Chereads / Nikah Dadakan / Chapter 13 - BAB 12: "Tutorial ganti baju"

Chapter 13 - BAB 12: "Tutorial ganti baju"

Tetesan air yang turun dari pakaian tidak Naraya pedulikan, dia malah sibuk mondar-mandir sambil menggigiti kuku jarinya.

Jika biasanya dia tidak suka rumahnya ini berantakan, maka kali ini berbeda. Naraya tidak peduli kalau-kalau air yang menetes dari rambut serta bajunya bisa membuatnya terpeleset, dia tidak peduli. Karena situasi sekarang sangat gawat darurat.

Ini adalah situasi bahaya yang selalu dia hindari selama pernikahannya bersama Sakha.

"Gimana caranya gantiin baju dia?!" Itu adalah kalimat yang sudah berkali-kali dia ucapkan.

Benar, situasi genting yang ingin dan selalu dia coba untuk hindari adalah melihat tubuh satu sama lain. Oke, mereka sepasang suami istri. Tapi apa, sih, yang diharapkan dari suami istri yang dipaksa menikah padahal belum kenal 1 jam? Berpegangan tangan saja sudah sangat 'wah' untuk Naraya. Lalu sekarang mengganti pakaian? Naraya tidak habis pikir.

Mata perempuan itu melirik jam dinding yang tergantung di atas televisi. Semakin dia menunda mengganti pakaian Sakha menjadi pakaian kering, maka demam Sakha pasti akan semakin parah. Kemungkinan terburuk, bisa saja Sakha tidak akan sadar dan harus dibawa ke rumah sakit. Terus uang untuk ke rumah sakit pakai uang siapa? Uang Naraya juga kan? Dan juga, biaya untuk rawat rumah sakit itu mahal! Baiklah, kali ini Naraya benar-benar berlebihan.

"Oke-oke. Aku ganti. Ini demi kebaikannya. Ini demi kebaikan Sakha. Dan kebaikan dompet aku." Dia berusaha meyakinkan dirinya, kalau dia bisa.

"Kecil, kok. Ganti baju aja. Pasti bisalah," ujarnya berpura-pura percaya diri.

Meskipun ragu masih menyelimuti hatinya, dia tetap melangkah maju menuju sofa yang sudah lembab akibat menyerap air yang ada di tubuh pria itu.

Naraya menjulurkan tangannya dengan wajah yang putar ke samping, dia berusaha agar tidak melihat tubuh Sakha. Walau sebenarnya dia belum menyentuh tubuh pria itu.

Saat ujung jari Naraya yang gemetar sudah menyentuh perut Sakha, Naraya baru ingat pasti ada video tutorial untuk mengganti pakaian dari para suster.

Seketika perempuan itu langsung menjauh dari Sakha dengan mata berbinar, "Hape! Mana hape?" Hebohnya.

Setelah mendapatkan ponsel pintarnya, Naraya menarikan jarinya di atas layar.

"Ternyata ada!" Naraya tak menyangka video tutorial mengganti baju orang lain benar-benar ada. Yah, sekarang pun kalau mencari tutorial cara melipat handuk saja ada.

Naraya menatap fokus layar ponselnya yang menampilkan bagaimana cara mengganti pakaian pasien laki-laki.

Perempuan itu mematikan ponselnya setelah sudah paham bagaimana cara mengganti pakaian Sakha tanpa harus melihat tubuh pria itu. Oke, pasti Naraya akan melihat sedikit tanpa disengaja. Tanpa disengaja, oke.

"Oke, pertama! Cari handuk!"

Kini di tangan Naraya sudah ada handuk yang sekiranya dapat menutup dada sampai ke paha Sakha. Kalau kainnya terlalu panjang, maka Naraya sendiri yang kesulitan mengganti pakaian Sakha nantinya.

Naraya meletakkan handuk itu di atas tubuh Sakha. Setelah memastikan sudah menutupi apa yang dapat ditutupi, baru Naraya mengangkat kedua tangan Sakha.

"Bentar ya, Sakha." Dan dengan hati-hati dia membuka baju kaos Sakha yang basah.

Naraya tak dapat memalingkan wajahnya dari dada bidang Sakha. Ternyata handuk ini tidak menutupi dada pria itu. Naraya memang tahu kalau Sakha itu cukup berotot, tapi ternyata di balik baju kaos itu badannya lebih berotot lagi. Apa dia olahraga? Tapi selama tinggal dengan Naraya, Sakha tidak ada kegiatan lain selain mengekorinya. Lalu kenapa bisa badannya begitu bagus?

