handphone Naya dan sepaket buah-buahan segar. Naya tampak tersenyum, ia benar-benar merasa bersalah karena beberapa hari yang lalu dirinya langsung pergi dan marah kepada Dito. Padahal mungkin Dito berbicara seperti itu karena dirinya memang khawatir.
"Suamiku pun pergi mencarimu kemana-mana, tapi … dia tidak menemukanmu. Beruntung ada Seno," Asih menoleh ke sebrangnya dimana Seno berdiri. Seno mengangguk tersenyum dengan jawaban, "Tidak apa, Bu. Ini sudah menjadi kewajiban saya sebagai …," ucapannya terhenti ketika Naya menoleh ke arahnya dengan tatapan yang sangat tajam. Ia memperingati Seno agar pernikahannya itu tidak bocor kepada siapapun.
"Sebagai temannya, dan teman ayahnya." lanjut Seno dengan senyuman tipis. Meski hatinya sangat berat mengatakan itu, tapi Seno lakukan agar Naya tidak terlalu banyak pikiran.