Sore itu, kembali ke dalam kastil.
Tuksedo hitam, membalut tubuh tinggi dan berotot, Lennox. Rambut hitamnya yang sedikit panjang, diikat dengan model manbun. Janggut tipis, menghiasi wajahnya dan memberi kesan maskulin. Lennox berbeda dengan Rigel, yang selalu memperhatikan penampilan. Lennox bukan pria pesolek, tetapi rapi dan bersih adalah hal utama.
"Ini, Tuan," ujar Peter Qin dan menyerahkan sepasang manset, bertahtakan batu mulia berwarna gelap, dengan satu buah dasi kupu-kupu.
Lennox menerima barang tersebut dan menyempurnakan, penampilannya.
"Apakah Rigel dan Eros, sudah kembali?" tanya Lennox.
Kastil ini, begitu besar. Untuk menemukan salah satu dari mereka, cukup sulit. Namun, entah bagaimana pelayan ini, tahu jika salah satu dari mereka kembali.
"Tuan Eros, telah kembali dan sekarang berada di ruang teater. Sedangkan Tuan Rigel, keluar sedari pagi dan belum kembali," jawab Peter Qin, sopan.
"Tanyakan kepada Eros, apakah dia mau ikut bersamaku pergi ke perjamuan," perintah Lennox. Dari mereka bertiga, Lennox lebih prihatin terhadap Eros. Dihadapi dengan kematian setiap saat dan keluar masuk neraka, tentu tidak mudah.
"Tuan Eros berpesan, agar tidak diganggu," jawab Peter Qin.
Lennox, mengangguk. Tidak lagi bertanya, ia berjalan ke arah depan kastil. Di sana mobil mewah berwarna hitam, sudah menunggu. Supir membukakan pintu mobil dan Lennox, masuk. Ia tidak menggunakan helikopter, karena akan menarik perhatian. Apalagi, malam ini banyak reporter yang diundang.
Mobil sedan mewah membelah jalanan sepi, tengah hutan. Matahari mulai terbenam, tanda hari mulai malam.
Lennox menatap keluar jendela, menatap deretan pohon yang cukup lebat. Berpikir, berapa lama lagi, ia akan terjebak dalam kehidupan seperti ini? Ia begitu ingin kembali ke Alam Langit, kembali menyandang gelar sebagai Dewa Perang.Memimpin ratusan ribu pasukan Alam Langit, untuk mengemban tugas. 300 tahun di dunia fana, sama dengan 300 hari di Alam Langit. Tahun-tahun yang dilewati di dunia ini, terasa begitu lambat dan membosankan.
Di sudut kota yang lain, tepatnya di klub malam ternama.
Rigel menari ditengah kerumunan wanita cantik. Tubuh mereka menari, mengikuti irama musik yang memekakkan telinga. Lampu penuh warna dan bola kristal, berputar di atas kepala mereka. Hari ini, iblisnya begitu menutut. Padahal tadi siang, ia sudah bercinta dengan seorang wanita muda dan sekarang, ia masih menginginkan kehangatan wanita lagi.
Kali ini, ia menginginkan dua wanita sekaligus. Gayanya yang modis, serta begitu royal, membuatnya tidak pernah kesulitan mendapatkan wanita.
Tatapannya tertuju pada dua wanita yang berada tidak jauh darinya. Dua wanita dewasa dan terang-terangan, menunjukkan rasa tertarik. Sebagian jiwanya begitu antusias, tetapi sebagian lagi merasa jemu. Sang berahi, begitu bersemangat, tidak sabar untuk kembali menikmati percintaan yang panas. Tetapi Rigel, sama sekali tidak merasa tertarik. Malahan, ini terasa membosankan.
Hanya saja, ia harus mengikuti keinginan sang iblis. Jika tidak, maka ia akan menggila dalam rasa sakit yang tidak berujung. Beruntung wanita pada masa ini, tidak terlalu berharap lebih untuk hubungan satu malam. Namun, itu juga berarti, sang iblis tidak terlalu puas dan menuntut lebih.
Jadi, Rigel hanya berharap, ini segera berakhir dan iblisnya kembali tenang. Setelah itu, ia dapat hidup dalam keheningan untuk sesaat. Ya, hanya untuk sesaat.
Kembali kepada Lennox.
Mobil hitamnya berbeblok ke halaman parkir aula, di mana perjamuan Keluarga Yan, diselenggarakan. Para reporter langsung berkumpul, saat melihat siapa yang turun dari mobil mewah itu.
Seperti biasa, Lennox Qin selalu tampil sendirian, tanpa pasangan. Tidak menjawab satu pun pertanyaan yang dilontarkan oleh para reporter, Lennox melangkah masuk.
