Chereads / Venganza The Twins / Chapter 19 - Panggilan Sayang

Chapter 19 - Panggilan Sayang

Tidak jauh dari rumah Yoseph, Fiona masih menunggu angkutan umum yang berlalu. Meski terasa tidak mungkin. Fania menawarkan bantuan Yoseph untuknya namun dia tetap saja menolak keras tawaran itu. Dasar kepala batu!

"Yaudah kalau lo masih keukeuh. Gue duluan ya, Fi. Kalau ada apa-apa telepon gue, oke?" ujar Fania sebelum meninggalkan Fiona.

Wajahnya hampir tidak tampak tertutup hoodie milik Wandi, kekasihnya. Entah khawatir kekasihnya kedinginan atau hanya untuk pamer di depan Fiona. Agar ia lekas memiliki kekasih seperti saudara kembarnya.

Hanya dalam hitungan detik datanglah seseorang mendekati dirinya. Awalnya Fiona pikir ia sedang ingin menggodanya. Namun laki-laki itu berdecih sinis padanya.

"Gue kira lo udah move on dari seorang Kelvin, ternyata belum ya?" ujarnya tengil.

"Oh, ini toh Kelvin sialan yang berani-beraninya nyakitin Fania gue," gumam Fiona.

"Maksud lo apa?" balas Fiona tanpa

rasa gentar sedikit pun.

"Itu kan baju dari gue, ya kan?" lagi. Laki-laki dengan kaus biru muda dan celana jeans itu masih menatapnya dengan sinis.

Fiona malas menanggapi apalagi setelah dia menyebut siapa namanya. Bertambah malaslah dirinya. Sejak awal hubungan mereka saja, dia tidak pernah suka apalagi menanggapi. Tiba-tiba saja laki-laki itu mengeluarkan suara gelak tawa. Fiona menatapnya menaikan alis kirinya terheran.

"Lo bego banget ya, masih aja sayang sama gue padahal udah gue selingkuhin. Bahkan gue enggak selingkuh cuma sekali tapi gue alesan aja, udah enggak mau sama lo. Ya gimana, abis lo tuh... bosenin sih," lanjutnya.

Emosi Fiona memuncak, ia benar-benar tidak tahan mendengar omong kosong laki-laki sok tampan di hadapannya saat ini.

PLAKK..

Fiona melayangkan satu tamparan kian keras. Tentu lebih keras dari tamparannya untuk Yoseph sore tadi. Dia berdecih,

"cowok kayak lo lemah juga ya ternyata. Baru ditampar gitu udah berdarah bibirnya. Kasihan amat yang mau diselingkuhin sama lo," balas Fiona saat lelaki itu menyentuh darah dari sudut bibirnya.

"Oh, itu jerawat lo pecah ya? ouch, ngotor-ngotorin tangan gue aja sih. Jadi najis kan, Aelah!" ujar Fiona seraya membasuh tangannya dengan air mineral dari tasnya. Tentu saja Kelvin tidak menyangka, bagaimana bisa dia menampar dengan keras seperti ini?

"Hai, sayang. Maaf ya lama," Yoseph keluar membawa motor ninjanya.

Sedari tadi dia memperhatikan laki-laki itu yang meremehkan Fiona. Namun dia tahu betul, meski gadis ini tomboi tetapi ia tidak suka menyelesaikan apapun dengan perkelahian.

Yoseph memarkir motornya di depan pagar rumah.

"Nih, kamu pakai jaket dari aku ya. Jangan sampai masuk angin ya, Sayang," ujarnya lagi melepas jaket meletakkan di bahu Fiona.

"Eh? ini siapa, Sayang?" tanya Yoseph.

"Mantan aku, Kelvin," jawab Fiona mengikuti akting Yoseph.

"Oh, mantan kamu yang sok ganteng itu ya?" ledek Yoseph.

Ia mendengus kesal menghampiri laki-laki yang merendahkan dirinya.

"Apa lo bilang? gue sok ganteng?!" dengus Kelvin dengan emosi yang terpancing.

Mungkin saja ia berharap, Yoseph ketakutan. Namun, Yoseph hanya menarik napas santai. Hal itu semakin membuatnya kesal, tapi tetap tidak bisa berbuat banyak.

"Asal lo tahu, baju yang kayak cewek gue pakai sekarang itu banyak banget kalik. Siapapun bisa beli. Norak amat bos!" nyinyir Yoseph.

"Yaudah ya, malam minggu nih. Gue mau ngajak cewek gue jalan-jalan dulu," sambung Yoseph seraya merapikan kaus Kelvin dengan maksud meledek.

Yoseph dan Fiona berlalu meninggalkan Kelvin yang masih terpaku mematung melihat ulah dua manusia yang meremehkan dirinya. Padahal niatnya ingin merendahkan perempuan yang dikiranya mantan kekasihnya. Dia bahkan sama sekali tidak mengetahui bahwa perempuan yang lemah itu memiliki kembaran.

"Kok dia bisa jadi kuat banget ya sekarang?" heran Kelvin sebelum

akhirnya meninggalkan halaman rumah Yoseph yang sunyi.

***

Yoseph tidak langsung mengantar Fiona pulang ke rumahnya. Ia paham betul bahwa gadis itu masih sedang menahan rasa kesal dan berusaha untuk tidak melampiaskan pada siapapun.

