Fiona masih ingin terus menasihati saudara kembarnya itu karena terus bersikukuh tidak mau makan hampir seharian penuh. Namun, dia terhenti karena mata Fania berkaca-kaca. Fiona menghela napas berat. Tidak sanggup melihat saudari kembarnya itu berlinang air mata. Dia lantas memeluk tubuh Fania dengan erat.
"Maaf, gue enggak maksud begitu sama lo."
Fania masih diam membisu. Hal itu jelas membuat Fiona semakin kebingungan. Bingung karena sebelumnya dia bertindak sangat tegas pada Kelvin. Saat melihat hal itu dia merasa bangga terhadap saudara kembarnya. Namun kini, Fania malah menunjukan sisi lemahnya berupa air mata.
Ada apa sebenarnya dengan Fania?
batin Fiona.
Akan tetapi, dia tidak berusaha berkomentar apapun. Tidak lama kemudian seseorang menarik tubuh Fiona amat kencang hingga tubuh Fiona menempel pada dinding tembok dan hal itu memnbuatnya dan wajah laki-laki itu kian dekat. Begitu Fiona melihat ada siapa di sana, seketika jantungnya berdebar dengan hebat. Sementara tidak dengan laki-laki itu. Dia hanya fokus melihat lalu lintas di depan rumah Fiona dan Fania. Kelvin.
Fania menghapus jejak air mata yang mulai terasa kering. Tentu saja tadinya ia ingin marah. Siapa yang berani-beraninya menarik tangan saudari kembarnya hingga membuat pelukan diantara mereka menjadi jeda. Namun, tentu saja itu gagal saat dia melihat siapa seseorang yangs saat ini sedang secara tidak langsung berpelukan.
"Lo ngapain sih, Yos?" bisik Fiona.
"Diam dulu," ucapnya sembari menutupi wajah Fiona dengan wajahnya.
Hal itu membuat wajah mereka semakin dekat. "Lo ngapain sih?!"
"NAnti gue ceritain semuanya sama lo. Sekarang turutin aja permainan gue," bisiknya lagi.
Fiona menatap dengan heran. Permainan? Permainan apa yang dia maksud kini? Fiona kesal dengan ucapan Yoseph yang barusan. Dia ingin mendorong tubuh Yoseph mejauh darinya. Namun semua itu tidak berhasil sama sekali karena tubuh YOseph yang atletis sangat sanggup menahan tubuh Fiona yang ... agak kurus. Bukan Fiona namanya jika begitu saja mau menerima kekalahan. Untuk kedua kalinya dia mendorong tubuh Yoseph dengan seluruh tenaga yang dia miliki. Dan ...
Gubrakk!!!
Yoseph yang memang ingin melepaskan setengah pelukannya itu jatuh tepat di atas aspal. DIa sedikit meringis kesakitan, tapi berusaha tidak memperlihatkan dengan jelas. Fania yang menyaksikan hanya mampu menggelengkan kepalnya dengan heran.
"Gimana mau punya pacar, Fi. Cowok yang suka sama lo aja, lo bar-bar begini," gumam Fania dengan menggeleng kepala pelan.
Dia lalu membantu Yoseph dengan perlahan-lahan. "Lo enggak apa-apa, Yos?"
YOseph hanya tersenyum untuk sesaat lalu menggeleng dengan pelan, "gue enggak apa-apa. Kalau lo?" tanyanya balik.
Fania terperangah mendengar hal itu. BUkan. Bukan karena perhatian yang Yoseph berikan, melainkan ... ini artinya dia mendengar dan menyaksikan semua yang sudah terjadi di sini tadi. Tapi dari mana? Apakah saat dia menangis dalam pelukan Fiona atau sejak Kelvin dia saling mendebat satu sama lain? dia sendiri tidak tahu.
"Lo tahu dari mana?"
"Apa?" tanya balik Yoseph. JIka tidak mengingat dia adalah orang yang banyak tahu tentang tadi, Fiona pasti sudah menjitak kepalanya. Karena saking kesalnya. Sudah tahu jawabannya, tapi masih saja berlagak tidak tahu, dasar menyebalkan!
Fania khawatir Kelvin masih berada di sekitar sini segera membawanya pergi untuk menuju teras rummah mereka. Untuk berbicara di kursi yang disediakan Bu Rani di taman kecil miliknya.
"Jangan bicara di luar, bahaya."
Yoseph menatap Fiona dengan heran. Wajah gadis itu tampak bugar dan segar. Sementara Fania menuju dapur karena ingin membawakan minuman untuk tamu yang seharusnya mereka sambut sejak tadi. Sebelum semuanya telah dirusak oleh Kelvin.
