Chereads / Dokter Tampanku / Chapter 7 - Peraturan Malam Pertama

Chapter 7 - Peraturan Malam Pertama

Leandra menatap Rigel sinis.

"Gila ya kamu, berani banget sih!"

"Loh aku hanya menawarkan, kalau saja kamu mau, aku dengan senang hati."

"Astaga ternyata kamu otaknya enggak beres sumpah."

Rigel hanya tertawa saja seraya menaruh ponselnya pada meja belajar Leandra dan menggulung lengan bajunya.

"Baju-baju yang ada di koper ke mana?"

"Dimasukkan dalam lemari sama Ibu!" jawab Leandra ketus.

Rigel membuka lemari tersebut dan mengambil handuknya. Setelahnya ia mandi. Di sisi lain Leandra bingung apa yang akan terjadi setelah ini, benar-benar tidak karuan dalam pikirannya.

Rigel yang sudah selesai mandi keluar hanya mengenakan handuk menutupi pusat hingga lututnya saja sedangkan dada bidangnya tidak tertutupi apapun. Ia tampak tidak berdosa melewati Leandra yang menganga.

"Heh! Kamu kenapa enggak pakai baju sih!" pekik Leandra seraya menutup mata dengan jarinya.

"Kamu kenapa?"

"Itu kamu pakai baju kenapa sih."

"Iya maaf, lupa enggak bawa baju karena biasanya aku pakai baju di depan lemari saja."

Leandra masih menutup matanya dengan jarinya namun dada bidangnya Rigel tetap terlihat di celah jemarinya.

Rigel mengambil bajunya lalu kembali ke kamar mandi, dan tidak lama kemudian ia keluar dari kamar mandi dengan mengenakan kaos hitam lengan pendek dan celana pendek selutut berwarna cream.

"Kamu kenapa pakai kaos hitam juga? Mau nyamain ya?"

"Kenapa percaya diri begitu, Lea. Aku bawanya ini saja dan kebanyakan kaosku berwarna gelap."

"Bohong."

"Besok lihat saja ke rumah kalau tidak percaya."

"Dih siapa juga yang mau tinggal di rumah kamu ya, ogah!"

Setelah rambut Rigel kering dan sudah rapi dengan sisirannya ia bersama Leandra di atas ranjangnya.

"Jadi kamu mau tinggal di mana? Kamu memang harus tinggal denganku."

"HAH! Aturan siapa itu?"

"Aturanku, karena kita sudah menikah enggak mungkin tinggal sama orang tua kamu, Lea."

Leandra mengernyitkan dahinya dan ia teringat jika malam ini adalah malam pertamanya bersama laki-laki yang sudah berstatus suaminya.

"Kamu tidur di lantai, aku enggak mau tidur sama kamu."

"Enggak bisa dong kita 'kan…" kalimatnya langsung dipotong oleh Leandra.

"Jangan bilang kamu mau minta hakmu sebagai suami? Enggak! Aku enggak akan mau."

"Kamu kenapa Lea? ini kamu yang mau sepertinya bukan aku. Kalau aku tidur di lantai yang ada besok aku sakit badan kamu mau tanggung jawab?"

"Loh kok jadi aku? Yang dokter kamu loh. Okay gini, karena enggak ada sofa juga dan enggak mungkin di ruang tamu karena ada Ayah nanti marah jadi satu ranjang denganku, tetapi dengan syarat."

"Okay, apa syaratnya?"

"Kamu enggak boleh menyentuh sedikitpun bagian tubuhku, ingat itu! Terus enggak ada hak suami apapun itu yang mengenai tubuhku, aku baru saja lulus SMA kamu tahu itu 'kan?"

"Iya."

"Iya doang?"

"Nanti kalau aku jawab enggak kamu marah."

"Awas ya jangan pernah menyentuh sedikitpun, aku enggak mau ternoda. Jangan pernah mencicipi bagian dari tubuhku."

"Tetapi tadi pagi aku sudah cium kamu."

Leandra membelalakkan matanya karena kesal.

"Itu 'kan paksaan beda lagi, ih kamu mah ngeselin ya, Om."

"Om? Kamu manggil aku Om?"

"Iya jadi apa? Kamu sudah tua dariku."

"Enggak ada istri yang manggil suaminya dengan sebutan 'om', Lea."

"Okay Rigel, bodoh amat kamu enggak suka juga, aku capek mau istirahat. Ingat jangan menyentuh!"

"Iya, Leandra."

