Pagi hari pukul 06.00 WIB
Mereka sudah di dapur bersama.
"Kata Ibu kamu sering masak sama Ibu?"
"Iya. Sekarang saja tidak lagi semenjak ada kamu."
"Loh kenapa?"
"Enggak apa-apa, takutnya kamu nanti enggak mau."
"Iya sih memang enggak mau."
Selesai membuat sarapan berupa roti panggang dan segelas kopi panas mereka sarapan bersama di meja makan.
"Kamu hari ini ada acara?" tanya Rigel yang antusias menunggu jawaban tidak dari Leandra.
"Ada."
"Apa? Di mana?"
"Di rumah, rebahan."
"Maksudku acara kampus atau apa begitu."
"Enggak ada kok, kenapa?"
"Setelah ini siap-siap belanja, oh iya ini uang bulanan untukmu," seraya memberikan uang empat puluh lembar seratus ribu, "untuk uang belanja dan keperluan lainnya nanti saja sekalian belanja," tambahnya.
"Buat aku?"
Rigel menganggukkan kepalanya.
"Untuk apa?"
"Ya terserah mau kamu pakai apa."
"Banyak banget."
"Aku kira kamu bakal jawab sedikit, ya pakai saja atau kamu tabung terserah kamu."
"Enggak apa-apa ya aku terima uangnya?"
"Ya harus diterima karena itu tanggung jawabku sebagai suami harus nafkahin kamu."
Leandra tersenyum mengambil uang tersebut.
"Terima kasih ya."
"Iya, Ayah enggak akan ngasih uang jajan sama kamu, karena kamu sudah tanggung jawabku dan kalau butuh apapun bilang, karena aku enggak tahu kalau kamu enggak bilang."
Leandra menganggukkan kepalanya perlahan.
Setelah mereka selesai sarapan, Leandra siap-siap untuk pergi bersama Rigel.
"Yok, jadi pergi 'kan?" tanya Leandra yang melihat Rigel di ruang kerjanya.
Rigel bergegas mengambil ponsel dan kunci mobilnya.
"Kamu enggak malu 'kan aku pakai baju begini?"
Rigel memandangi Leandra namun tak menjawab.
Saat itu Leandra berpakaian sangat santai, ia hanya memakai kaus oversize berwarna hitam dan celana warna hitam.
"Kamu enggak malu bawa aku begini 'kan?" Leandra bertanya kembali.
"Maksudnya?"
"Penampilanku begini."
"Sejak kapan kamu peduli dengan penampilanmu?"
Leandra menatap sinis Rigel.
"Iya Lea, aku enggak pernah mempermasalahkan apapun yang kamu pakai kecuali kalau kamu keluar rumah enggak pakai baju baru aku marah."
"Oh begitu."
"Kenapa?"
"Enggak kok."
Tidak lama kemudian mereka sampai di sebuah pusat perbelanjaan, krena hari itu memang hari libur jika tidak berangkat pagi akan sangat ramai sekali.
Mereka apapun yang mereka butuhkan termasuk kebutuhan kuliah Leandra dan juga pekerjaan Rigel.
Hari semakin siang dan pengunjung semakin banyak berdatangan.
"Lapar enggak?"
"Iya."
"Aku kira kamu bakal jawab enggak."
"Ngapain enggak, orang aku lapar."
Rigel tertawa memperhatikan istrinya.
"Mau makan apa?"
"Oh iya ada satu resto yang enak di sini," Leandra segera berjalan dengan semangat menuju resto tersebut.
Resto tersebut memang terkenal dengan makanan yang pedas sangat cocok sekali dengan Leandra yang begitu cinta pedas.
"Makanan pedas kamu mau 'kan?"
"Iya, nanti aku pesan yang tidak begitu pedas."
"Lemah."
"Kamu itu pikirkan juga kesehatanmu."
"Iya, iya pak dokter. Eh aku ke kamar mandi dulu ya kalau mau pesan duluan enggak apa-apa."
"Tunggu kamu saja."
Leandra segera pergi dan menuju kamar mandi. Setelah dari kamar mandi ia berjalan kembali ke resto untuk makan siang akan tetapi ada satu tangan yang menyeretnya menuju dekat gudang. Berhubung tempat itu lumayan sepi maka tidak terlalu kelihatan.
"Lepasin!" pekik Leandra seraya melihat dengan jelas jika yang menyeretnya adalah Adrian.
Leandra begitu kesal dan terus memberontak.
"Adrian kamu ngapain sih!"
"Aku sudah bilang 'kan, enggak akan memperbolehkan hidupmu bahagia tanpaku."
"Otak warasmu ke mana sih? Jangan gila dong Adrian."
