Fiona kebingungan melihat tingkah Fania. Sejak tadi, dia hanya murung dan berdiam diri di dalam kamar. Memang benar, saudara kembarnya itu malas apalagi jika ibunya meminta mereka untuk membereskan pekerjaan rumah, tapi tidak seperti ini.
"Fan, lo enggak mau makan? di dapur banyak buah segar loh."
Fania hanya menggeleng pelan menolak tawaran fiona. "masih kenyang."
Tentu saja dia membual. Karena sejak pagi, sebutir nasi pun belum masuk perutnya. Fiona gemas bukan main, tapi tidak tahu harus berbuat apa dan bagaimana. Sudah berbagai cara dia lakukan agar saudari kembarnya itu mau makan. Mulai dari junkfood, makanan low sugar dan low kalori hingga makanan berat kesukaan mereka berdua─bakso mercon. Dulu saat dia sedang diet sekali pun, itu semua akan gagal jika Fiona membawakan satu porsi bakso mercon dekat rumah lama mereka.
"Yaudah, mumpung gue lagi baik. Tell me, what do you want? what do you want some eat? cepetan bilang," tawar Fiona lagi.
"Nothing, i'm not fell hungry," balasnya lemas.
Fiona mendengus kesal. Rasa sabarnya terasa di ujung tanduk. Dia sudah tidak tahan lagi dan ingin segera melampiaskannya pada Fania. Dia beranjak dari duduknya dan berkacak pinggang di depan Fania.
"Heh, Maemunah! Lo kenyang dari mana sih? Enggak laper dari mana? Lo dari pagi enggak ada makan? Boro-boro makan, minum setetes, juga lo enggak!" gerutu Fiona.
Namun, Fania masih tidak merespon dan tidak berbicara sama sekali. Dia hanya menatap kosong pemandangan di luar jendela entah apa yang dia lihat. Di sana hanya ada rerumputan hijau yang ditiup oleh angin sore. Fiona merasa akan lebih baik jika mereka berdebat satu sama lain dari pada harus seperti ini. Membosankan dan menyebalkan. Akan tetapi, Fiona sendiri sadar dipaksa bagaimana pun juga, dia tidak akan bisa jika tidak mau.
"Fan ... i have a some mistake to you?" tanya Fiona lagi. Barangkali ada satu atau dua hal yang membuatnya tersinggung.
Fania hanya menggeleng pelan. "Nope. I just need some time to alone."
Fiona masih juga kesal. Bukankah selama ini dia terlalu banyak 'Me Time.' Hingga semua pekerjaan rumah nyaris ditujukan hanya untuk Fiona. Dia ingin memancing, tapi semua akan percuma. Lalu dia memiliki ide gila dalam kepalanya.
"Okay, its okay, if you not want to tell me. Fine!"
Fiona memainkan layar gawai untuk melanjutkan aksinya yang lain. Menghubungi Wandi barangkali dia mengetahui sesuatu. Bahkan dengan sengaja, dia mengaktifkan pengeras suara agar Fania mendengar semuanya.
Tidak butuh waktu lama, pria itu menyambut panggilan telepon Fiona.
"Haloo, Fi. Ada apa?"
Mendengar suara yang tidak asing bagi Fania, dia langsung menoleh ke arah Fiona yang berada tepat di kursi belajarnya.
"Hai, Wan. Lo sehat?" tanya Fiona basa-basi.
Namun, Fania kembali seperti posisi semula. Padahal, Fiona berharap ada titik terang. Tapi untuk ke sekian kalinya. Gagal, lagi dan lagi.
"Sehat kok. Ada apa, nih?"
"L-lo lagi sama Yoseph, ya?" tanya Fiona berdalih.
"Iya, nih. Lagi main badminton. Lo kalau mau ngobrol sama dia kan tinggal telepon susah amat. Padahal, dia nunggu mulu loh."
"Ngapain dia nunggu─he??! dia nunggu gue? Ngapain?"
"Menurut lo? Udah dulu ya, gue mau main lagi nih. Bye!"
Sambungan telepon terputus. Bukannya mendapat jawaban soal Fania, dia malah memikirkan masalah baru karena memikirkan Yoseph. Jika bisa, saat ini juga dia ingin berteriak kencang.
