Naya dan Dito pergi mencari pekerjaan, ia turun di setiap warung nasi yang buka pada saat jam itu. Langkah demi langkah Naya selalu berharap agar ada lowongan pekerjaan untuknya. Jika tidak, mungkin Naya akan terus berusaha sampai mendapatkannya.
"Udah berapa warung yang kita lewati? Kita gak nemu satu pun lowongan pekerjaan," keluh Dito dengan kaki terjulur ke lantai ruko yang sedang tutup.
"Sabar, mungkin belum saatnya." ujar Naya sambil menggendong Mauren yang sedang tidur.
Matahari semakin meninggi, membuat kerongkongan Naya dan Dito kering bak tanah yang tidak disirami air. Dito mengarahkan motornya ke sebuah warung yang sederhana, ia berniat membeli dan menikmati es kelapa hijau dengan Naya.
"Lo haus gak? Kita ngadem aja dulu di sini, pasti hausnya ilang."
"Emm, aku gak punya lagi uang Dit. Kalau mau, aku nungguin kamu aja di sini. Lagian aku gak terlalu haus," Naya terpaksa berbohong karena ia tau Dito akan memberi esnya secara gratis.
"Apa-apaan sih Lo, gak mungkin kalau Lo itu gak haus, orang panas gini juga. Udah jangan ngeles, gue traktir ayo." Dito menarik kain gendongan Mauren, ia sangat menjaga Naya yang tidak mudah disentuh meskipun hanya tangannya saja.
"Tapi kan, tadi kamu udah traktir aku sarapan pagi. Emang kamu ad..."
"Udah, tenang. Jangan khawatir soal uang, gue bisa cari lagi entar. Yang penting kita gak kehausan," potong Dito dengan cepat.
Naya pun menerimanya, ia benar-benar tidak tau jika tidak ada Dito yang selalu ada untuknya.
Ting...
Gelas berisi es kelapa hijau milik salah satu pelanggan jatuh dan pecah dengan cepat. Kaki Mauren tak sengaja menyenggol gelas yang di simpan di ujung meja, membuat Naya menatap Dito tanpa kata.
"Heh, gimana sih Lo. Kalau mau duduk tuh liat dulu sekitarnya, kaki anaknya juga tuh dijagain jangan sampe nubruk-nubruk seenaknya. Tumpah kan minuman gue," amarah seorang pelanggan menyeruak ketika minumannya jatuh.
"Ma-maaf mbak, saya gak sengaja. Saya gak lihat ada gelas di sini," Naya memelas, ia benar-benar tidak melihat gelas itu.
"Halah buta Lo?! Gak mau tau gue, ganti pokoknya. Meskipun hanya es kelapa tapi nyari uang itu susah ya, Gue ke sini pengen nikmatin hasil jerih payah gue, eh malah berantakan gara-gara Lo. Ganti pokoknya," pelanggan wanita itu terus memarahi Naya, hingga semua orang yang ada di sana melihat sambil menikmati es kelapa hijau.
Naya terlihat sangat kebingungan, ia tidak punya uang. Hanya ada uang tabungan yang disimpan di kosannya untuk bayar kos nanti.
"Santai dong kalau ngomong, es kelapa aja diributin. Nih gue ganti dua kali lipat, biar perut Lo puas munum es kelapa. Buncit buncit dah tu perut, ayo Nay." Dito menyerahkan uang dua puluh ribu rupiah, lalu ia mengajak Naya untuk pergi dari warung es kelapa tadi.
Naya merasa tidak enak dengan Dito, karenanya jatah minum es habis dengan sekejap. Naya benar-benar merasa bersalah, ingin sekali ia mengganti uang itu tapi untuk makan aja tidak ada.
"Dit, maafin aku ya. Gara-gara kecerobohan aku uang kamu jadi habis percuma, mana aku gak punya uang untuk gantinya lagi."
"Udah gak usah minta maaf, musibah itu namanya. Eh tapi gak papa ya kita gak jadi beli es kelapanya, kita beli air minum aja dulu. Soalnya uang gue cuma ada sisa untuk beli bensin," ucap Dito sambil menyengir.
Naya mengangguk lalu tersenyum, ia benar-benar tidak akan melupakan kebaikan Dito.
