Deruman motor Nino terdengar menjauh. Suara gemuruh menghiasi langit malam yang disertai dengan kilatan petir. Sebentar lagi akan hujan dan Disha belum beranjak dari sana. Sebelum seseorang membawanya ke tepian ruko di samping resto itu, menutup kulit Disha yang terbuka dengan jaket.
Sebuah tangan kekar melingkupi tubuhnya. Membuat Disha sesaat merasa hangat dalam dekapan orang itu. Ia menoleh ke belakang, pemilik jaket yang memberinya kehangatan.
"Jason?"
Disha mengernyit menatap pria yang kini sedang membetulkan jaketnya di punggung Disha.
Bagaimana bisa pria itu di sini? Bukankah beberapa waktu lalu Jason bilang bahwa ia sedang sibuk-sibuknya mengurusi proyek di Banyuwangi?
"Kamu ngapain di sini?"
Tak ada jawaban dari Jason.
"Answer me, Jas. What are you doing?"
Jason mengusap lembut lengan Disha yang terbuka. Dingin. Kulit mulus itu kedinginan. Alih-alih menjawab pertanyaan si wanita, Jason malah memasangkan jaketnya di kedua lengan Disha hingga menaikkan resletingnya.
Ia mendongakkan wajah, menatap langit malam yang tampaknya akan turun hujan. Ini gerimis kecil, tanpa bintang, kilat di mana-mana. Dibawanya tubuh wanita itu memasuki mobil yang tak jauh dari tempat mereka berdiri.
Jason memacu mobilnya meninggalkan resto yang masih ramai pengunjung. Sementara Disha kebingungan. Ia tak ingin bertanya lagi, tapi sampai kapan mereka berdua diam seperti ini?
Jason hanya membisu sedari tadi. Bukannya membuka suara, malah menyetel musik yang tersambung dengan ponselnya.
Lagu milik Olivia Rodrigo yang sedang hype akhir-akhir ini menjadi pilihannya. Disha tau lagu-lagu sang penyanyi asal Amerika itu. Rupanya Jason juga mengikuti trend kawula muda masa kini.
Alih-alih merasa tenang, ia justru kembali merasa terluka dengan lagu yang baru saja diputar.
🎵
You betrayed me
And I know that you'll never feel sorry, for the way I hurt
You talk to her when we were together
Love you at your worst, but that didn't matter
It took you two weeks, to go off and date her
Guess you didn't cheat, but your still a traitor
🎵
Tanpa terasa buliran bening kembali meluncur di wajahnya. Lagu Rodrigo berjudul Traitor membuatnya hatinya bak ditimpa ribuan ton beban berat.
Lagu ini mengisahkan tentang pengkhianatan seorang pria kepada kekasihnya. Di mana si pria ini dekat bahkan berkencan dengan wanita lain ketika mereka masih berhubungan. Dan tanpa merasa bersalah, pria ini meneruskan perilaku brengseknya tanpa memikirkan perasaan sang kekasih yang hancur lebur.
Relate sekali bukan dengan Disha?
Tentu, tak bisa dipungkiri bahwa Disha mengaitkan lirik lagu itu dengan kisahnya. Karena ia betul-betul mengalaminya saat ini. Sakitnya dikhianati kekasih yang selama ini ia perjuangkan. Bahkan Nino balikan dengan sang mantan tanpa memikirkan bagaimana hancurnya hati Disha.
Nino, si brengsek yang tak tau diri. Dipertahankan malah pergi.
Jason yang semula fokus dikemudinya pun gelagapan melihat Disha yang makin tersedu-sedu. Dari suasana yang ia baca, Jason tau bahwa Disha dilukai oleh pacarnya. Dan ia memilih diam, membiarkan Disha merenung, menikmati sakitnya, untuk kemudian bangkit dari keterpurukan.
Lagu yang sedang mengalun diantara mereka itu pun terhenti. Jason menjedanya sebab merasa tak enak hati dengan Disha yang malah merasa relate terhadap liriknya.
"Dis, aku minta maaf. Aku nggak bermaksud--"
"It's okay, Jas. Bukan salahmu kok."
"Em, okay. Aku antar pulang ya?"
Wanita itu mengangguk sambil memaksakan sebuah senyuman di wajahnya. Ia tak ingin tanya lagi dengan Jason soal mengapa pria itu bisa ada di sini. Disha memilih bungkam dan hanya menunjukkan arah rumah Ines.
