Chereads / Venganza The Twins / Chapter 24 - Hamil

Chapter 24 - Hamil

Fania tidak sanggup menutupi rasa sedihnya. Pikirnya berakhir hubungan antara dia dan Kelvin beberapa bulan lalu sudah benar-benar berakhir. Tapi tidak! Semuanya justru semakin rumit terlebih saat dia tahu bahwa mantan kekasihnya memiliki hubungan dengan pria lain, Wandi. Bukan karena cemburu, tapi dia hanya merasa kesal bagaimana mungkin Fania yang sangat mencintainya kini dapat melupakannya dengan mudah. Mengapa bisa? Apa dahulu cintanya palsu.

Fania tidak bodoh. Dia tidak akan melakukan hal yang sama untuk kedua kalinya. Pada awalnya dia hanya ingin membalas dendam. Dengan bersikap seolah bahwa dia masih begitu mencintai Kelvin. Setelah laki-laki itu terjerat, dia akan menolak mentah-mentah.

Berhasil. Sangat sukses. Dia memainkan peran seolah sedang selingkuh dengan Kelvin di belakang Wandi. Akan tetapi, semua berubah saat Fiona bertemu dengan Kelvin di rumah Yoseph. Pertemuan itu membuatnya terheran. Mengapa Fania berselingkuh dengan Yoseph? Dari sanalah awal perdebatan mereka.

Bedanya, dulu Fania akan mengalah dan bersabar dengan sikap temperamental yang dimiliki oleh Kelvin. Kini tidak. Jika balas dendamnya tidak terjadi pun, dia sudah tidak peduli. Sama sekali tidak penting lagi baginya. Namun, untuk kedua kalinya Kelvin masuk dalam perangkap.

Masalah selanjutnya menjadi semakin terasa mencekik saat Wandi tahu apa yang dilakukan Fania di belakangnya. Meski sangat marah dan kecewa, tapi tidak pernah ada kata putus atau berakhir dari bibirnya. Semua hanyalah asumsi Fania sendiri. Dia merasa tidak pantas.

"Lo enggak apa-apa, Fan?" tanya Fiona.

Dia mengangkat wajahnya menatap saudara kembarnya. Pipinya benar-benar basah oleh air mata. "Gue harus gimana sekarang, Fi?" tanyanya dengan suara bergetar.

"Jangan bilang lo masih melanjutkan misi itu?"

Fania berdehem sembari menganggukan kepala dengan pelan. Fiona menghela napas berat. Sementara Yoseph hanya sibuk membantu mengumpulkan pecahan piring itu. Dia mendengar semua pembicaraan mereka, meski tidak mengerti kemana arah pembicarannya.

***

Fiona memberikan pijatan lembut di pelipis. Berkali-kali dia mencoba untuk terlelap, tapi berkali-kali pula itu semua gagal. Pikirannya benar-benar kacau balau. Bukan hanya masalah Fania yang membuat kepalanya terasa sakit, tapi juga tawaran Yoseph. Dia mengacak rambutnya dengan kasar.

"Astaga, bagaimana ini?!"

Dia lalu memutuskan untuk kembali ke kamar. Mencoba merebahkan diri di ruang tamu pun tidak bisa. Padahal, itu adalah hal yang biasa dia lakukan jika mata tidak bisa terlelap.

Tok tok tok'

Fiona mengetuk pintu kamar, tapi tidak ada jawaban. Dia masuk begitu saja, tapi tidak menemukan jejak Fania di sana. Dia mencari ke kamar mandi bahkan di ruang rahasia yang biasanya mereka gunakan untuk membaca buku. Juga tidak ada.

"Fania di mana sih? bener-bener deh," gerutunya.

Fiona kesal lalu menghela napas dengan kesal. Dia ingin segera menyelesaikan masalah ini, tapi saudara kembarnya malah menghilang entah ke mana dan bersama siapa. Fiona terus mencoba barang kali teringat di mana Fania kini berada. Namun, sekali lagi dia tidak menemukan jawaban.

Fiona terduduk di atas tempat tidur Fania sembari mencoba untuk berpikir jernih. Barangkali ada jawaban atau solusi. Atau jika masih tidak bisa, setidaknya dia tidak begitu emosional.

Gawainya berdering di atas nakas. "Aah, ini ponsel gue kan?"

Dilihatnya lagi, ternyata bukan. Karena Fania memiliki ciri lain. Dia selalu menempelkan stiker bunga mawar merah. Fiona ingin kembali meletakan gawai itu dan enggan untuk bersikap ingin tahu. Akan tetapi, kala melihat nama siapa yang tertera di sana, dia menjadi penasaran.

