Chereads / Venganza The Twins / Chapter 8 - Ancaman Jatuh Cinta

Chapter 8 - Ancaman Jatuh Cinta

Waktu menunjukan pukul 11.00 siang. Fiona kembali ke kamar dengan handuk pink mudanya di kepala.

"Anak gadis Mama jam segini baru mandi," ucap Bu Rani duduk di tepi tempat tidur Fiona.

Mereka hanya sekamar namun urusan tidur mereka punya ranjang masing-masing.

"Ada apa Ma?" to the point Fiona.

"Kamu harus kemasin barang-barang kamu, tiga hari lagi kita harus pindah rumah...,"

"Sekolah aku gimana Ma?"

"Kita tetap di Jakarta kok."

"Oh, yaampun mama. Fio udah dag dig dug serrrr!"

"Lo lagi deg-degan atau dangdutan sih!" sahut Fania.

"Berisik lo! beresin barang lo sendiri!" balas Fiona.

"Siap nyonya!" ledek Fania.

Seperti biasa mereka selalu saja meributkan hal-hal kecil.

***

Keesokan harinya...

Pagi Si Kembar disambut oleh suara dari beberapa laki-laki yang sibuk mengangkut perabotan rumah. Membuat Fiona dan Fania terbangun lebih awal.

"Ada apaan sih Fi?" tanya Fania.

Bahkan untuk Fania yang susah bangun pagi kini malah lebih awal bangun.

"Ngangkutin barang kalik. Lo lupa apa kata mama kemarin?"

"Oh, iya. Bener juga lo," ucapnya lemas ingin melanjutkan tidur.

"Makanya jangan pacaran mulu!" sindir Fiona.

Fania tidak bersuara.

"Sayang udah bangun belum? eh buset chat siapa nih. Gue bales kalik ya," goda Fiona.

"Jangan!" ucap Fania panik.

"Iya. iya gue mandi! resek banget sih jadi orang!" ujarnya seraya bangun menuju kamar mandi.

Fiona menjulur lidah meledek Fania. Hal yang paling membuatnya tertawa puas adalah membangunkan Fania tanpa harus berkerja keras.

Waktu menunjukan pukul 06.00 pagi. Raniesha bahagia melihat kedua putrinya sudah rapi dan siap untuk sarapan.

"Wah, tumben banget nih. Anak-anak Mama jam segini udah ready!" puji Raniesha.

"Gara-gara abang yang tadi berisik, Ma. Jadi Fania bangun lebih awal."

"Bukan gara-gara gue mau buka handphone lo, Fan?"

"Diem nggak lo!" kesal Fania.

"Lo pms ya? marah mulu."

"Iya, hari ketiga gue, puas?"

Fiona terkekeh geli.

***

Padahal waktu sudah menunjukan pukul empat sore. Tetapi matahari masih menyengat panas.

Mereka berjanji untuk mengerjakan tugas kelompok di kelas. Tugas ekonomi yang berisi enam orang.

Huaaaam, suara kantuk keluar dari mulut Wandi.

"Andai aja, ngerjain tugas tuh secepat mengetuk handphone. Cuma dua kali ketukan handphone udah nyala," keluh Devika.

"Ngeluh mulu hidup lo, Dev!" sindir El.

"Kayak Fiona tuh. Diem dan ngerjain tugas. Lo semua aja deh yang kerjain, Fi," ujar Fandi.

"Boleh. Nanti paling gue ketik aja.

Tugas disusun oleh Rafiona. Fandi, Wandi, Yoseph, El dan Devika cuma bantu nonton. Terus tinggal gue serahin deh ke Pak Ren. Gampang kan? gue mah simple anaknya," balas Fiona.

"Nggak deh. He he, sini gue bantuin mana lagi yang harus gue kerjain?" tanya Fandi.

Tugas telah selesai mereka kerjakan. Namun mereka kebingungan karena tempat mengeprint sudah mulai banyak yang tutup.

"Mau cari kemana lagi? bentar lagi maghrib loh," kata Devika.

"Eh ke rumah gue aja yuk, di rumah gue ada printer dan kertas hvs," ajak Fandi.

"Kenapa lo nggak bilang dari tadi!" kesal Yoseph.

"Maaf, gue lupa. Gue suguhin makanan dan minuman yang banyak deh."

"Emang nggak apa-apa lo bawa kita ke rumah lo jam segini," tanya Fiona.

"Nggak apa-apa, orang tua gue seneng kok kalau gue bawa temen buat ngerjain tugas."

"Okay, lets go!" seru Yoseph.

El, Devika, Fiona dan Wandi menggunakan taksi menuju rumah

Fandi. Sementara Wandi dan Yoseph menggunakan motor ninja merah milik Yoseph.

***

Tiga hari kemudian....

Simon dan Raniesha telah bersiap menuju kontrakan baru yang telah mereka bayar untuk satu tahun penuh. Tidak mewah, tapi tentu jauh lebih besar dari kontrakan mereka sebelumnya.

Fiona merasa janggal.

"Kok gue kayak pernah ke tempat ini ya? tapi kapan?" bisik Fiona.

"Kata lo tiga hari yang lalu, lo lagi ngerjain tugas sama temen lo," sahut Fania.

Fiona tersadar. Daerah ini adalah rumah Fandi.

"Fan, di deket sini ada rumah temen sekelas gue! Gimana dong!" panik Fiona.

"Emang kenapa sih? biasa aja kalik."

"Lo eror atau lupa ingatan sih? 'kan kita udah sepakat kalau nggak boleh ada yang tahu kita tuh kembar!" sahutnya kesal dengan Fania.

