"Janji? "
"Janji," Gadis itu tersenyum sembari menautkan kelingkingnya ke kelingking Amerta.Janji kelingking.
Sudah satu bulan berlalu semenjak pertemuan Jeya dan Amerta. Siapa sangka mereka punya banyak kesamaan. Mulai dari menyukai genre buku yang sama, ataupun kemampuan memakan makanan pedas yang sama-sama payah, lalu fashoin taste yang membuat mereka terlihat seperti pasangan--tapi sepertinya lebih ke kakak adik? Entahlah.
Dan juga fakta bahwa Jeya dan Amerta seumuran meskipun Jeya sudah kuliah tapi Amerta yang masih duduk di bangku kelas 12 karena suatu alasan. Alasan yang enggan untuk ia ceritakan. Jeya juga tidak ingin memaksa Amerta untuk memberitahunya, dia tidak mau jika keinginan tahuannya akan membuka luka lama orang lain, apalagi orang itu adalah Amerta.
...
"Hari ini ketemu di perpus lagi kan? " Ucap seorang cowok di seberang telepon.
"Iya, seperti biasa. "
"Oke."
Sudah 30 menit berlalu semenjak percakapan di telpon tadi, tapi Amerta tidak kunjung datang juga,cowok itu juga tidak mengangkat telponnya yang membuat Jeya hawatir, bagaimana jika terjadi sesuatu?.
"Boo!"
"Astaga naga! "
"Bahahahaha, apa-apaan pose mu itu?ini pertama kalinya aku melihat orang terkejut reflek mengambil kuda-kuda pencak silat," Amerta menghapus air mata yang keluar dari matanya karena terlalu banyak tertawa.
"Cih, " Ambek Jeya.
"Nih, bunga. Selamat ulang tahun Jeya. "
"Wah..cantik sekali, Terimakasih.Tapi kok kamu tau kalau hari ini aku ulang tahun?"
"Rahasia," Balas Amerta yang membuat Jeya terlihat pasrah, dia memang tidak bisa menang dari cowok tersebut.
"Hari ini kita tunda dulu baca bukunya. Aku ingin membawamu kesuatu tempat."
.....
"Photo booth?"
"Iya.. "
Setelah selesai mengambil beberapa foto merekapun segera menuju ke tempat permainan di salah satu mall. Mereka tampak sangat bahagia mencoba satu persatu permainan yang ada di mall tersebut, Seperti kembali ke masa kecil, masa-masa indah tanpa kenal masalah hidup.
Tiga jam berlalu mereka memutuskan untuk pergi ke tempat terakhir, perpustakaan.
"Aku kira kita akan pergi ke suatu tempat seperti taman, tapi kita malah kembali ke perpus."
"Haha, Apa kamu kecewa Jeya? "
"Hmm... Sedikit. "
"Maaf ya.. Tapi aku ingin tempat ini akan menjadi pertama dan terakhir," Amerta menyunggingkan senyum tapi, senyuman itu terlihat menyedihkan.
"Apa maksudnya pertama dan terakhir, bukankah kita akan terus bertemu seperti ini? " Lagi-lagi Amerta hanya membalas dengan senyuman, itu membuat perasaan Jeya menjadi tidak karuan.
"Lupakan soal itu. Apa hari ini aku bisa mengambil foto mu yang sedang membaca?Itu sangat cantik, aku ingin terus melihtnya. "
Pernyataan Amerta barusan membuat Jeya kaget dan merasakan debaran jantungnya meningkat beberapa disable. Pipinya juga berubah merah, beruntung saat ini sedang musim dingin jadi cowok itu akan berfikir kalau itu hanya karena cuaca.
....
Mereka sedang dalam perjalanan kerumah Jeya, Amerta memutuskan untuk mengantar Jeya pulang. Hari ini Amerta seperti orang lain saja.
Karena suasananya yang terlalu canggung Jeya memutuskan untuk membuka percakapan, "Aku boleh bertanya? "
"Tentu saja. "
"Rasanya hari ini kamu terlalu banyak mengambil foto. "
"Maafkan aku, apa kamu merasa risih?" Ucap Amerta tiba-tiba panik.
"Bukan begitu, aku hanya penasaran."
"Sebenarnya ini untuk kenangan," Terdengar suara kesedihan dibalik kata itu.
"Haha, kenapa suasananya jadi aneh begini, seperti perpisahan saja," Jeya menggaruk kepalanya yang tak gatal.
"Sudah sampai tuh, sana masuk! "Perintah Amerta seakan akan mengalihkan pembicaraan. "Baiklah aku masuk dulu, kamu hati-hati pulangnya. Dahh. "
....
Amerta
26 Desember 2015
Sudah sampai rumah?
Ada apa, apa terjadi
sesuatu?
27 Desember 2015
Am, hari ini ketemu
di perpus lagi kan?
Oh kamu tidak datang
Apa kamu sedang sibuk?
28 Desember 2015
Am, apa kabar?
Sudah tiga hari kamu tidak pergi ke perpus.
