Slit floral dress warna hitam menjadi outfit pilihan model cantik ini. Sebelah pahanya yang putih mulus itu terlihat sedikit oleh potongan dress yang terbuka. Meski hanya sebatas lutut, namun dress itu mampu membuat pemakainya tetap anggun bak wanita-wanita korea. Tak lupa, sebuah sandal teplek warna peach dengan payet transparan seakan turut memperindah kaki jenjang Ines.
Disha. Wanita itu kini telah mengenakan baju renang. Seperti yang sudah direncanakan kemarin, ia akan snorkeling pagi ini. Ralat- tidak pagi juga, sudah menjelang siang sebab sebentar lagi pukul 10.00 tepat. Hanya Disha. Ines tak mungkin ikut snorkeling karena lututnya masih diperban. Ia memilih untuk cari aman saja.
Wanita berkacamata hitam itu mengalungkan sebuah kamera DSLR milik Disha. Karena si empunya akan langsung terjun snorkeling setelah ini. Niatnya untuk memfoto aksi Disha ketika snorkeling nanti. Namun apa daya, Ines yang tak memiliki bakat fotografi itu hasil bidikannya jauh dari harapan Disha.
Asisten muda itu pun menggerutu sebal, bayangan akan memiliki sebuah foto estetik dirinya sendiri pun menguar seketika. Hasilnya malah ngeblur sana sini, tidak simetris, angel tidak kena, dan hal buruk lain yang berkecamuk di kepala Disha.
Apa semua model memang hanya bisa berpose? Padahal tiap kali ada pemotretan mereka selalu melihat kamera, kan? Tidak adakah ilmu para fotografer yang mereka dapat?
Suara Disha dalam hati. Wanita itu mana berani mengatakannya di depan Ines? Minta dipotong gaji namanya.
"Nggak perlu ditekuk juga mukanya dong, Dis! Next time kalo kita liburan lagi aku ajak Kak Andrew deh." Bujuk rayu Ines demi mengembalikan mood asistennya.
"Siapa Kak Andrew?"
"Fotografer andalan aku. Kamu nggak akan menyesal sama hasil jepretannya dia kok. Kapan-kapan aku bawa dia sekalian kalo liburan."
Wajah yang semula cemberut itu seketika sumringah. Menampilkan raut antusiasnya. "Serius Mbak? Mau nyewain fotografer buat foto aku?"
Ines hanya mengangguk sebagai jawaban. Lalu kemudian tubuh idealnya dipeluk Disha dari samping.
"Aaa, sayang pol sama Mbak Ines. Muah." Tak lupa sebuah kecupan simbolis disematkan Disha ke pipi Ines. Meski tak sampai menyentuh pipinya, Ines tetap bergidik ngeri lantas menjauhkan tubuhnya dari wanita itu.
"Ekhem." Sebuah suara bariton mengejutkan keduanya.
Ines dan Disha terperangah dibuatnya. Pria itu... ia si peselancar yang menuntun Ines balik ke hotel kemarin.
Reinal namanya.
"Apakah aku mengganggu kalian?" Ucap pria itu.
Bak ditempa durian runtuh di siang bolong, pria itu menghampiri mereka dengan tubuh topless alias bertelanjang dada. Mata Ines dan Disha seketika terbelalak dibuatnya.
Terpampang begitu jelas bahu kekar nan berotot milik Reinal. Ines jadi membayangkan, bagaimana bila ia bersandar di bahu pria itu? Ah, pasti akan terasa nyaman sekali, bukan? Bisa-bisa ia terlelap berjam-jam hanya dengan tidur di bahu lebar Reinal.
Mata Ines beralih turun ke dada bidang pria itu yang menonjolkan uratnya di sana, membuat Ines halusinasi mendadak. Oh, betapa hangatnya bila dipeluk pria itu di tengah malam, di dalam hotel, di dekat pantai pula. Syahdu sekali bukan?
Oh- tunggu, jangan lupakan perut sixpack itu! Roti sobeknya teramat menggoda iman. Ines bukannya tak pernah melihat benda itu di perut pria lain. Namun roti sobek milik Reinal begitu lebar dan berotot. Hasrat ingin menyentuh benda itu menggebu-gebu di dadanya. Sial! Pasti sangat lezat bermain-main di sana.
Bahu sudah, dada sudah, perut sudah, baik mari turun lagi.
Oh sialan! What the fuck?! Apa yang ada di balik boxer ketat nan basah itu. Ayolah, author tak perlu memberitahu kalian apa isinya, kan? Sepertinya pria itu habis menyelam, sebab dari dari ujung rambut hingga kakinya basah semua. Karena basah itulah yang membuat boxer Reinal menjiplak jelas panggul dan paha pria itu. Yang di dalam sana juga pasti menggairahkan. Besar, panjang, berotot, juga- memuaskan mungkin?
Shit! Apa-apaan?! Kenapa pikiran Ines ngelantur kemana-mana?! Kalian juga pasti, iya kan?
Wanita itu seketika memalingkan wajahnya dari Reinal. Ia malu sendiri karena sudah berpikiran begitu liar hingga berani halu tentang body macho pria itu. Padahal Reinal tak tau apa yang ada di pikiran Ines.