"Ngapain lo telepon Wandi?" tanya Fania tanpa menatap wajah saudara kembarnya. Fiona tersadar dari lamunannya.
"Dia bukan cuman pacar lo, tapi temen gue juga kalik."
"Dia bukan─"
"Apa? Bukan apa? Kenapa sok misterius banget sih lo hari ini?"
"Enggak, gue mau tidur. Lo jangan berisik."
"Setidaknya, gue berisik, tapi enggak suka mendem sendiri. Humh!" sindir Fiona.
Fania bangkit dari duduk menatap tajam ke arah Fiona untuk sesaat. Lalu kembali untuk ke posisi semula untuk melelapkan diri. Fiona kembali membaca komik detektif yang baru dia beli tujuh hari yang lalu.
TINGG!
Notifikasi sebuah pesan masuk di aplikasi chat menghiasi layar gawainya. Dari Wandi.
Wandi:
Fi, Fania gimana kabarnya?
Fiona:
Chat sendirilah, lo kan pacarnya.
Wandi:
Kita sudah putus, Fi. Semalam.
Membaca pesan itu, dia terkejut bukan main. Menurut Fiona, Fania menjadi seperti ini pasti karena baru saja putus dari Wandi.
Wandi:
Fi, her okay?
Fiona:
Menurut lo? Gue tadi telepon karena mau tanyain itu tahu! Karena gue kira lo bakalan tahu. Lo putus kenapa, sih?
Lima menit.
Sepuluh menit.
Dua puluh menit.
Tidak ada balasan lagi dari Wandi. Fiona berasumsi bahwa saudara kembarnya itu menjadi seperti ini karena putus cinta. Atas semua perkataan apalagi mengaktifkan pengeras suara itu dia menjadi merasa bersalah pada Fania. Kini karena sudah tahu penyebabnya, dia bisa mencari cara agar tahu cara menghibur Fania agar tidak seperti ini terus.
Tok tok tok'
Fiona mengetuk pintu kamar. Padahal, sebelumnya dia tidak pernah melakukan hal itu sama sekali. Karena kamar mereka sama. Tidak ada jawaban. Fiona akhirnya nyelonong masuk begitu saja dengan membawa rujak jambu kristal, buah favorit Fania. Fiona panik karena tidak menemukan Fania di sana. Yang ada hanya jejak yang agak berantakan sisa tempat tidurnya. Dia mencoba menghubungi via panggilan suara. Akan tetapi, gawai Fania bergetar di atas nakas putih di sisi ranjangnya. Fiona semakin panik kala tahu saudara kembarnya tidak membawa gawai.
Tidak ada pilihan lain, kecuali menggeledah gawai Fania. "Ahelah, dipassword segala!" gerutunya.
Fiona mencoba berkali-kali mencari tanggal yang mungkin saja akan dia jadikan kata sandi. Mulai dari tanggal lahir mereka, hingga tanggal dia jadian dengan Wandi. Namun, itu semua masih saja salah. Dia teringat akan sesuatu, "meski enggak mungkin, tapi gue bakalan coba."
Benar saja, tebakannya kali ini benar. "Ck, gue enggak percaya. Tanggal jadian sama Kelvin, dia enggak waras atau gimana sih?!"
Fiona membuka aplikasi chat dan membaca riwayat pesan. Namun, tidak dia temukan jejak Kelvin di sana. Tidak berapa lama kemudian. Ada sebuah chat yang masuk.
Kelvin:
Kamu maafin aku, kan?
Fiona terperanjat. Ini tidak berarti mereka tidak pernah berbalas pesan, akan tetapi karena Fania menghapus riwayat pesan antara dia dan Kelvin. Fiona semakin penasaran dibuatnya. Dia semakin yakin, pasti ada sesuatu yang dia tutupi entah apa?
Fiona mengaktifkan tanda pesan belum dibaca lalu kembali mengunci layar. Lalu dia segera menuju tempat tidurnya dan menutup wajahnya dengan selimut. Khawatir Fania mengetahui. Kini dia punya dua kemungkinan. Fania menjadi seperti ini karena putus dari Wandi atau karena pesan yang entah apa isinya dari Kelvin.