Bapak berkacamata ini langsung mengeluarkan map berwarna hijau, "Silahkan dibaca dan dipahami terlebih dahulu, jika ada pertanyaan silahkan ditanyakan." ujarnya.
Naya pun mengangguk dan membuka map hijau itu, ia membaca isi surat yang di mana itu adalah tugas-tugas pokok Naya di rumah makan. Naya sedikit memfokuskan matanya ketika membaca isi surat itu, ada beberapa hal yang tak sejalan dengan keinginannya.
"Nyuci piring, gelas, wadah kotor, dan bersih-bersih pak?" tanya Naya memastikan.
"Iya, untuk sekarang saya hanya memberikan kamu izin bekerja di bagian bersih-bersih. Karena kamu membawa bayi, jadi saya menghawatirkan akan kelalaian kamu nanti. Tapi jika kamu konsisten dan kerjanya bagus, kamu bisa bekerja di bagian masak." ucap pak Hamdan, pemilik rumah makan yang sekarang menjadi bos Naya.
Sebenarnya Naya kurang minat jika harus bekerja di bagian beres-beres, tapi setelah dipikir-pikir lagi Naya harus menerimanya karena menurutnya sangat susah sekali mencari pekerjaan. Lagian jika ia benar-benar fokus dan konsisten dalam pekerjaannya, ia pun akan naik level ke bagian memasak.
"Baik pa, saya siap bekerja dengan giat dan jujur." ucap Naya dengan penuh percaya diri.
Raut wajah pak Hamdan berubah seketika, ia benar-benar mengharapkan karyawan yang bersemangat seperti Naya. Naya pun pamit untuk mulai bekerja, ia tersenyum kepada Mauren yang sedang tertidur.
Kain lap, kemoceng, dan ember kecil sekarang menjadi senjatanya. Ia terus meyakinkan dirinya untuk bisa merubah senjatanya itu menjadi peralatan masak di waktu yang tepat.
"Plis Mauren kamu jangan nangis terus seperti ini, nanti orang lain keganggu." Naya terus memohon kepada Mauren karena sejak tadi ia nangis terus.
Dengan cepat Naya membawa Mauren keluar rumah makan, ia menghampiri Dito yang sedang duduk di tempat parkiran karyawan.
"Dit, Mauren nangis terus. Dari tadi dia gak mau dibujuk, orang-orang di dalem pada ngeliat semua. Gimana ini?" Naya sedikit panik karena Mauren terus menangis, ia terus menimang Mauren senyaman mungkin agar berhenti dari nangisnya.
Tanpa basa-basi Dito meminta Naya memberikan Mauren kepadanya, ia akan mengajaknya bermain sekejap.
"Oh inimah kegerahan Nay, di dalem pasti gerah banget. Tuh diem kan, apa mungkin Mauren mau digendong sama gue kali ya? Secara kan, gue ngangenin!" Dito memainkan kedua alisnya yang tebal.
"Ih apaan sih lo?" Sinis Naya.
Dito pun terkekeh puas, "Ya udah deh, lo kerja aja sana, gue di sini sama Mauren. Lagian bentar lagi lo selesai kerjanya kan?" tanya Dito yang langsung diangguki oleh Naya.
Naya pun kembali masuk untuk melanjutkan pekerjaannya.
Ada pandangan yang tidak mengenakan di hati Naya ketika masuk ke ruang dapur, ia diperhatikan oleh wanita muda dengan tatapan tak suka. Wanita itu bekerja di bagian masak, ia tau kalau Naya adalah saingan barunya di sana.
"Makannya kalau kerja itu jangan bawa anak, ke mana emang bapaknya sampe harus ikut kerja? Bapaknya diem di rumah? Atau nyari cewe lain?" delik Syeril, wanita muda saingan Naya.
Sakit sungguh sakit hati Naya ketika mendengar kata-kata yang dilontarkan oleh wanita di sampingnya yang baru ia kenal.
"Maaf mba, saya belum menikah." Jawab Naya tanpa menambah kalimat lain lagi.
Syeril pun hanya membulatkan mulutnya merasa kalah, rupanya Naya jauh lebih cerdas mengolah kata-katanya daripada Syeril.
Jam kerjanya sudah habis, kini ia akan pulang dan beristirahat.
