"Pokoknya gue enggak setuju ya kalau lo sama kelvin!" geram Fiona.
"Kenapa sih, Fi? dia laki-laki yang baik kok. Enggak aneh-aneh juga kok anaknya," balas Fania masih sabar.
"Lo enggak tahu dia, Fan!"
"Oke, coba sekarang lo kasih tahu gue, apa yang gue enggak tahu soal cowok gue?"
Untuk sesaat Fiona hening tidak menjawab.
"Pokoknya gue enggak setuju, titik!" lanjut Fiona.
Dia masih menggeram pada saudari kembarnya. Sementara Fania memilih untuk diam tidak melanjutkan perdebatan diantara mereka berdua. Biasanya mereka akan membaik dengan sendirinya. Kali ini bukan pertama kalinya bagi mereka untuk meributkan hal yang sepele ─pacar baru Fania. Biasanya, jika ada hal yang tidak beres, Fiona selalu melakukan hal yang serupa.
Fania dan Fiona adalah saudari kembar. Wajah mereka nyaris sama persis, hanya jika bersebelahan baru benar-benar nampak perbedaannya. Pipi Fania sedikit lebih chubby daripada Fiona.
Rambut Fania cokelat tua, sedang Fiona cokelat terang. Mereka tinggal di sebuah rumah kontrakan dengan kedua orang tuanya.
Mereka hanya berdua, tidak memiliki adik lain atau kakak lain.
Jika mereka sedang bertengkar meja makan akan terasa lebih sepi dari biasanya. Ibunya akan membuat mereka saling bicara, jika tidak bisa mereka akan dihukum dengan mengelus pipi masing-masing saudarinya lalu berkata, 'aku menyayangimu.' Kedua cara ini selalu berhasil untuk mereka berdua.
***
"Gimana ya rasanya punya abang? gue pingin deh," ucap Fania.
Salah satu cita-cita gadis berambut lurus itu ─yang tidak mungkin menjadi nyata─ adalah memiliki kakak laki-laki.
"Cari noh di Shafiy banyak!"
"Kirim pakai si kilat reg kali ya? yang lima menit nyampe biar lebih cepet."
"Ekspedisi pakai jasa manusia Rafania, bukan jasa sihir!"
"Lo duluan yang ngadi-ngadi!"
"Lo juga kenapa jawabin gue?"
"Lo kenapa ngeladenin?"
"Lo yang mulai, yee...,"
"Sudah sudah, ya Allah... ampun nih duo kembar, kalian kok ya enggak capek-capek debat tiap hari. Mama capek loh dengernya. Pening pala mama denger perdebatan kalian itu," ucap Bu Rani menghentikan perdebatan si kembar.
Bu Raniesha atau biasa dipanggil Bu Rani adalah seorang ibu rumah tangga biasa. Seraya mengurus suami dan anak-anaknya, ia juga gemar mengurus bunga-bunga yang ditanam di halaman belakang rumah.
Baginya, bunga-bunga itu tidak kalah penting seperti anak kandungnya. Mungkin jika Fania atau Fiona dengan sengaja merusak tanaman miliknya, dia tidak segan untuk mencoret nama mereka dari kartu keluarga.
Saat ini, para tetangga ─termasuk Bu Rani─sedang ramai menanam bunga janda sobek.
Niatnya hari ini Bu Rani ingin mengajak kedua anaknya untuk menanam bunga bersama agar mereka tidak hanya tahu bermain gawai saja. Apapun alasan kedua anaknya, tapi baginya mereka hanya bermain gawai tidak kenal waktu.
"Ma, kenapa namanya janda bolong?" tanya Fania.
"Ya karena itu namanya," jawab bu Raniesha sekenanya.
"Itu janda sobek bukan janda bolong kalik, Fan!" sahut Fiona.
"Janda bolonglah! coba lo lihat daunnya. Bolong kan buka sobek?"
"Sama aja. Duh! Ya Allah, segala bunga mama diributin!" ucap Bu Raniesha menengahi.
Meski kembar tetapi Fani dan Fiona memliki perbedaan yang signifikan.
Fania cenderung lebih suka mengalah, lebih sabar juga lebih lembut.
Sementara Fiona lebih keras dan tegas. Meski begitu, Fiona sangat menyayangi adiknya yang berbeda hanya tiga menit darinya.
Jika ada yang mengganggu saudari kembarnya, Fiona tidak ragu untuk melayangkan tonjokan mautnya.
Fiona sangat bahagia memiliki saudari kembar. Yang dia tidak senang adalah orang-orang selalu membanding-bandingkan dirinya dan kembarannya.
Fania yang lebih feminim sementara Fiona yang lebih tomboi dari cara berpakaian. Meski demikian, hal itu sama sekali tidak mengurangi kecantikannya.
Fania dan Fiona tidak satu sekolah. Mereka sendiri yang memutuskan. Keluar dari zona nyaman ─katanya, karena sejak di taman kanak-kanak mereka selalu berdampingan.
Ayahnya memberi tahu bahwa teman Fiona sudah menunggu di depan rumah.
"Lo keluar darimana Fi? tadi bukannya lo lagi siap-siap di kamar lo ya?" tanya Elia. Terkejut. Ekpresi yang sama dari wajah Devika.
"Gue Fania bukan Fiona," sahut Fania ramah.
