"Hai, Gwen! Ini untukmu." Eric memberikan berbagai macam snack pada Casey.
"Kenapa?" tanya Casey bingung karena perbuatan Eric yang tiba-tiba.
"Agar kau fokus belajarnya," tambah Eric seraya tersenyum lebar. "Kalau begitu, dah! Kau bisa berbagi dengan Erica dan yang lainnya!"
Casey hanya bisa menggelengkan kepalanya seraya tersenyum, karena sikap perhatian dari tuan mudanya itu. Erica yang memang selalu menempel pada Casey tentu saja otomatis selalu melihat interaksi Eric dan Casey. Dan Hanya senyum palsu yang selalu ia perlihatkan.
***
"Gwen! Mau ke mana?"
"Perpustakaan, ada buku yang ingin kupinjam," jawab Casey. Saat Casey ingin keluar kelas, Erica ikut bersamanya karena gadis itu mengatakan sedang tertarik dengan satu buku di perpustakaan fakultas. Tak disangka mereka akan bertemu dengan Eric.
Pria itu mengangguk. "Kau juga, Erica?"
"Iya! Aku memang cukup sering ke perpustakaan, di sana tempatnya tenang di mana aku bisa fokus melakukan sesuatu. Aku suka sekali dengan tempat yang tenang!" balas Erica yang menurut Casey terlalu berlebihan. Tidak ada yang bertanya tempat apa yang ia suka. Casey gatal sekali ingin memutar bola matanya.
'Suka tempat yang tenang katanya, kenapa sekalian tidak kuburan saja,' batin Casey. Dilihat bagaimana pun Erica benar-benar mencari perhatian sekali.
"Ah, begitu, ya. Sepertinya kalian sangat dekat. Aku selalu melihat kalian ke mana pun bersama, layaknya kembar," ujar Eric bercanda. Casey hanya bergidik ngeri, tak sudi disamakan dengan Erica.
"Eh? Tidak mungkin! Bukankah terlalu berat sebelah? Gwen sangat cantik dibanding aku yang tak ada apa-apanya," balas Erica merendah seraya mengibaskan tangannya. "Aku bagaikan dayang untuk seorang ratu, ya, kan?" tanyanya pada Casey seraya tersenyum manis. Casey membalasnya dengan senyuman tipis. "Bukankah terbalik?"
"Huh! Gwen merendah!" Erica menggembungkan kedua pipinya.
'Kau yang merendah, sialan! Ingin rasanya kujambak rambutnya sekarang juga!' umpat Casey dalam hati.
"Hmm, kalian sama cantiknya, kok. Tidak ada yang berat sebelah. Lagipula selama kau bahagia dan bisa menerima dirimu sendiri, menurutku itu sangat cantik," sahut Eric membuat kedua gadis itu langsung menatapnya. "Kalau begitu aku duluan, dah!" pamitnya tak lupa meninggalkan senyuman yang langsung membekas di hati Casey mau pun Erica.
***
Casey sangat sadar dengan perilaku Eric padanya akhir-akhir ini membuat panas hati Erica. Mungkin orang-orang tidak begitu memperhatikan, atau hanya menganggap hal yang wajar mengingat baik dan ramahnya pria itu. Namun, setiap hal yang Eric lakukan padanya, Casey bisa melihat tanda-tanda ketidaksukaan dari Erica. Perempuan itu selalu menempel padanya hanya untuk mencuri interaksi pada Eric.
Casey sudah menyiapkan alat dan tugas untuk ia bawa ke kampus hari ini. Setelah selesai bekerja pagi, ia pamit kepada Asylin dan pekerja yang lain. Ia sudah sedikit telat karena tadi membantu pekerja yang lain menggambil barang ke gudang.
"Aku berangkat, ya! Maaf aku harus kuliah dulu, kalian semangat bekerjanya!" pamit Casey dengan senyuman cerianya. Ia sudah bisa beradaptasi dengan baik dan sangat berbaur dengan yang lain. Suka dan duka mereka lalui bersama di dalam mansion tersebut.
"Hati-hati di jalan, Gwen! Kau juga semangat kuliahnya," sahut Asylin.
"Gwen, kenalkan padaku jika ada pria tampan di sana," balas Olla dengan genit. Pelayan lain mencubit pipi Olla gemas dengan celetukannya.
"Ingat umur, Olla! Kau sudah tua."
"Enak saja! Aku masih cukup cocok dengan pria muda, ya!" balas Olla tak terima. Casey hanya menanggapinya dengan tertawa kecil. Belum dirinya keluar dari mansion, sebuah panggilan telepon berbunyi dari ponselnya. Casey menggeser layar untuk melihat siapa yang meneleponnya pagi ini. Ia menaikkan alisnya sebelah karena ternyata orang tersebut adalah Erica. Untuk apa perempuan itu menghubunginya, jarang sekali. Akhirnya Casey mencoba untuk mengangkatnya.
"Ada apa, Erica?"
[Akhirnya kau angkat juga, apa kau sudah di jalan?] tanya Erica dari seberang telepon.
"Belum, ada apa?"
[Untung saja! Hari ini Mr.Dean tidak bisa datang, jadi kau tidak perlu membawa tugasnya]
Casey melirik tas tabung yang berisi tugas gambar untuk mata kuliah hari ini. Masih curiga apakah perkataan Erica benar atau hanya untuk menjebaknya. "Sungguh? Kenapa dia tidak bisa datang?"
[Aku tidak mengetahuinya dengan pasti, Laura bilang ada urusan mendadak yang harus ia lakukan. Tugasnya akan dikumpulkan lusa, jadi lebih baik kau tidak usah membawanya, Gwen]
"Baiklah kalau begitu."
[Untung saja kau masih di rumah. Aku tunggu di kelas, sampai nanti!]
"Iya, Iya. Aku tutup, terima kasih sudah memberitahuku."
Tanpa menunggu jawaban Erica, Casey langsung menutup panggilannya. Ia berbalik lagi menuju ke kamar untuk meletakkan tas tabungnya. Sudah tak punya banyak waktu untuk berpikir yang tidak-tidak mengenai Erica.
Saat berjalan melewati koridor, Asylin baru saja keluar dari salah satu ruangan dan mereka akhirnya berpapasan.
"Gwen? Kenapa pulang lagi? Apa ada yang ketinggalan?" tanya Asylin.
"Tidak, aku hanya ingin meletakkan ini ke kamar karena ternyata tidak perlu dibawa hari ini," jawab Casey seraya menunjukkan tas tersebut.
"Kalau begitu biar aku saja. Akan semakin lama jika kembali ke kamar. Kau sudah telat." