Chereads / Dokter Tampanku / Chapter 23 - Pelukan Tak Terduga

Chapter 23 - Pelukan Tak Terduga

Kring!

"Iya Kenapa Ci?"

["Sudah?"]

"Ya kali saja sudah, jelas belum."

["Kalau sudah lihat dong, hahaha."]

"Masalahnya belum, telepon mau tanya itu doang?"

["Enggak, ini nih yang bagian nomor 2 itu dari buku yang kita pinjam 'kan? Aku takut salah makanya tanya dulu."]

"Iya, Ci bener kok."

["Okay, thank you Lea."]

Setelah panggilan Alcie tersebut mati, Leandra kembali fokus pada tugasnya hingga Rigel datang pun tidak sadar.

Tok tok tok!

Rigel mengetuk pintu kamar.

"Loh sudah pulang."

"Kirain enggak ada orang di rumah."

"Iya soalnya aku banyak tugas."

Rigel mengangguk-anggukkan kepalanya. Ia menaruh ponsel dan barang bawaannya setelah itu segera membersihkan diri.

"Kamu sudah makan?"

"Sudah kok, tadi aku masak mana tahu kamu mau makan."

"Okay, thank you."

Leandra hanya menaikkan alisnya saja dan kembali fokus.

Rigel makan seorang diri di meja makan seraya mengotak-atik laptopnya. Setelah beberapa saat kemudian sekitar pukul Sembilan malam Rigel ke kamar dan masih melihat Leandra mengerjakan tugasnya.

"Bisa?"

Leandra menggelengkan kepalanya.

"Memang kapan deadlinennya?"

"Besok pagi, huhu."

"Terus bagaimana?"

"Enggak tahu, ke tempat Alcie apa Renza biar barengan gitu kalau boleh."

"Aku saja yang mengajarimu."

"Bisa?"

Rigel mengambil buku Leandra dan membacanya sekilas lalu duduk di samping Leandra menggunakan kursi miliknya.

"Okay, jadi begini fokus ya, jangan lihatin aku," pinta Rigel yang mengajarkan pada Leandra.

Leandra dengan fokus melihat apa yang Rigel kerjakan, memang dasarnya orang pintar dijelaskan dikit saja sudah mengerti.

"Okay, aku mengerti. Aku kerjakan dulu, kamu di sini saja sudah."

Rigel menurutinya dan tetap memperhatikan Leandra.

"Benar?"

Rigel menganggukkan kepalanya.

"Kamu hemat bahasa banget sih kalau ngajar begini."

"Jadi aku harus bagaimana?"

"Enggak apa-apa sih."

Leandra kembali mengerjakan tugasnya hingga pukul sepuluh tiba pun belum selesai tugasnya.

Rigel pergi ke dapur dan kembali ke kamar membawa segelas susu putih yang masih hangat untuk Leandra.

"Minum dulu," seraya memberikan segelas susu putih pada Leandra.

"Ada maunya ya ini?" seraya menunjuk Rigel yang duduk di sampingnya.

"Kalau enggak mau ya sudah."

"Dih enggak ikhlas, jadi ikhlas enggak nih?"

"Minumlah, barusan enggak ada minum obat 'kan?"

Leandra menggelengkan kepalanya.

"Sama kayak Ibu juga tiba-tiba ngetuk pintu bawa segelas susu atau kopi, tahu saja kalau belum tidur."

"Lalu?"

"Enggak jadi ah, kamu enggak asik."

Rigel hanya tersenyum saja.

"Kamu kalau mau tidur duluan saja."

"Aku tunggu kamu dulu, nanti ada yang enggak paham repot membangunkan."

Leandra tertawa keras entah apa yang sebenarnya ia tertawakan.

"Kamu tadi bilang Ibu, apa kamu kangen sama Ibumu? Kalau kangen biar kita ke sana."

"Hmm enggak begitu kok, kamu bawa susu jadi ingat Ibu."

"Bawa susu?"

"Iyalah 'kan susu ini? Wah jangan-jangan kamu mikir yang lain."

"Kamu mikir apa?"

"Apa kok aku? A—ku ya mikir susu ini."

"Ya memang itu, terus kenapa?"

"Ah enggak tahu, sudah malam tahu kamu ngajak ngobrol terus. Mana enggak mau bantu."

"Apa imbalannya kalau aku bantu?"

"Enggak ada."

"Ya sudah kerjakan sendiri."

"Pelit banget sih, toh kamu tahu tentang ini, enggak ada simpati sedikitpun," gerutu Leandra seraya mengerucutkan bibirnya dan mengerjakan tugasnya.

Rigel senang sekali melihat Leandra marah seperti itu, baginya lucu.

"Aku kerjakan bagian B kamu yang A," seraya meraih buku yang ada di hadapan Leandra.

Leandra menyunggingkan senyum di bibirnya.

"Jangan salah sangka, aku senyum karena tugas loh ya."

"Enggak apa-apa, cantik saja."