Marcos Yan, selaku tuan rumah, menyambut kehadiran tamu istimewanya, Lennox Qin. Mereka adalah partner bisnis dan memiliki hobi yang sama. Lebih tepatnya, disamakan. Marcos, sudah lama menyelidiki tentang kehidupan Lennox. Walaupun hasil yang diperoleh begitu sedikit, tetapi itu sudah lebih dari cukup.
"Tuan Lennox," sapa Marcos. Di usia 68 tahun, tubuhnya mulai renta. Namun, penyakit yang diderita, berhasil disembunyikan dengan sempurna. Hal itu tidak boleh terendus oleh media. Bukan karena ia khawatir akan harga saham yang akan anjlok. Namun, Marcos tidak berencana mati. Dengan kekayaan dan kekuasaannya, ia ingin hidup selamanya. Ya, selamanya.
"Selamat malam, Tuan Marcos," sapa Lennox dan menyambut uluran tangan tuan rumah. Saat tangan mereka bersalaman, Lennox dapat merasakan kematian sudah begitu dekat dengan manusia itu. Sebelumnya dari kontak yang terjadi saat berjabat tangan, Lennox tahu manusia itu sakit. Hanya saja, ia tidak menyangka, penyakit itu begitu cepat menggerogoti tubuh si manusia.
Namun, Lennox dapat menyembunyikan apa yang barusan diketahui dengan sempurna.
"Silakan," ujar Marcos, yang mempersilahkan tamunya masuk.
Kedua pria itu berjalan berdampingan ke dalam ballroom, tentu itu menarik perhatian semua orang. Dua pengusaha sukses dan berpengaruh serta amat terkenal, memiliki jalinan kerjasama yang cukup baik.
Lennox masuk ke rutinitas yang tidak disukai, yaitu beramah tamah dan mengabaikan para wanita yang langsung datang menghampiri.
Semua tamu, datang menghampiri mereka. Marcos Yan dengan senang hati, memperkenalkan mereka kepada Lennox.
Mulai bosan, Lennox mengedarkan pandangan, walaupun yakin tidak ada yang menarik.
Namun, di ujung ruangan, satu sosok bergaun merah menarik perhatiannya.
Alula Yan, melangkah ke arah ayah angkat dan pria yang menjadi targetnya. Gaun merah, memeluk tubuh indahnya dengan tepat. Bukan gaun yang terbuka, tetapi entah bagaimana, gaun itu dapat memancarkan aura menggoda.
Padahal dalam hatinya, Lula mulai merasa takut. Ia tidak pernah suka, pergi ke tempat ramai seperti ini. Sebab, akan ada banyak arwah yang berkumpul di tempat penuh dengan hawa kehidupan. Satu atau dua arwah, masih mampu diabaikan. Namun, saat ini ada puluhan arwah yang turut berbaur dalam perjamuan ini. Mau tidak mau, Lula mulai merasa terganggu dan tidak nyaman.
Hanya saja, ini kali pertama ia diundang oleh ayah angkatnya ke acara seperti ini, jadi Lula tidak berencana membuat kekacauan.
Tatapan Lula, terkunci ke arah pria itu. Anehnya, Lula tidak melihat ada satu pun arwah yang berada di dekat pria itu.
Ini kali pertama, ia melihat hal seperti itu. Di sekeliling pria itu ada segel bersinar dengan diameter yang cukup lebar. Ini aneh dan menarik, membuat Lula penasaran. Bahkan orang-orang yang berada di dekat pria itu, juga tidak didekati arwah.
Lula melihat, saat orang-orang keluar dari jangkauan segel itu, arwah-arwah mulai menghampiri. Apakah ia juga akan terbebas dari gangguan para arwah, jika berada di dekat pria itu.
Mempercepat langkahnya, Lula dengan penuh percaya diri, mendekat dan membalas tatapan pria itu.
"Ah, Alula, putriku," seru Marcos saat melihat kehadiran Lula.
Marcos tidak memiliki keturunan, walaupun memiliki banyak istri. Maka dari itu, ia senang mengambil anak angkat, terutama mereka yang yatim piatu, seperti Alula.
"Ayah," panggil Lula dan memeluk pria tua yang amat dihormatinya.
"Perkenalkan, dia Lennox Qin."
"Dan, dia putriku. Alula Yan."
Begitulah mereka berdua diperkenalkan dan berjabat tangan.
Alula, begitu antusias. Ia dapat melihat bagaimana arwah-arwah tidak mampu mendekatinya.
Sedangkan Lennox, mengernyitkan kening, saat tangan mereka bersalaman. Ini kali pertama, ia tidak dapat membaca atau merasakan apa pun dari manusia yang melakukan kontak fisik dengannya. Ini aneh.