Keduanya larut dalam hening. Tak ada suara maupun musik yang semula ada menjadi tiada. Jason sibuk dengan jalanan yang masih ramai. Disha sibuk dengan hubungannya yang kini usai.
Tidak ada lagi yang bisa ia pertahankan. Seperti yang ia janjikan tadi, dirinya akan melepas Nino jika memang pria itu tak mencintainya lagi. Disha akui ia bodoh. Tapi manusia bisa apa kalau tiba-tiba dibuat buta oleh cinta?
'Aku enggan merespon yang hadir, hanya untuk mengejar kamu yang terus berlari.'
'Aku banyak menolak yang datang, hanya untuk menjaga hatimu yang nyatanya tak peduli.'
'Aku sering mengabaikan yang memberi hati, hanya untuk mempertahankan kamu yang ingin pergi.'
Demikian tiga bait sajak yang ada di pikiran Disha saat ini. Ia hanya bisa berucap dalam hati. Meresapi semua luka yang ia terima seorang diri. Ia belum bisa menceritakan ini kepada manusia lain.
Sebab ketika memori itu diputar, hatinya seakan ditusuk ribuan belati tak kasat mata. Yang mungkin saja bisa membunuhnya secara perlahan.
Kita tak akan tau sampai kapan luka itu menganga. Sampai kapan rasa sakit itu ada. Yang pasti, jangan terjerumus di lubang yang sama. Karena buat apa mengulang cerita kalau kita sudah tau endingnya kayak apa?
Mobil mewah Jeep Rubicon itu berhenti di depan gerbang sebuah rumah 2 lantai. Jason tak banyak tanya, ia hanya ingin mengantar Disha pulang, itu saja.
"Kamu boleh pikirin kejadian tadi, tapi jangan sampai begadang, nggak baik." Jason tersenyum lalu mengusap puncak kepala Disha. "Kalau butuh sesuatu hubungi aku. Jangan lupa tidur nyenyak. Selamat malam, Disha."
Hati Disha menghangat mendengar penuturan dan perhatian yang diberikan Jason padanya. Ia membalas senyuman pria itu. "Aku belum bisa cerita banyak untuk saat ini. Makasih ya, kamu hati-hati pulangnya. Selamat malam juga, Jason."
Setelah melambaikan tangan pada mobil yang menjauh itu, Disha menatap langit malam. Ah- tak jadi hujan rupanya. Tadi cuma suara gemuruh dan gerimis kecil saja.
Langkah kaki jenjang itu memasuki area rumah bosnya. Tampaknya belum ada tanda-tanda si pemilik pulang. Beruntung, jadi Disha tak perlu memikirkan jawaban dari cercaan pertanyaan yang mungkin dilontarkan Ines padanya.
****
"See you, bye." Ines melambaikan tangan pada Saga yang kini memacu mobil menjauh dari pekarangan rumahnya.
Pukul 10 malam. Ines tak sangka akan selarut ini dirinya pulang. Setelah diculik Saga pada pukul setengah 7 tadi untuk mengunjungi pameran budaya di alun-alun kota, ia memang tak buka HP sama sekali. Sampai-sampai tak tau berapa jam yang sudah ia lewatkan di sana.
Dahinya berkerut kala menemukan keramik rumahnya ada jejak sepatu yang sedikit basah disertai tanah. Seperti habis menginjak sesuatu yang becek.
Tadi memang gerimis, sepatu yang ia kenakan pun basah. Tapi kenapa sepatu Disha juga ikut basah? Memangnya asistennya itu habis pergi dari mana? Enggan berspekulasi liar, Ines langsung masuk ke kamar Disha.
Asistennya itu tengah meringkuk dibalik selimut. Jika hanya menyembul dari pintu, mungkin Ines tak tau bagaimana wajah Disha saat ini. Si model ini terperangah mendapati Disha bermata sembab dengan wajah penuh make up yang telah luntur sebagian.
Tunggu, bahkan dibalik selimutnya Disha mengenakan dress. Ines tak mengerti habis dari mana dan ada apa dengan asistennya ini. Untuk sekarang Disha tampak lelah, mungkin besok bisa ia tanyakan.
Saat memegang knop pintu hendak keluar, mata Ines tak sengaja menangkap sebuah jaket hitam yang ditanggalkan dekat almari pakaian. Dihampirinya benda itu, diamatinya lama.
Jaket milik pria, jelas bukan punya Disha. Lalu siapa?
****
Diselingi kisah Disha dikit🦭
Koleksi bila suka, bagikan bila berkenan💙