"Eh sebentar kamu enggak marah 'kan kalau aku enggak kasih hak kamu? Nanti kamu mengadu sama Ayah?"

"Enggak," jawab Rigel singkat.

"Serius 'kan? Aku takut Ayah marah."

"Enggak apa-apa Leandra, lagian kamu juga enggak mau, buat apa aku paksa 'kan?"

"Tetapi kamu mau?"

Rigel mengernyitkan dahinya mengapa Leandra bertanya hal demikian.

"Ya-maulah, aku laki-laki normal. Tetapi aku enggak akan pernah memaksa, lagi pula kita ini dijodohkan."

"Okay. Bagus kalau pemikiranmu seperti itu. Pokoknya jangan mengadu sama Ayah."

"Enggak, tergantung kalau Ayah besok tanya bagaimana?"

"Ya jawab saja sudah, berbohong saja apa susahnya."

"Bohong itu berdosa, enggak sopan bohong sama orang tua."

"Ih kamu ngeselin banget sih, jadi kamu minta hak kamu?"

"Astaga enggak Leandra, kamu dari tadi mau tidur tapi bertanya terus."

Dengan kesal dan mengerucutkan bibirnya Leandra membelakangi Rigel dan mulai memejamkan matanya. Susah payah ia memejamkan matanya. Namun karena ia lelah akhirnya tertidur juga. Saat tidur Leandra terbiasa memeluk guling dan ketika ia membalikkan badannya pada Rigel ia memeluknya layak sebuah guling. Rigel yang merasakan hal tersebut pun bangun dan beruntungnya itu pun sudah menunjukkan pukul lima pagi.

Tangan Leandra dengan nyaman memeluk dada bidang milik Rigel. namun karena Rigel terbiasa bangun pagi dan harus menuaikan ibadahnya ia terpaksa membangunkan Leandra.

"Lea," panggilnya.

Tidak ada sahutan apapun dari Leandra, yang ada hanya mengeratkan pelukannya pada badan Rigel.

Terpaksa Rigel melepaskan tangan tersebut, akan tetapi lengannya terlalu kuat dan ia takut melukai Leandra. Ia menyentuh tangan Leandra dan akhirnya terbangun.

"Apa sih, ini masih pagi."

"Bisa lepas tangan kamu?"

Leandra belum sadar jika lengannya mengelilingi dada bidangnya Rigel yang lumayan atletis tersebut.

"Hah! Kok meluk kamu sih."

"Jelas 'kan siapa yang menyentuh, bukan aku tetapi kamu."

Leandra kesal dan bingung dengan dirinya sendiri.

"Sudah buruan lepaskan masih juga dipeluk, aku mau solat, Lea. Kamu juga 'kan?"

"Eh sorry enggak sengaja. Iya nanti aku menyusul."

Setelahnya Rigel segera membersihkan dirinya dan menunaikan solat shubuhnya.

"Mau solat berjamaah enggak?"

"Iya sebentar."

Akhirnya mereka melaksanakan salat shubuh bersama.

Bunyi murai sudah terdengar, Leandra segera membuka jendelanya yang lebar itu untuk menghirup udara yang segar.

Pagi itu mereka semua berkumpul di meja makan, tanpa terkecuali.

"Kak gimana tadi malam?" ledek Leonal yang duduk di samping Leandra.

"Apaan sih Leonal, kalau mau ngejek kagak usah makan di sini."

"Dih emosi terus, cepet tua entar."

"Kagak, aku awet muda."

"Lea, jangan berantem di depan makanan enggak sopan, Ayah 'kan selalu bilang itu."

"Iya Ayah," jawab Lea yang menginjak kaki Leonal.

Sedangkan Leonal hanya tertawa karena senang mengganggu kakaknya.

Semuanya sarapan pagi dengan damai tanpa ada keributan lainnya. Setelah itu Lea membantu Ibunya merapikan meja makan dan membawa piring kotor ke dapur.

"Rigel maafkan Lea kalau sifatnya begitu kekanak-kanakkan ya."

"Iya, enggak apa-apa lagian Rigel juga paham akan hal itu, Yah."

"Tetapi perlahan-lahan kamu ajarkan dia, ingat pesan Ayah dan Ayahmu juga."

"Pasti Rigel selalu ingat pesan itu."

"Oh iya bantu Lea juga kalau ia main keluar rumah jangan sering diperbolehkan, karena ia sudah mahasiswi sekarang."

"Lea sudah sah menjadi mahasiswi kedokteran, Yah?"