29 Desember 2015
Kamu tahu? Hari ini ter-
Jadi sesuatu yang lucu di-
Kampus, aku tidak bisa
Berhenti tertawa..
Apa hari ini kamu akan
Ke perpus?
31 Desember 2015
Hari ini ada buku baru
Aku tidak sabar untuk Membacanya,
bagaimana dengan mu?
Am, apa kau sedang marah?
Tahun baru mau melihat Kembang api bersama?
1 Januari 2016
Selamat tahun baru!!
Apa kabar Amerta?
Sudah satu minggu berlalu tapi tidak ada tanda-tanda kalau Amerta akan menjawab pesan tersebut, Rasanya Jeya ingin menyerah saja, tapi dia rindu saat-saat menyenangkan bersama Amerta, dan lagi jeya tidak tahu di mana rumah Am. Kenapa setelah Jeya menyadari perasaannya, Amerta malah pergi? .
Ting tong!
Ting tong!
"Siapa ya?"
"Saya Mama amerta, " Ucap seorang wanita paruh baya dengan seluruh tubuh ditutupi kain serba hitam. Tanpa pikir panjang Jeya segera mempersilakan Mama amerta masuk kedalam rumah.
"Jadi, apa tujuan tante kesini?"
"Sebelum meninggal Amerta memberikan Saya alamat kamu, " melihat air muka Jeya yang berubah pucat, Mama amerta menghentikan perkataannya sejenak, "Amerta meminta tante untuk memberikan mu ini, " Lanjut wanita tersebut sembari menyodorkan sebuah kotak berwarna hitam, kotak itu tidak terlalu besar sekitar 10×10 cm dilengkapi dengan "Sweet memories" Tertulis diatas kotaknya.
Didalam kotak tersebut terdapat foto-foto polaroid Jeya dan Amerta yang mereka ambil saat hari ulang tahun Jeya, lalu ada sebuah buku diary berukuran a6 lengkap dengan puisi yang memenuhi semua halamannya, dan yang terakhir ada sebuah surat.
Jeya membaca surat tersebut dengan perasaan gelisah.
"Halo Jeya, apa kabar? aku harap kamu baik-baik saja. Kamu ingat pertemuan pertama kita? Saat itu di rumah sakit kamu memberikanku buku yang bukan milikmu, haha dasar gadis aneh. Tapi untung saja aku datang ke perpus tepat waktu. Aku keren kan?
Oh iya Jeya, dulu aku pernah bilang kalau aku tertinggal kelas karena suatu hal kan? Akan ku ceritakan semuanya disini.
Sejak aku kecil mama dan papa sibuk bekerja, yang membuatku tumbuh menjadi anak yang kurang perhatian dan kesepian. Saat kelas 8 SMP aku mencoba untuk merokok, lalu menjadi ketergantungan. Satu tahun setelah itu aku menjadi perokok berat. Dan di awal semester kelas 11 SMA aku bertemu seseorang yang mengenalkanku ke dunia yang gelap, dunia yang penuh akan obat-obatan dan orang dewasa yang menyeramkan. Orang itu memberiku sesuatu yang tidak aku ketahui, yang ternyata adalah gan**, yang membuatku menjadi kecanduan nar***a. Melihat anaknya yang kacau mama dan papa memutuskan untuk mengirimku ke salah satu dokter terbaik di luar negeri. Saat kembali ke indonesia, aku kembali duduk di bangku kelas 11 SMA disaat teman-teman yang seumuran denganku tengah sibuk melakukan persiapan masuk universitas. Butuh dua tahun untukku agar benar-benar sembuh dari penyakit jiwa. Aku memutuskan untuk giat belajar,namun sayang sekali aku di vonis kangker paru stadium 4, itu saat kita bertemu di rumah sakit. 3 minggu setelahnya perusahaan orangtuaku bangkrut. Karena tidak ada biaya, pengobatanku pun dihentikan. Aku tidak yakin jika akan bertahan lebih lama lagi, jadi daripada bersedih aku memutuskan untuk menghabiskan hari-hari terakhirku bersamamu. Jeya, Terima kasih untuk semuanya, waktu kebersamaan kita yang terbilang singkat, bagiku adalah segalanya. Terima kasih telah membuatku merasakan akhir yang bahagia. Terima kasih telah membuatku merasa dicintai. Terima kasih untuk semua buku yang menjadi awal dari kisah kita. I love you,Jeya, Terima kasih untuk semuanya, aku harap kamu bahagia selalu.selamat tinggal."
Jeya tertegun di tempat duduknya, terlalu terkejut dengan semua fakta yang datang secara bertubi-tubi. Nafasnya sesak, dadanya terasa sangat sakit seperti dihantam sesuatu.
"Ini semua salah saya, andai saya tidak menghabiskan semua waktu saya untuk bekerja dan memberikan perhatian yang cukup untuk Amerta,mungkin saja hal ini tidak akan terjadi." Tangis Jeya pecah mendengar Mama amerta menyalahkan diri sendiri.