Perempuan itu menggelengkan kepalanya kuat, "Sadar, Naraya!" Ujarnya pada diri sendiri. "Nggak sopan! Niatnya kan cuma gantiin baju. Enggak boleh lihat-lihat yang lain!"

Lalu kemudian Naraya menarik celana Sakha, beserta celana dalamnya. Naraya pikir ini sulit, ternyata tidak juga. Paling dia saja yang takut kalau-kalau handuknya akan jatuh.

Terakhir, Naraya memakaikan Sakha pakaian kering milik pria itu masih dengan handuk yang menutupi tubuh Sakha. Dan akhirnya! Penderitaan Naraya selesai!

"Eh, tunggu. Nggak mungkin kan dia tidur di sofa yang basah ini?" Katanya ketika melihat sofa yang Sakha tiduri basah karena bajunya, perempuan itu mendesah panjang, "Pindahin lagi, nih?"

Dan mau tak mau dia harus memindahkan tubuh Sakha yang besar itu ke kamarnya, ini hanya karena dia sedang sakit. Andai dia tidak sakit maka Naraya ogah memasukkan Sakha ke dalam kamarnya!

Semuanya belum beres meskipun Sakha sudah istirahat di kasurnya. Naraya harus mengambil baskom berisi air es dan handuk untuk mengompres dahi pria itu, karena suhu badan Sakha sangat tinggi.

Naraya lelah. Kalau dipikir-pikir dia tidak pernah selelah ini dalam beberapa tahun terakhir. Dan kalau dipikir-pikir juga dia tidak pernah mengurus orang sakit, dalam beberapa tahun terakhir juga.

Naraya menguap dan meregangkan tubuhnya. Perempuan itu duduk di kursi meja belajar yang ada di kamarnya. Dia memutuskan untuk menjaga Sakha. Yah, hanya hari ini saja. Nanti dia akan keluar untuk tidur di sofa.

***

Suara isakan tangis memasuki gendang telinga Naraya, membuatnya terbangun dari tidur. Ah, dia tanpa sadar tertidur di meja belajarnya. Padahal niatnya ingin menjaga Sakha. Memang kantuk itu tidak dapat dilawan.

Naraya menghidupkan lampu terlebih dahulu, karena tidak ada cahaya apapun yang menerangi ruangan ini. Saat Naraya melihat keluar, ternyata hari sudah malam. Pantas saja semuanya jadi gelap gulita begini.

Barulah setelah lampu dihidupkan, Naraya dapat melihat Sakha yang masih tidur dan menangis sesenggukan. Pria itu tampak tidak tidur dengan nyaman dan Naraya cukup panik karena itu.

"Sakha?" Panggilnya sembari mendekati kasur, namun Sakha masih terus menangis.

"Mama..."

Naraya tidak paham tapi Sakha selalu menggumamkan kata itu dari tadi. Apa dia merindukan ibunya?

Naraya menempelkan telapak tangannya pada dahi Sakha. "Masih panas," gumamnya pelan. Dengan hati-hati, Naraya kembali mengompres dahi Sakha dengan handuk basah.

"Apa dibawa ke dokter aja? Tapi berat, mau bawa pakai apa coba?" Naraya bermonolog sendirian. Dia terlampau panik sekarang. Apa yang harus dia lakukan?

Sakha terus saja menangis, "Mama... Jangan..." Bahkan pria itu mencengkeram selimut dengan erat.

Karena Sakha terus memanggil ibunya, Naraya jadi teringat ibunya juga. Dulu saat dia sakit, ibunya pasti akan selalu berada di sampingnya. Menepuk-nepuk pelan dadanya atau mengelus lembut rambutnya, pasti dia akan tenang dibuatnya.

Mata Naraya melebar. Apa Sakha akan menjadi tenang kalau Naraya elus-elus?

Dengan ragu, perempuan itu mengarahkan tangannya untuk pergi ke rambut Sakha dan mengelusnya dengan lembut. Awalnya Naraya kaku dan merasa kikuk, tapi karena rambut Sakha yang lebat itu ternyata lembut dia malah jadi keterusan.

Perlahan Sakha mulai berhenti menangis dan Naraya juga mulai lega karena itu.

Masih dengan tangan yang mengelus rambut Sakha, Naraya menghembuskan nafas lega. "Jangan nangis lagi," ucapnya pelan.