"Kamu itu harus nurut denganku, aku masih pacarmu."
"Enggak! Aku ini sudah punya suami."
"Kamu tega banget mengkhianatiku.'
"Yang memulai siapa? Kamulah yang memulainya Adrian, sekarang aku sudah bahagia dengan kehidupanku.'
"Cerai saja dengan suamimu."
"Enggak! Dia jauh lebih baik darimu."
"Apa hebatnya dia?"
"Kamu tanya hebatnya seolah kamu paling hebat saja di dunia ini."
"Aku enggak mau tahu pokoknya kamu harus ikut denganku!" Adrian mencengkeram pergelangan tangan Leandra sampai memerah.
Sekuat tenaga Leandra memberontak dan akhirnya ia berteriak meminta tolong.
"Tolong! Siapa pun kalian tolong aku," teriak Leandra hingga akhirnya Rigel sayup-sayup mendengar suara tersebut.
Kebetulan kamar mandi yang Leandra kunjungi dekat dengan resto tersebut. Beberapa orang juga menuju suara teriakan Leandra.
"Lepasin please Adrian, aku enggak mau buat masalah denganmu."
"Oh kamu sengaja teriak supaya aku malu? Jawab!" seraya mencengkeram lebih kuat.
"Rigel!" pekik Leandra yang senang melihat suamianya tiba.
Bruk!
Leandra dengan sengaja didorong oleh Adrian hingga mengenai dinding, bukan hanya itu saja Leandra terluka karena begitu kerasnnya Adrian mendorong tubuhnya. Adrian berlari akan tetapi security yang sigap segera menangkap Adrian dan membawanya ke kantor mereka.
"Aww!" rintih Leandra kesakitan dengan kening yang berdarah.
Rigel segera meraih tubuh Leandra dan menyibakkan rambutnya untuk melihat luka yang ada pada kening Leandra.
"Mbak, adakah p3k di sini?" Rigel bertanya pada pelayan resto yang juga melihat kejadian tersebut.
"Oh iya sebentar."
Beberapa orang berkerumun di sekitar tempat kejadian namun segera dibubarkan. Karena tempat tersebut sempit dan pengap karena dekat gudang maka Rigel terpaksa menggendong Leandra ke dalam resto karena itulah tempat yang paling dekat.
Leandra jatuh pingsan karena merasakan kepalanya yang begitu pusing hebat.
"Lea?" Rigel mencoba membangunkan.
"Ini obat-obatannya," ucap pelayan resto seraya memberikannya. "Apa tidak ke rumah sakit atau panggil ambulance saja ya?"lanjut pelayan resto tersebut.
"Enggak usah mbak saya obati dulu saja lukanya," ucap Rigel yang mulai mengobati luka Leandra.
Rigel membersihkan lukanya dahulu barulah ia mengobati dengan alat dan obat seadanya.
"Aww," rintih Leandra yang terbangun dari pingsannya.
"Maaf sebentar," Rigel menyibakkan rambut Leandra karena ingin menempekan plester pada kening Leandra.
"Dia sudah pergi 'kan?"
"Sudah aman di kantor security."
"Aduh maaf ya aku malah begini padahal mau makan."
"Enggak apa-apa, jadi lanjut mau makan?"
Leandra menganggukkan kepalanya. Mereka mulia memsan makanan dan akhirnya selesai sudah makan siang mereka. Rigel membayar makanan tersebut seraya mengembalikan p3k yang ia pakai.
"Sekalian sama obat yang saya pakai berapa mbak?"
"Oh enggak usah, enggak apa-apa."
"Tapi tadi obatnya dipakai."
"Iya tidak apa-apa, semoga saja mbaknya cepat sembuh. Oh iya maaf lancang bertanya masnya ini dokter ya?"
"Terima kasih mbak, iya mbak. Ada apa?"
"Oh pantas saja enggak terlalu panik dan langsung bisa mengobati."
Rigel hanya tersenyum saja seraya berpamitan dan mengajak Leandra pulang ke rumah.
"Masih pusing?" tanya Rigel saat mereka sudah di dalam mobil.
"Sedikit," jawab Leandra singkat.
Rigel tidak berkata apapun, ia mengendarai mobilnya dan berhenti di rumah sakit. Leandra pun terkejut. Perjalanan mereka saat itu memakan waktu amat lama sekitar 4 jam lamanya Karen amacet. Akhirnya mereka sampai saat sore hari.
"Kok ke rumah sakit?" tanya Leandra penasaran.
"Periksa lukamu."
"Hah, eh enggak usah."
"Turunlah," ucap Rigel seraya turun dari mobil.
"Tapi…" kalimatnya terhenti dan turun dari mobil menghampiri Rigel.