Fauzan menghentikan motornya. Nadia yang ada di belakang, turun dari motor Fauzan. Ia lalu melepas helm dan memberikannya pada Fauzan. Nadia melihat sekitar ramai sekali.
"Kenapa hari ini, terlihat lebih padat dari sebelumnya?" tanya Nadia pada Fauzan.
"Hari ini hari Rabu," jawab Fauzan.
"Ya, lalu kenapa?" tanya Nadia.
"Hari rabu selalu ramai, karena waktunya judoka perempuan berlatih," jawab Fauzan. Mendengarnya, Nadia merasa ada sebuah pengganjal muncul begitu saja dalam dirinya.
"Judoka perempuan?" ulang Nadia dengan nada bertanya.
"Iya," jawab Fauzan sembari menganggukkan kepalanya. "Masuklah. Aku akan mengenalkan mereka padamu," lanjutnya.
Fauzan lalu berjalan masuk diikuti dengan Nadia di belakangnya. Saat Nadia sudah masuk, ia melihat memang hanya ada perempuan yang ada di dalam ruangan komunitas itu. Nadia memperhatikan mereka. Mereka masih sangat muda. Mungkin, mereka masih sekolah.
"Kak Fauzan!" panggil salah seorang judoka di dekat Fauzan dan Nadia. Fauzan menoleh ke arah suara yang memanggilnya.
"Oh, halo Sinta?" respon Fauzan, seraya melambaikan salah satu tangannya. Judoka itu mendekat ke arah Fauzan dan Nadia. "Lama tidak bertemu? Kamu sudah ikut latihan lagi?" tanya Fauzan kembali.
"Hm...mm..." judoka itu mengangguk kencang.
"Maaf ya kak. Kemarin tidak bisa ikut latihan karena masih sakit," kata judoka itu.
"Ya. Tidak apa-apa. Aku sudah menerima ijinmu lewat pesan," kata Fauzan. Nadia yang membeku di sana, hanya diam melihat dan mendengar percakapan Fauzan dengan gadis sekolah ini.
"Sudah ya kak?!" seru perempuan itu senang. "Tapi, kenapa kak Fauzan tidak membalasnya? Aku pikir, aku sudah salah nomor?" kata judoka itu lagi.
"Maaf aku sibuk waktu itu. Benar nomorku itu," lanjut Fauzan lagi.
"Wah, terima kasih kak. Berati, kalau ada apa-apa, nanti bisa langsung menghubungi nomor kak Fauzan ya?" kata Sinta lagi.
"Entahlah? Kadang-kadang, aku tidak bisa membaca pesan dengan cepat," ujar Fauzan lagi. Judoka itu mendadak memanyunkan bibirnya dengan bertingkah imut.
"Kenapa kak?"
"Sekarang ini, aku juga masih harus mengerjakan skripsi," kata Fauzan dengan tersenyum. "Sudah, ayo sebentar lagi latihan. Kamu harus siap-siap," pinta Fauzan.
"Iya kak. Permisi," kata judoka remaja itu, dan kemudian ia pergi.
"Nadia?" panggil Fauzan pada Nadia yang ada di sampingnya.
"I...iya?" respon Nadia yang agak lambat. Entah, kenapa Nadia seperti itu.
"Kamu, tunggu di sana sebentar ya. Aku akan melatih mereka dulu," ijin Fauzan pada Nadia.
"Iya," kata Nadia pasrah. Sementara Fauzan berjalan ke arah kamar mandi untuk mengganti bajunya dengan baju judo, Nadia terus berjalan dan duduk di bangku di sudut ruangan besar itu. Ia mengamati sekitar. Banyak sekali judoka-judoka perempuan yang masih sangat cantik-cantik. Pikirnya. Tiba-tiba saja, pikirannya merancu tidak jelas. Ia berpikir macam-macam hanya dengan melihat sekelompok judoka perempuan yang memenuhi ruangan itu. Ada apa sebenarnya dengannya?
***
Sekitar satu jam, latihan sudah selesai. Nadia bisa bernafas lega sepertinya. Satu jam yang menyiksa, baginya. Saat latihan selesai, Nadia melihat para judoka perempuan itu berhamburan ke arah Fauzan. Nadia terus mengamati mereka dengan pandangan panas. Apa yang sebenarnya membuatnya begitu? Ia sendiri juga tidak tahu.
Saat ini, ia hanya duduk di sudut ruangan melihat Fauzan terus dikelilingi gadis-gadis SMA itu. Mereka masih muda dan sangat energik. Ia tidak nyaman sendirian di situ, hanya dengan melihat para gadis SMA yang memakai seragam judoka. Nadia melihat di antara mereka ada yang memegang lengan Fauzan.