Leandra hampir tersenyum kembali namun ia tahan karena rasa malunya.

"Kalau mau senyum ya senyum, enggak usah kamu tahan."

"Enggak kok."

"Habiskanlah susumu itu, selagi hangat."

"Susuku?"

"Iya."

"Mana bisa habis susuku, aneh."

Rigel menghela napasnya.

"Kamu bahas susu yang mana sih Lea, jangan buat aku bingung lagi ya. Ini kayaknya kamu yang pikirannya aneh."

Leandra tertawa melihat Rigel geram padanya.

"Iya, ini aku minum."

Mereka mulai mengerjakan tugas Leandra bersama, baru kali ini Leandra merasakan sangat dekat, bercanda bersama Rigel.

Waktu menunjukkan pukul 12 malam, Leandra benar-benar sudah tidak kuat lagi begadang padahal biasanya ia sering sekali tidur larut malam. Ia menaruh kepalanya di atas meja belajar dan langsung tertidur dan meninggalkan tugasnya yang belum dikerjakan.

"Yang punya tugas siapa yang mengerjakan siapa," gerutu Rigel melihat Leandra.

Karena Rigel khawatir jika Leandra terlalu lama tidur dalam posisi tersebut pegal maka terpaksa ia menggendongnya kembali ke atas tempat tidur dan menyelimutinya, namun ada yang berbeda. Sebelum ia kembali ke meja belajar, ia mengecup sekilas kening Leandra seraya memperhatikan wajah Leandra.

Rigel menyelesaikan semua tugas Leandra, karena ia merasa kasihan juga memang ia memahami tugas tersebut. Apalagi Leandra sudah menjadi istrinya tentu akan ia bantu.

Pukul 06.00 WIB

"Astaga Rigel! kamu kenapa enggak bangunkan sih?" kesal Leandra yang melihat Rigel sudah pagi pagi hari itu.

"Kenapa?"

"Aku belum selesai tugasnya, pagi ini dikumpul loh, ih kamu."

Rigel melihat Leandra panik tersenyum.

"Coba periksa dulu."

Leandra membuka-buka buku dan lembarang kertas yang sudah rapi bertumpuk. Semua tugas Leandra diselesaikan oleh Rigel.

Leandra tersenyum-senyum sendiri melihat tugasnya sudah selesai semua. Ia memandangi Rigel yang masih mengenakan handuk bahkan saat itu Rigel kebetulan memakai handuk putih hanya menutupi bagian pinggang sampai lutut saja.

"Kenapa? Kamu mau teriak lagi lihat aku begini?"

Leandra menggelengkan kepalanya dan masih tersenyum memperhatikan Rigel. ia menghampiri Rigel.

"Thank you," seraya memeluk Rigel yang tak berbaju itu.

'Sial, harum banget, astaga kenapa jantungku,' batin Leandra bergemuruh.

Rigel tertawa saja dan menikmati pelukan sekilas dari Leandra tersebut.

"Eh maaf."

"Mau lama lagi juga enggak apa-apa."

"Yee ngarep kamu mah, tapi beneran makasih banyak ya."

"Iya, jadi ini imbalannya ya?"

"Imbalan? Pelukan barusan maksudnya?"

"Atau ada yang lain?"

"Apaan, enggak ada ya. Itu tadi karena spontan saja."

"Mau spontan mau enggak terserah kamu, Lea."

Leandra mengernyitkan dahinya. Ia masih mencium aroma wangi Rigel dan mungkin juga menempel pada bajunya.

"Kamu pakai parfum ya?"

"Belum."

"Pakai apa? Wangi banget."

Rigel tertawa mendengar pernyataan yang tidak disengaja sepertinya.

"Oh aku memang selalu wangi, itulah kamu harus sering-sering meluk aku."

"Enggak bermanfaat Rigel, ah sudahlah aku mau mandi sebentar lagi kuliah."

Leandra segera ke kamar mandi untuk mandi dan bersiap-siap menuju kampus.

Setelah semuanya siap, ia membawa tas dan buku di tangannya terburu-buru ke depan rumah.

"Ayok buruan, nanti aku telat."

"Enggak, enggak."

"Buruan deh, Rigel."

Rigel segera mengemudikan mobilnya, beruntung memang pagi itu jalanan tidak terlalu ramai oleh kendaraan.

"Kamu yakin tugasnya betul semua? Enggak kamu cek dulu."

"Hah! Kamu kerjain tapi 'kan?"

"Iya, tapi kamu enggak mau cek."

"Aku sudah yakin kok, tapi awas ya kalau sampai salah," Leandra mengancam seraya menunjuk Rigel.

"Kalau betul semua apa imbalannya?"

"Kok minta imbalan mulu sih!"

"Bercanda, tapi kalau kamu mau enggak apa-apa."

"Iya, lihat saja nanti di rumah."

"Ngapain?"

"Enggak tahu, oh ini saja aku masakin yang enak, okay?"

"Enggak bisa yang lain?"

"Mau apa kamu?"

"Mau kamu."