Sementara di teras rumah Fiona dan Yoseph canggung dan hanya saling diam. Tidak ada satu pun yang memulai topik pembicaraan.
"Kenapa lo lihatin gue kayak gitu?" tanya Fiona yang merasa tidak nyaman.
"Katanya lo sakit?"
"Enggak. Gue sehat."
"Beneran?" tanyanya lagi sembari menyentuh dahi Fiona dengan punggung tangan miliknya.
"Ya, gue sehat BANGET. Cukup kan?" balasnya dengan tegas lalu menepis tangan Yoseph perlahan.
"Yakin?" tanya Yoseph lagi.
Mendengar pertanyaan Yoseph yang kali ini, membuat Fiona benar-benar kesal. Dia membuang napas dengan kesal. "Lo tanya sekali lagi, gue tabok lo!"
Bukannya nyali menjadi ciut, tapi Yoseph malah terkekeh geli meliht tingkah Fiona. Entah bagaiamana dengan orang lain, tapi baginya itu sangat menggemaskan. Benar-benar menggemaskan. Andai saja bisa, dia ingin mencubit pipi gadis itu dengan gemas.
"Whoaaa. Lo sekarang ngetawain gue? Di saat seperti ini? Serius?!" respons Fiona dengan wajah tidak menyangka.
"Enggak. BUkan begitu maksudnya. Lo salah paham."
"Oh ya, terus apa?" tanya Fiona lagi masih dengan ekspresi kesal.
Fiona tidak sepenuhnya kesal dengan apa yang dia lihat. Sebenarnya pada saat yang sama, dia juga terkesima melihat Yoseph tersennyum. Kali ini untuk yang pertama kalinya dia melihat laki-laki ittu tersenyum. Ternyata tampan juga. Dia merasa mulai mengert, mengapa laki-laki yang dulunya dia anggap sok ganteng ini disukai banyak gadis. Bahkan populer. Termasuk salah satu sahabatnya, Devika.
Yoseph kembali berekspresi dingin. "Hmm, lo tadi kelihatan menggemaskan."
"HE?!" hanya kata itu yang keluar dari bibir Fiona. Menggemaskan katanya? Ah, terbuat dari apa sebenarnya hati laki-laki di hadapannya ini. Memang, Fiona adalah gadis yang tomboi. Akan tetapi, tidakkah dia bisa melihat bahwa bagaimana pun penampilannya, tapi dia juga seorang gadis biasa?
"Kenapa? Gue salah lagi?"
"Enggak."
"Ya, kan tadi lo yang minta gue buat jujur. Salah?"
"KAn gue udah bilang enggak, kenapa sih?" gerutu Fiona.
Yoseph kembali hening. Fiona teringat kembali kejadian sebelunya. Ya, atas apa yang Yoseph lakukan sebelumnya. Bukan soal rasa gugup yang dia alami sebelumnya, tapi dia menjadi penasaran. Sebenarnya sejauh apa dia mendengar dan menyaksikan yang terjadi antara dia dan Faniaa atau malah antara Fania dan Kelvin?
"Yos, gue mau tanya."
"Apa?"
"Kenapa lo taadi ... kayak gitu sama gue?"
"Yang mana?"
"Itu waktu--"
"Gue peluk lo?"
"Y-ya itu..."
"Kenapa gugup ya?" tanyanya dengan kekehan kecil.
"Gue lagi serius."
"Okay."
Yoseph menghela napas lalu menceritakan segalanya. Dia melihat Fania menarik Kelvin menuju luar kontrakan. Namun, laki-laki itu semakin mendekatkan wajahnya ke arah Fania saat sadar akan kehadiran Yoseph.
"Menurut gue, mungkin dia mengira kalau gue ini pacanya Fania."
"Ah, bener juga."
Fiona mengerti kemana arah pembicaraan mereka kali ini. Tidak lain dan tidak bukan kejadiaan beberapa hari yang lalu saat Kelvin tanpa sengaja bertemu dengan Yoseph.
"Terus waktu gue meluk lo tadi. Gue lihat mobil Kelvin balik, mungkin lagi mantau."
Mendengar hal itu, Fania yang ingin menuju mereka ...
PRANGG!
Pecahan piring bertaburan di sana. Dia benci Kelvin. Sangat benci. Suatu kebodohan baginya karena pernah memiliki hubungan yang istimewa dengan laki-laki seperti Kelvin.
"Fania?!" pekik Fiona tertahan.
Dengan segera dia membantu membersihkan pecahan piring itu.