Nadia tidak tahan. Ia akhirnya berdiri dan berniat akan mengambil minum. Saat ia berusaha mengambil minum yang ada di meja, tak sengaja ia menyenggol gelas lain yang juga berisi minuman. Nadia terkejut dan panik sebentar. Ia lalu melihat ke arah Fauzan yang masih dikelilingi anak-anak remaja itu. Nadia mendengus kesal. Ia lalu berjalan ke arah kamar mandi.
Nadia menghadap ke cermin serta menghela nafasnya. Dengan membersihkan bajunya ia merasa gerah. Beberapa detik kemudian, ia mendengar ribut-ribut di luar kamar mandi dan beberapa langkah orang yang akan memasuki kamar mandi. Nadia segera masuk ke dalam toilet yang tertutup. Ia tahu, yang akan memasuki kamar mandi adalah gadis-gadis itu. Nadia merasa canggung jika harus bertatap muka dengan mereka.
"Siapa yang dibawa kak Fauzan itu?" Tiba-tiba Nadia mendengar salah satu dari mereka bersuara. Dari dalam toilet, Nadia bisa memperkirakan jika yang masuk ke kamar mandi itu mungkin lebih dari dua orang. Tiga, empat atau mungkin lebih.
"Entahlah? Mungkin adiknya," satu gadis lain menimpali.
"Tapi, mereka kan tidak mirip?"
"Jangan-jangan, pacarnya kak Fauzan?!"
"Pacarnya? Sayang sekali. Padahal sudah lama aku mengincar kak Fauzan."
"Bukan hanya kamu. Kak Fauzan itu hampir incaran kita di sini."
"Aku tidak peduli kalau kak Fauzan punya pacar atau tidak. Aku tetap menyukainya dan tidak menyerah untuk mendapatkannya."
"Aku juga akan begitu."
"Nanti, seperti strategiku biasanya. Aku akan berpura-pura kakiku sakit dan lelah supaya kak Fauzan mau mengantarku pulang."
"Enak saja! Itu kan ideku dari awal!"
Cukup. Nadia merasa ia tak dapat mendengarkan lebih jauh lagi. Obrolan mereka, dirasa sudah keterlaluan. Tanpa sadar, Nadia menggenggam erat bajunya dan menahan gerahamnya karena marah.
Nadia membuka pintu toilet dengan agak kasar. Saat sudah terbuka, Nadia dapat melihat ada empat gadis yang tadi sudah membicarakannya. Gadis-gadis itu tentu saja segera menghentikan pembicaraan mereka.
Nadia perlahan berjalan keluar dengan kaki tegap. Empat gadis melihatnya, dan Nadia tidak membalas pandangan mereka. Saat Nadia sudah keluar, ia kembali mendengar teriakan samar dari gadis-gadis itu tidak jelas.
Saat Nadia kembali ke bangku panjang itu, ia masih melihat Fauzan dikelilingi para judoka perempuan, meski jumlah mereka tidak sebanyak tadi. Nadia lalu mengambil tas yang ia tinggal di bangku panjang itu. Tanpa perlu berpamitan dengan siapapun, ia melangkah pergi keluar ruangan.
Dari jauh, Fauzan melihatnya. Ia merasa aneh dengan sikap Nadia. Dalam sekejap, ia merasa Nadia sedang tidak baik-baik saja. Fauzan segera ijin pada para judoka itu, dan ia berusaha mengikuti langkah Nadia.
"Nad?!" Fauzan memegang tangan Nadia. Nadia terhenti melangkah. "Kamu mau ke mana?" tanya Fauzan yang melihat Nadia sudah membawa tas dan akan berjalan keluar.
"Aku, tidak enak badan. Aku akan pulang," jawab Nadia singkat.
"Aku akan mengantarmu," ujar Fauzan lagi. "Kenapa kamu pulang sendirian? Tadi kita kan kesini bersama?" kata Fauzan.
Nadia melirik ke arah judoka-judoka perempuan yang ditinggalkan Fauzan tadi. Kelihatannya, mereka sedang melihat ke arah Nadia. Nadia lalu melihat ke arah Fauzan.
"Tidak apa-apa. Aku sedang buru-buru. Bukannya kamu masih banyak urusan di sini? Aku bisa pulang sendiri," kata Nadia lagi.
Tanpa perlu menunggu konfirmasi dari Fauzan, Nadia berbalik arah dan kembali berjalan keluar. Fauzan masih ingin menyusulnya, tapi judoka-judoka perempuan itu sudah menahannya. Mereka kembali berjalan ke arah Fauzan, sehingga Fauzan tidak bisa mengikuti Nadia. Ia hanya melihat Nadia yang semakin menjauh dan pada akhirnya keluar ruangan.