Disha yang mendapati bosnya membuang wajah dengan raut merah padam bak kepiting rebus sudah menebak apa yang terjadi. Wanita itu pun mencoba mencairkan suasana.
"Eh, Reinal. Sendirian aja?" Disha tersenyum kikuk.
Pria itu hanya mengangguk sembari tersenyum ramah, meski ia bingung dengan suasana canggung ini. Ada apa dengan Ines sebetulnya?
"Jason nggak ikut?" Tanya Disha kemudian. Jason adalah pria peselancar kemarin yang menolong Disha membawakan goodie bag serta tas kedua wanita itu.
"Nggak mau dia. Tadinya mau kesini juga menghampiri kamu, tapi nggak jadi. Katanya kamu cuek gitu, chat dia nggak dibalas dari kemarin. Ya dia pikir kamu nggak respect duluan, jadi ya udah aku tinggal aja."
Disha hanya mengangguk seraya menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Wanita itu memang tak berniat membalas pesan Jason. Dia memilih setia dan menunggu kabar dari Nino- pacarnya, meski uring-uringan karena tengah malam baru mendapat kabar.
Dalam hubungan lebih baik mempertahankan selagi mampu, ketimbang membuka hati untuk orang baru.
Karena bersama orang lama kita sudah tau seluk beluknya, sementara orang baru kita harus adaptasi dari semula.
"Iya Rei, sengaja. Bilangin sekalian ke Jason, aku punya pacar. Bukannya cuek, cuma aku jaga perasaan pacarku aja."
"Well, nanti aku bilang ke dia." Timpal pria itu lagi.
Sementara Disha yang memahami maksud dan tujuan Reinal kemari pun langsung menyingkir.
"Udah sini kamu duduk aja sama Mbak Ines. Aku mau ke sebelah sana dulu, ambil foto estetik." Disha terkekeh sebelum meninggalkan dua sejoli yang duduk berdua di atas kursi panjang.
"Semalam tidurnya gimana, Nes? Nyenyak?" Tanya Reinal langsung over perhatian tanpa basa-basi.
"Aku tidur sekitar jam 02.00 dini hari, Rei. Susah tidur karena begah. Kalap makan gara-gara Disha tuh." Ines berujar dengan wajah cemberut. Namun malah terlihat menggemaskan di mata Reinal.
"Kenapa nggak balas chatku? Aku terakhir chat kamu hampir jam 00.00. Terus nggak dibalas aku kira kamu udah tidur makanya aku nggak chat lagi."
"Aku nggak balas chat kamu karena udah larut malam, kupikir kamunya udah tidur juga. Kalo aku balas chat takutnya ganggu."
Hah! Pedekate yang lucu.
Reinal malah terkekeh lantas mengusap puncak kepala Ines. "Tadi sarapan apa?"
"Aku makan bubur ayam tadi, sama oatmeal juga. Kamu udah?"
"Udah tadi sarapan di warung pojok sama Jason."
Ines hanya mengangguk, ia tak tau harus ngobrol yang seperti apa. Karena ia tak pernah dekat secara intim selain Saga dan partner modelnya di agensi.
"By the way, kamu cantik banget hari ini, Nes."
Sebuah pujian yang keluar dari mulut Reinal membuat si empunya tersipu malu. Meski pujian semacam itu sudah sering kali ia dengar dari mulut orang-orang, namun ungkapan dari orang baru tetap membuatnya blushing.
"Mau main sepeda sama aku?"
Wanita itu mendongak. "Lututku belum bisa diajak ngayuh sepeda, Rei."
"Kamu bonceng aja di belakangku."
Ucapan terakhir Reinal membuat Ines meyakinkan dirinya untuk mengiyakan ajakan pria itu. Tampaknya saran semalam yang dibilang Disha perlu ia pertimbangkan. Bahwa dirinya memang harus membuka hati lebih luas lagi. Karena tak mungkin bila ia terus menutup diri sementara Saga selalu merasa punya hak atas dirinya. Mungkin itu juga yang membuat Saga selalu menempel pada Ines. Ya karena wanita itu hanya memiliki Saga sebagai teman dalam segala hal.
Setelah mengganti boxer basahnya dan mengenakan kaos, Reinal mulai mengayuhkan sepeda mini itu dengan hati-hati. Tak lupa ia tarik tangan Ines untuk berpegangan pada perutnya yang kini tak telanjang lagi. Bisa pingsan Ines kalo harus bersentuhan langsung dengan roti sobek itu.
Oh, bukan main berdesirnya hati Ines. Jantung wanita itu bertalu ketika kedua tangannya melingkar di perut sixpack pria yang memboncengnya.
"Awas, Nes! Di depan tanahnya bergelombang." Peringat Reinal.
Benar saja, tubuh mereka melambung bersamaan dengan sepeda yang melewati tanah bergelombang. "Aw, ahahaha."
Wanita cantik itu tertawa, Reinal pun sama. Ya, ia kini bertekad akan membuka hati pada siapapun yang mendekatinya. Asal mereka datang dengan cara baik-baik, Ines akan menyambut dengan baik pula.
****
Salam kenal dari Reinal💙
Terus dukung MAKE ME YOURS🦭