"Fix, lo bukan Fiona! Fiona enggak mungkin mau seramah itu sama orang."
"Iya kan gue udah bilang kalau gue Fania."
"Jadi lo kembar?"
"Iya, gue sama Fiona kembar. Kan udah kelihatan."
"Gimana sih rasanya punya kembaran?"
"Ya gitu deh," jawab Fania.
Fania selalu memberi jawaban yang sama setiap dia menerima pertanyaan yang serupa.
Elia dan Devika ─sahabat Fiona─ bahkan tidak tahu kalau Fiona memiliki saudari kembar.
Fania dan Fiona berbeda sekolah. Awalnya ditentang oleh kedua orang tuanya. Setelah Fania membujuk kedua orang tuanya barulah mereka mendapat izin. Fania jelas lebih mudah mendapat apapun yang diinginkan. Berbeda halnya dengan Fiona.
Fania gemar membaca novel romansa sedangkan Fiona suka membaca komik. Jangankan novel, baru membaca buku pelajaran satu halaman saja dia bisa tertidur pulas.
Tapi anehnya lagi, Fiona menyukai pelajaran matematika sejak lama.
Walau Fiona terlihat malas belajar tetapi kalau soal nilai tak perlu diragukan. Dia sering masuk lima besar di kelasnya sejak SMP.
Apakah itu cukup? tentu tidak. Lagi dan lagi ayahnya kembali membandingkan dirinya dengan Fania yang tidak lepas dari tiga besar.
Jika Fiona tidak pernah pacaran, maka berbeda halnya dengan saudari kembarnya. Dia telah beberapa kali pacaran dan hampir semuanya tidak ada yang lolos restu dari Fiona.
Terlebih kali ini, Fiona menentang keras hubungan Fania dan Kelvin.
Tetapi saat Fania menanyakan alasan penolakan Fiona, dia lagi dan lagi tidak memberi jawaban yang logis.
Paling-paling hanya menjawab bahwa laki-laki itu tidak tulus dan hanya berniat mempermainkan dirinya.
Meski begitu, lagi dan lagi pula Fania memilih untuk mengalah tidak melanjutkan perdebatan mereka.
Meski Fania terlihat lebih baik dari segala aspek dibanding Fiona, tetapi tetap saja dia manusia biasa yang punya kekurangan.
Fania giat belajar dan gampang setres. Jika nilainya menurun, ia akan mati-matian belajar hingga setres. Tentu saja itu hal yang biasa, menjadi tidak biasa karena Fania melampiaskannya dengan merokok.
Pernah suatu hari ia kepergok oleh Fiona,
"lo kenapa pake ngerokok segala sih Fan?"
"Setres aja gue."
"Stres gara-gara nilai lo yang kemarin turun?"
"Iya."
"Lebay banget sih lo! gitu doang dipikirin segala."
"Gue nggak kayak lo, apa-apa dianggep gampang. Kita sama tapi enggak sama. Gue enggak bisa."
"Lo tahu kan penyebabnya kalau mama sampai tahu? lo bisa diomelin sembilan kitab tahu enggak?!"
"Kalau sampai bocor ke mama berarti gara-gara lo!"
"Kalau mama tahu sendiri?"
"Lo kira kita lagi main sinetron? yang semua kejadiannya dijelasin detail sama pemeran!"
"Lo yang ngerokok kok jadi salah gue?"
"Udahlah, lo jangan ngajak gue ribut mulu kenapa sih? gue lagi pening banget ini, setress gue!"
"Iya iya."
Fiona mengalah.
Meski mereka kembar, namun nampak jelas bahwa ayahnya lebih menyayangi Fania.
Tentu saja sempat membuat Fiona iri.
Tak jarang pekerjaan rumah lebih sering dilimpahkan pada Fiona. Menurut ayahnya, Fiona lebih kuat dari Fania.
"Fio juga manusia biasa, Yah. Emang Fio enggak bisa capek?" keluh Fiona suatu hari. Namun itu tidak digubris oleh ayahnya.
Ekspresi yang sama seperti Fania yang tidak bereaksi. Terbiasa dimanjakan oleh ayah membuatnya gemar bermalas-malasan. Hanya ibunya yang selalu mendukung Fiona,
"yasudah. Kalau kamu capek ya istirahat aja. Nanti biar mama yang selesaikan."
"Enggak usah, Ma. Ini sebentar lagi juga kelar kok. Mama istirahat aja di kamar," balas Fiona.
Fiona tidak tega membiarkan ibunya menyelesaikan pekerjaan yang ditangguhkan pada dirinya. Terlebih ibunya sudah sejak pagi bekerja di rumah.
"Enak banget sih jadi lo, Fan," gumam Fiona.
Fania sedang terbaring dari balik kamar mereka yang bernuansa vanilla cream.
"Maafin gue ya Fi. Gue juga capek banget. But i still love you so much, my twins," lirih Fania seraya memejamkan matanya.
Meski kembar bahkan hampir selama 24 jam mereka menghabiskan waktu bersama, tetapi mereka tidak saling terbuka. Terutama Fania.
Fania hanya akan bercerita jika sudah tidak tertahankan. Bahkan tentang Kelvin, Fania tidak akan bercerita kalau bukan Fiona yang mengetahuinya lebih dulu.