"Astaga gue lupa! terus gimana dong?"

"Ya gimana? Kita harus gimana

sekarang?"

"Kok lo malah tanya balik sih?"

"Kalian nggak harus gimana-gimana!" sahut Raniesha menghentikan percakapan diantara mereka.

Mereka akhirnya menuju kamar untuk berberes, menuruti perintah sangat ibu lebih tepatnya.

Fania dan Fiona telah selesai membereskan kamar.

Fiona nampak panik,

"Lo ngapain sih, bolak-balik kayak setrikaan! tidur sana lo," omel Fania.

"Fan, lo jadi tomboi atau gue yang jadi feminim?"

"Lo ya lo, gue ya gue. Kita kembar tapi kita beda."

"Kalau temen gue tahu kita kembar gimana?" tanya Fiona.

Fania tersenyum tipis.

"Malah ketawa. Gue lagi serius!"

"Santai, santai. Lo lupa gue siapa? gue bisa naklukin hati semua cowok," ucap Fania mengedipkan mata kirinya.

"Udah sono, gue mau tidur! good night sistur," ucap Fania.

Fiona tidak habis pikir. Biasanya kembarannya itu lebih gampang setres, namun kenapa kali ini biasa saja. Akhirnya dia mengikuti saran Fania dan bergegas tidur.

Keesokan harinya...

Fiona berangkat sekolah lebih awal dari biasanya. Tentu saja untuk menghindari Fandi. Sementara Fania dengan santai menunggu gebetannya menjemput di depan rumah barunya.

"Fio! widih, cakep banget lo hari ini. Tumben," sapa Fandi.

Fania sepertinya paham bahwa laki-laki yang berdiri di sampingnya adalah teman sekelas yang diceritakan saudari kembarnya.

"Hai, gue tetangga baru lo disini. Tuh rumah gue," ucap Fania menunjuk rumah kontrakannya.

"Apaan sih, Fi? segala hai lo. Kaku amat."

Tiba-tiba, gebetan Fania datang.

"Hai, Dam!" sapa Fania.

"Hai. Dia siapa kamu?" tanya Adam.

"Tetangga baru aku. Baru banget kenal tadi," jelasnya.

"Haa? baru kenal tadi? wah parah, Fiona nggak anggep gue temen. Paling nggak bilang gue temen sekelas nya kalik," gumam Fandi.

Setibanya di sekolah Fandi lebih terkejut saat melihat Fiona.

"Perasaan tadi dari rumah cakep banget kayak cewek-cewek idaman. Kenapa sekarang jadi gini lagi? gue halu atau gimana ya? astaga!" bisik Fandi.

Hingga istirahat kedua Fandi terus memperhatikan gerak-gerik Fiona.

"Lo suka sama Fiona? gitu amat lihatnya," tanya Wandi.

"Emang kelihatan?"

"Kelihatanlah, gue kan punya mata. Sejak kapan lo suka dia? bae-bae lo si Yoseph juga kayaknya suka Fio."

"Haa? hih, ngarang lo ya! Nggak mungkin Yoseph kayak gitu,"

"Gue lihat dari cara Yoseph natap Fio. Itu sama kayak gue natap cewek gue yang sekarang," jelas Wandi.

Fiona tersadar bahwa Fandi terus memperhatikan dirinya sejak pagi.

"Ngapain sih lo? ngelihatin gue mulu dari pagi," tanya Fiona.

"Menurut lo, kalau gue lihat dua orang yang sama persis itu kenapa?"

Fiona berubah menjadi panik. Mungkin saja Fandi telah bertemu kembarannya tadi pagi.

"Maksud lo?" tanya Fiona mencoba terlihat tenang.

"Gue tadi pagi lihat cewek cantiikk banget. Tapi dia mirip banget sama lo. Pas gue sapa, terus ketemu sama gebetannya. Masa dia bilang baru kenal gue beberapa menit yang lalu. Kan aneh banget."

"Lo halu kalik,"

"Masa? kok berasa nyata banget ya? gue halu atau lo yang punya....?" belum selesai Fandi, Fiona menarik tangannya ke ruang kelas yang sepi.

"Punya apa?" interogasi Fiona.

"Punya kepribadian ganda?"

Fiona menghela napas.

"Atau lo punya kembaran ya?" lanjut Fandi lagi.

Fiona tidak tahan. Dia menatap dalam mata Fandi. Mendorong Fandi hingga menempel pada tembok kelas meletakan tangan kanan dan kirinya tepat disamping wajah lelaki itu. Dan,

Plaaaak!

Dia menampar pipi Fandi.

"Aww!" jerit Fandi.

"Gue salah apa sih, Fi?" tanya Fandi.

Fiona lalu mendekati wajahnya ke

wajah Fandi lalu memberi senyuman mautnya.

Bibirnya berbisik dekat telinga Fandi.

"Gue bisa jadi sangar, dan bisa jadi manis kayak tadi ke lo, Fan. Jadi pastiin lo nggak cerita apapun ke orang lain tentang kejadian tadi pagi ya? Ok?" ucap Fiona lembut.

Jantung Fandi berdegup kencang mendapati perlakuan Fiona.

"Dorrr! wah lo berdua ngapain? mesum ya?" ucap Wandi mengejutkan mereka berdua.

Fiona kini lebih santai. Dia hanya mengangkat bahunya.

"Nggaklah, ya kalik!" jawab Fiona.

Yoseph tiba menuju mereka dengan wajah yang begitu jutek.

Siapa saja tahu dia jutek, tapi tidak sejutek sekarang. Terlebih dia melihat dibalik jendela apa saja yang dilakukan Fiona dan Fandi sejak tadi.