"Fan. Gue tahu lo sekarang lagi kalut banget. Tapi gue juga enggak bisa bertindak banyak. Enggak perlu jawab, please just listen me, right? Tell me who's the father of you baby? Kalau Wandi gue bisa─"

"F-Fa-nia ha-mil?" tanya Fiona sekali lagi untuk memastikan.

"Fi-fiona?"

"Maksud lo, F-fania benar-benar ha-mil?" tanya Fiona kini dengan suara yang bergetar.

"Gue bisa jelas─"

Tut tut tut...

Fiona mengekahiri sambungan telepon begitu saja. Dia menyenderkan tubuh pada tembok kamar lalu terduduk dengan memeluk kedua kakinya dengan erat. Baginya, Fania memiliki hubungan dengan Kelvin saja sudah membuatnya marah lalu kini Fania malah bertindak bodoh dengan memiliki rahasia lain yang lebih mencengangkan.

Tidak lama kemudian, datanglah Fania dengan rasa khawatir.

"Lo kenapa, Fi?" tanyanya dengan ekspresi panik.

Mendengar suara Fania, Fiona mengangkat wajahnya. Pipinya telah banjir oleh air mata. Dia menatap wajah Fania lalu menatap perut saudara kembarnya itu. Kembali menangis. Seharusnya dia bisa lebih tegas melarang Fania untuk tidak memiliki hubungan seperti itu.

"Fi! Lo kenapa?!" tanya Fania lagi sembari mengguncang tubuh Fiona. Namun, masih tidak ada jawaban. Dia hanya terus terisak.

"Fi?! Kalau ada apa-apa, ngomong, jangan cuma dipendem sendiri." Fania semakin kesal dengan Fiona karena terus menangis tanpa menjelaskan sesuatu. Saudara kembarnya itu sangat amat jarang menangis apa lagi hingga terisak seperti ini.

Fiona bangkit lalu mengunci pintu kamar dengan rapat. Dia kembali lalu menatap Fania dengan kesal. "Apa lo bilang? Kalau ada apa-apa ngomong?! Jangan dipendem sendiri?!"

"Iya. Kok lo jadi marah?"

Fioana melirik ke arah perut Fania lagi. "A-ada apa?"

Fania segera menutup perutnya dengan bantal. Fiona berdecih sinis.

"Lo mau tahu ada apa? iya?!"

Lalu ...

PLAKKK!

Satu tamparan cukup keras mendarat di pipi kiri Fania.

"Lo apaan sih, Fi?!"

"Lo yang apaan?! Ngapain sih, Fan? Ngapain gue tanya?!"

"A-apa?"

"Siapa ayahnya? Kelvin? Wandi atau malah ... Yoseph?!"

PLAKKK! Kini Fiona mendapat satu tamparan keras dari Fania. Memang benar dia bersalah kali ini, tapi mengapa harus berkata begitu. Bukankah itu sama saja dia sedang mengatakan bahwa Fania adalah gadis yang murahan?!─Batin Fania.

"Gue enggak segampang itu, Fi."

"Oh Really? Are you serious?! Terus yang lo lakuin ini apa? Sampai bisa hamil begini? Apaa?!"

"Dengerin gue dulu, gue tahu lo marah. Tapi─"

"It's not important for me now, Fan. That's not the problem. How about your future, your dreams? Fan ..."

"Tapi banyak kok. Wanita karir yang waktu mudanya hamil di luar nikah dan sukses."

Fiona benar-benar kesal hingga dia mengguncang tubuh Fania. "Sadar, Fan. Dunia tidak semanis dongeng. Lo hamil saat masih jadi siswi SMA. Lo gila?! Gimana kalau orang tua kita sampai tahu?!"

"Enggak akan terjadi kalau lo enggak bilang."

"Fan... it's not simple problem. This is seriously. Perut lo perlahan akan membesar."

"Kelvin ngajakin gue buat gugurin kandungan ini."

"K-kelvin?!"

Fiona benar-benar sudah muak. Dia tidak sanggup lagi berkata-kata. Bagaimana bisa dengan mudah dia mengatakan hal itu?

Fiona mencoba menghela napas beberapa kali. "Wandi tahu?"

Fania menggeleng pelan. "Enggak. Dia baik, mana mungkin gue tega kasih tahu ini."

"Kapan lo lakuin itu?"

"Waktu gue mabuk-mabukan beberapa minggu lalu."

"Lo gila ya?! Itu lo masih pacaran loh sama Wandi."

"Wandi tahunya gue selingkuh. That's its okay for me."

"Terserah!! gue ... enggak peduli lagi!" balas Fiona lalu berlalu menuju tempat tidurnya.