"Disha! Ke atas cepet!" Teriak Ines dari lantai 2. Wanita itu gelagapan saat melihat jam dinding di kamarnya. Pukul 08.00 dan ia baru bangun. Padahal jam 09.00 harus ke agensi, dan sebelum itu, Disha harus ke sana lebih dulu mengambil properti.
Astaga, iya juga. Apakah-
"Dis, kamu udah ke agensi belum? Ini udah jam 08.00, propertiku belum kamu ambil ya?"
Sementara di bawah sana...
"Allahu! Iya ya. Aku belum ke kantor agensi. Aduh pie?!" Ujar Disha bermonolog. Ia pun tak kalah gelagapan dari Ines. Gara-gara semalam telponan sama Saga, ia sampai bangun kesiangan.
"OTW Mbak." Teriaknya lagi. Tanpa mandi, ganti baju, apalagi skincare-an. Ayolah, jangan lupakan ia yang sejatinya gadis desa polos dan tak suka ribet-ribet.
Disha yakin Ines mendengar teriakannya barusan. Jadi ia tak perlu lagi pamitan ke atas. Baru menyalakan mesin motor, sebuah mobil mewah Alphard putih memasuki pelataran rumah.
Seorang pria bertubuh tegap keluar dari mobil tersebut. Sebuah buket bunga mawar dan satu parsel berisi buah-buahan ia tenteng di tangan kanan dan kirinya.
Siapa lagi kalau bukan Saga?
"Kemana?" Sapa pria itu saat melihat Disha hendak melajukan motornya.
"Mau ke agensi ambil propertinya Mbak Ines. Mas Saga sendiri ngapain?"
"Jenguk Ineslah. By the way, yang semalam nanti nggak usah dibahas." Setelah mengatakannya, pria itu langsung masuk ke dalam rumah.
Ya ya ya, Disha akui ia memang bodoh. Tentu saja Saga kemari untuk menemui Ines, ya kali mau ketemu dia, haha.
Jangan lupakan sifat Saga yang posesif itu. Ines terjatuh saja over perhatian. Gimana kalau sampai Ines masuk rumah sakit? Disha yakin pria itu pingsan seminggu baru bangun.
Derap langkah kaki lebarnya menaiki anak tangga satu persatu. Dengan hati berbunga, ia siap menemui Ines dengan look-nya kali ini yang stylish ala dirinya sendiri.
Memilih gaya sporty casual, dengan memadukan hoodie hitam polos dan regular black jeans. Sentuhan akhir, pakai white sneakers puma, he's done!
Saat ia membuka pintu kamar Ines, wanita itu tengah merias dirinya di depan kaca. Jumpsuit pinky yang ia kenakan menambah kesan fresh pada riasannya yang natural look.
Ines terperanjat ketika mendapati Saga membuka pintu kamarnya. Pria itu menyelonong masuk tanpa babibu lantas meletakkan buket bunga di atas ranjang, dan parsel buah di atas nakas.
"Mau kemana?" Tanya Saga dan memilih duduk di ranjang wanita di depannya.
Ines mengernyit heran. "Kamu ngapain kesini?"
Pria itu mengulas senyum tipis, terbiasa dengan sifat Ines yang satu itu. Ditanya malah balik nanya.
"Nggak perlu ke agensi, aku udah minta ke Kelly untuk memberi kelonggaran waktu buat photoshoot kamu hari ini." Seolah mengerti, pria itu menyampaikan hasil negosiasinya semalam dan pagi tadi dengan pihak agensi.
"Hah?!" Ines mengerjapkan matanya.
"Sebenarnya aku udah minta ditunda lain hari acara photoshoot dan presentasinya. Tapi Kelly bilang nggak bisa, karena memang semua schedule sudah diatur sedemikian rupa. Jadinya cuma bisa mengajukan kelonggaran waktu sampai jam 12.00 siang. Dan untuk Gema Buana Modeling School, aku langsung menghubungi Madam Eliza untuk mengganti hari pelatihan. Dia setuju lalu ditunda jadi besok dan para talent udah dikasih tau juga." Imbuhnya lagi, panjang dan jelas. Hal itu malah membuat Ines melongo ditempat.
"Kamu- reschedule semua acara aku hari ini... why?"
Wanita itu memandang Saga terheran. Untuk apa Saga mereschedule acaranya sampai seperti ini? Bahkan tanpa Ines tau, Saga telah menghubungi pihak yang bersangkutan tanpa ia minta.