"Loh, Yos. Ini kan bukan jalan ke rumah gue, lo mau bawa gue ke mana?" tanya Fiona setengah berteriak karena suaranya harus lebih besar melawan angin dan knalpot motor milik Yoseph.

Mendengar suara Fiona, ia segera mencari tempat untuk menepikan motornya.

"Gue tahu kok lo masih kesel kan? Kalau lo butuh tempat buat cerita ada gue kok, Fi."

"Gue─"

"Dan kalau lo belum bisa cerita ke gue. Sini gue ajarin cara biar rasa kesel lo terlampiaskan," pangkas Yoseph.

"Emang gimana caranya?" tanya Fiona sekaligus menjawab bahwa ia tidak ingin bercerita pada Yoseph.

"Lo tinggal teriak aja di belakang terus enggak usah peduliin orang-orang yang lihatin lo. Berani enggak?"

"Gitu doang. Ya, berani lah!"

Mendengar jawaban itu Yoseph semakin bersemangat. Ia tancap gas motor ninjanya. Sementara Fiona memulai aksinya.

"Aaaaaaa, wah gilak seru juga ternyataa!" teriak Fiona melupakan rasa malunya. Namun anehnya, ia sudah mampu melukiskan senyum di sudut bibirnya yang sejak tadi menghilang tepatnya saat bertemu dengan Kelvin. Si manusia sok tampan. Merasa diri paling sempurna.

Dia masih tidak menyangka, bagaimana mungkin saudara kembarnya itu mau-maunya sama cowok yang masih lebih tampan bekantan dari Kelvin─pikir Fiona.

Setelah puas, Yoseph mengantar Fiona ke rumahnya.

"Semoga ayah enggak marah sama gue," kata Fiona setibanya di depan rumah kontrakan.

"Enggak akan. Gue bakalan sering main mulai sekarang."

"Emang apa hubungannya?" tanya Fiona tidak mengerti arah pembicaraan Yoseph.

"Biar direstuin sama calon mertua,"

ceplos Yoseph.

"Sana balik," usir Fiona lembut.

"Dah, Sayang...," pamit Yoseph.

Fandi yang tadinya semringah menjadi muram saat Yoseph memanggil dengan sebutan 'sayang'.

"Sayang? Apakah mereka sudah berpacaran?" gumam Fandi yang jelas tidak menemukan jawabnya.

Fiona segera masuk saat Yoseph sudah pergi jauh dari pandangannya. Juga tidak sadar bahwa Fandi ada di sana memperhatikan dirinya. Tidak mungkin sadar, sebab dia memang bersembunyi di balik tembok perbatasan antara rumah tetangga.

***

Fiona aman malam ini. Mungkin Fania menjelaskan bahwa dirinya pergi bersama Fiona atau mungkin saja ayahnya sedang bersikap baik saja malam ini. Setibanya di dalam kamar, Fania tidak tidur. Malah sedang asyik berbincang mesra dengan sang kekasih hati melalui sambungan telepon suara. Dasar menyebalkan! padahal tadi katanya kantuk telah menyerang.

"Fan, matiin gue mau ngomong. Penting!" bisik Fiona mendesak.

Fania menuruti meski sebenarnya masih ingin mengobrol dengan kekasihnya.

"Ada apaan sih lo? orang masih kangen-kangenan juga. lo tu ya-" omelan Fania belum selesai namun telah dipangkas oleh gadis dihadapannya.

"Gue tadi ketemu Kelvin. Lo ngapain sih jadian sama cowok enggak penting kayak dia?" gerutu Fiona.

Berhasil membuat Fania membulatkan bola matanya. Kelvin yang memutuskan dirinya dengan alasan yang tidak jelas itu? oh, Tuhan. Pikir Fania.

"Dia ngatain lo bego gara-gara dia selingkuh dari lo katanya. Ngeselin banget," lanjut Fiona lagi. Terbayang betapa sok tampannya laki-laki itu.

Fiona terus menceritakan sedetail mungkin kejadian malam itu yang membuat suasana hatinya rusak. Padahal tadinya ia begitu bahagia.

"Terus dia enggak apa-apa waktu lo tampar?"

"Berdarah doang, dikit."

"Astaga, Fio!" terperanjak Fania.

"Lo masih mau belain lakik kayak gitu?" Fiona tidak terima. Ia merasa respon

Fania seolah laki-laki itu masih berharga baginya.

"Bukan gitu. Gue takut lo kena masalah gara-gara gue, Fi. Duh, Kelvin itu bukan cowok baik, Fi."

"Lo udah tahu kan? kenapa lo masih mau aja sama dia sih?" cecar Fiona.

"Itu kan dulu, Fi. Eh, by the way lo dipanggil sayang beneran sama Yoseph?" tanya Fania penasaran.

"Hmm, gue gerah nih. Mau mandi dulu ya, bye!" Fiona mengalihkan pembicaraan.

"Fi! Aelah, gue kepo nih!" ujar Fania masih membuntuti hingga ke kamar mandi.

"Jangan berisik nanti ayah bangun!" ujar Fiona secara halus meminta kembarannya untuk tidak melanjutkan.