"Gue balik sekarang ya, semangat kerjanya. Gue juga harus ngojek sore ini, besok pagi-pagi gue ke sini lagi." pamit Dito saat mereka sudah sampai di kosan Naya.
"Iya makasih ya Dit,"
"Basi lu, bilang makasih mulu. Nanti lo harus gue hukum kalau masih bilang makasih. Oh ya satu lagi, jangan kangen gue ya." goda Dito.
"Ih apaan sih lo, basi juga ngomong kaya gitu terus." Naya membalikkan, Dito pun tertawa tak karuan.
***
Tok, tok, tok...
Di malam hari pintu diketuk entah dengan perlahan, entah siapa yang ada di balik pintu itu. Naya memakai hijab dan membukanya, kedua matanya mendeteksi siapa pria muda yang ada di hadapannya saat ini.
"Hallo, maaf mengganggu malamnya. Perkenalkan saya orang yang sama di rumah makan pak hamdan, kamu masih mengingatku?" tanya si pria muda.
"Oh iya, kakak yang manggil aku untuk masuk ke ruangan pak Hamdan tadi pagi kan?" Naya sedikit memastikan.
"Iya, benar sekali." jawabnya antusias.
Pantes saja Naya lupa, sejak kejadian Mauren nangis tadi ia terus memikirkan perkataan Syeril yang menusuk hati.
"Ah iya ada apa ka? Tapi maaf sebelumnya saya gak bisa mengizinkan kakak masuk ke dalam, nanti takut ada fitnah." ucap Naya. "Saya harap kakak mengerti," lanjutnya.
Pria muda itu pun tersenyum dan mengangguk paham, lalu ia memberikan dua kresek berwarna putih berlogo alfamart.
"Apa ini ka?" Naya kebingungan, tiba-tiba ada orang yang baru dikenalnya beberapa jam yang lalu dan langsung memberikannya sesuatu.
"Itu kebutuhan adik kecil, semoga bermanfaat ya." pria muda itu hanya terus tersenyum ramah.
Naya tidak langsung menyimpannya ke kamar, ia bertanya terlebih dahulu apa tujuan pria muda itu memberikan kebutuhan Mauren. Si pria muda itu tentu memahami kekhawatiran Naya, ia pun menjelaskan kalau niatnya tulus ingin memberi kebutuhan Mauren.
"Sekaligus syukuran juga, saya sudah pindah kosan di dekat sini. Mungkin hanya terhalang beberapa kamar aja dari kamar kamu." lanjutnya.
Tentu Naya tercengang, entah karena apa ia tiba-tiba merasa gugup dan kaget.
"Ah gitu ya, baiklah ka, semoga istirahatmu menyenangkan. Terima kasih sudah repot-repot membelikan keperluan Mauren." Naya terus menunduk dan enggan terlalu lama memerhatikan wajah pria muda tadi. Ucapan Naya barusan menjadi kode tersembunyi bahwa perbincangan mereka harus segera diakhiri, ia takut ada fitnah yang tiba-tiba datamg
Pria muda itu pun paham dan pamit pulang ke kosan barunya yang tidak jauh jaraknya dari kamar Naya.
"Hah, ada-ada saja. Rezeki memang gak akan kemana, tapi aku harus sedikit waspada agar tidak sembarang menerima pemberian orang. Bukan aku suudon, tapi lebih baik membawa perkakas sebelum akhirnya kendaraan kita mogok. Ibarat kata seperti itu," Naya berbicara sendiri sambil menepuk-nepuk Pampers yang ada di di hadapannya.
Hari ini sangat melelahkan, tapi tidak seperti hari kemarin. Naya memutuskan untuk istirahat agar besok pagi terasa bugar dan segar, ia harus siap melayani ucapan Syeril lagi.
Tidak ada suara lagi di sana, Naya sudah terlelap tidur. Berbeda dengan Dito, ia masih mengojek di malam hari. Biasanya ia pulang ke rumah di tengah malam, dengan itu ia bisa mendapat penumpang yang lumayan banyak.
"Ko gue keinget si Naya ya??!" batin Dito saat sedang mengendarai, dengan cepat ia kembali sadar karena ada mobil besar di depannya.
l