"Ya buat apalagi kalau bukan kebaikan kamu, sweetie? Mana bisa aku lihat kamu photoshoot dan presentasi lama-lama? Mana abis itu masih harus melatih talent berjam-jam berdiri pula. Buat berjalan aja masih kelihatan pincang."
Tanpa diduga, Ines beranjak dari kursinya lalu memeluk Saga erat-erat. Si empunya yang tak siap pun hampir saja terjungkal ke ranjang kalau saja tak ia tahan dengan sebelah tangannya.
Menetralisir jantungnya, Saga tak menyangka akan mendapat respon seperti ini oleh wanita yang ia panggil sweetie itu.
"You're the best friend and work partner I have ever had."
Seulas senyum terbit di bibir sexy pria itu kala mendengar ucapan Ines. Manis sekali. Sayangnya, Ines tak melihat senyuman itu. Senyuman yang jarang Saga tunjukkan.
Punggung ramping yang sedikit terbuka oleh potongan jumpsuit itu dielus Saga dengan lembut. Dibalasnya pelukan itu tak kalah erat. Ia tau sejauh apapun ia pergi, Ines akan tetap menerima dirinya. Karena selama ini, wanita itu sudah sering melakukan segala hal bersamanya. Hanya bersama Saga.
"Duduk." Titah Saga.
Setelah mengurai pelukan, Saga bisa melihat mata indah bersoftlens hazel itu berkaca-kaca. Terharu mungkin?
"Kenapa, hm?"
Ines menggeleng pelan. "Aku pikir selama ini aku tak pernah bergantung pada siapapun termasuk kamu. Tapi nyatanya peran kamu di hidup aku memang sebegitu pentingnya. Hal-hal yang aku pikir nggak bisa dan nggak mungkin, semua kamu patahkan dengan aksimu. Yang bahkan aku saja nggak habis pikir dengan itu."
Setitik buliran bening meluncur ke pipi mulusnya. "Kamu adalah teman sekaligus rekan kerja terbaik, Ga. Aku nggak tau kebaikan apa yang sudah aku lakukan di masa lalu hingga Tuhan mendatangkan sosok sepertimu di hidup aku. Jangan pergi ya, jangan berubah untuk menjadi sosok yang selalu hadir buat aku."
Saga bisa melihat raut wajah Ines yang begitu tulus saat mengatakannya. Tangan kekarnya mengusap lembut air mata Ines. Benar-benar tulus hingga rasanya seperti dibuat terbang.
"You're ugly when you crying." Ujarnya seraya terkekeh.
Ines pun demikian. "Ayo turun! Aku nggak mau ART-ku mikir yang nggak-nggak kalau kita di dalam kamar terus-terusan."
"Saga ih, ayo!" Ajaknya lagi, menarik tangan Saga ketika pria itu tak kunjung beranjak dari kasur.
Keduanya menuruni tangga dengan Saga memeluk pinggang Ines kalau-kalau ia terpeleset karena kakinya yang belum pulih. Beberapa ART yang sibuk bersih-bersih di bawah segera menyingkir. Memberi ruang bagi nyonya dan seorang pria- yang entah apa hubungannya dengan nyonya mereka- sampai di lantai 1.
"Bagaimana caramu meyakinkan Madam Eliza? Aku malah nggak enak sama dia nanti."
"Dia ngerti. Model semultitalent dan seprofesional kamu nggak mungkin absen dari tanggung jawab jika bukan karena hal yang mendesak. Tadi di telepon, 'Madam, kakinya diperban gara-gara jatuh waktu di pantai dan Ines belum bisa jalan sampai sekarang. Kalau mau kemana-mana harus digendong dulu. Kasian, kan? Nanti anak-anak talent malah dapat pelatihan runway nggak maksimal kan rugi juga mereka', aku bilang gitu."
Ines tertawa terpingkal-pingkal dibuatnya. "Bisa-bisanya loh bilang gitu! Padahal aku masih bisa jalan dan nggak perlu digendong juga. Mendramatisir keadaan aja kamu, Ga!"
"Ya bodolah. Nyatanya itu berhasil bikin Madam Eliza menaruh simpati dan mau menunda jadwal pelatihan siang ini." Lantas mereka terkekeh.
Kedua sejoli itu menghabiskan waktunya di sofa ruang santai dengan mengobrol kesana kemari. Dari mulai Kelly- staff agensi yang bertugas mengatur jadwal- yang kolot tak ingin memberi kelonggaran waktu. Hingga janjian dengan pihak brand pakaian yang susah ditemui karena pada saat itu masih terlalu pagi.
Bruk
Sebuah suara barang jatuh mengejutkan Ines dan Saga yang membelakangi pintu utama.