Motor bebek pun kembali berjalan dengan perlahan, menerobos angin yang sedang bertugas memberikan kesegaran kepada makhluk hidup yang ada di bumi.
Dua pasang mata terus mencari warung nasi yang sedang membuka lowongan pekerjaan.
"Dit, sebaiknya kita berhenti di masjid aja deh. Mauren nangis terus ini, kayaknya kepanasan dia. Kita shalat dulu aja, nanti nyari lagi." teriak Naya dari belakang Dito.
"Ah oke, gue cari masjid sekarang." teriak Dito balik.
Lama dicari, akhirnya Dito menemukan masjid di pinggir jalan. Ia masuk dan memarkirkan motornya di barisan motor lain. Mereka sudah seperti pasangan suami istri yang mempunyai anak satu, orang lain yang tidak kenal pun pasti akan melihat Naya dan Dito sebagai pasangan suami istri.
Naya pun menimang Mauren yang terus menangis, ia memberikan susu dot dan mengajaknya bermain agar tidak terus menangis.
"Coba sini sama gue," pinta Dito.
Naya pun langsung memberikan Mauren kepada Dito, entah kenapa Mauren terdiam dan berhenti menangis.
"Tuh kan diem, kamu mau digendong sama yang ganteng ya??! Ah dasar bayi zaman sekarang tau aja mana yang ganteng dan enggak," Dito terkekeh membuat Naya merasa geli sendiri dengan ucapannya barusan.
"Oh jadi Lo-Gue gak berlaku ya bagi Mauren??" Naya menyeringai.
"Bukan gitu Nay, dia kan masih bayi. Mana ngerti bahasa gituan, lagian gak pantes juga gue manggil Mauren kaya gitu. Sirik ya Lo, mau dipanggil 'kamu' juga sama gue??" Dito terkekeh puas membuat orang yang ada di luar masjid melihat dan menyatakan kalau Dito dan Naya sedang menghibur anaknya yang nangis.
"Udah ah, tuh orang-orang pada ngeliatin. Aku shalat duluan aja kali ya, nanti kamu. Biar ada yang jagain Mauren," ucap Naya.
"Iya mending gitu aja, aku nunggu di teras sana sama Mauren. Kamu jangan lama-lama ya shalatnya," ledek Dito sambil terkekeh
"Hmmm.." Naya pergi dari hadapan Dito tanpa menggubris ledekannya.
Usai Naya dan Dito shalat, mereka melanjutkan perjalanannya. Mereka kembali berharap agar ada tempat yang membuka lowongan pekerjaan.
"Nay, kita coba di situ aja, mau??!" Dito mematikan mesin motornya.
"Iya-iya, alhamdulillah akhirnya.." Naya bahagia, akhirnya menemukan tempat makan yang menerima lowongan pekerjaan.
Dengan cepat Dito mengarahkan motornya ke tempat yang dituju, ia ikut senang karena Naya senang.
Naya mencoba masuk dan bertanya kepada kasir yang sedang menjaga di sana. Naya diarahkan untuk masuk ke ruang konsultasi untuk mengetahui lowongan pekerjaan lebih jauh lagi, ia akan diskusi dengan pemilik warungnya langsung.
"Permisi..." Naya menunduk sambil menggendong Mauren ketika masuk ke ruang konsultasi.
"Ah silahkan duduk!" suruh pemilik warung.
Naya pun berbincang dengan pemilik warung makan, ia memberikan berkas-berkas yang sudah disiapkan sebelumnya. Naya memang sudah menyiapkan berkas-berkas tadi, ia mengetahui persiapan itu semua dari google.
"Em, berkas-berkasnya lengkap ya mbak. Tapi mohon maaf, mbak tidak bisa membawa anaknya ketika bekerja." ucap si pemilik warung.
"Ah maaf pak, ini bukan anak saya, tapi adik saya." Naya membenarkan.
"Iya tetap tidak bisa ya mbak, karyawan di sini tidak boleh membawa anak atau keluarganya ketika bekerja. Jadi mohon maaf mbak tidak diterima di warung kami, diharapkan mbak mengerti." pungkas si pemilik warung makan tadi.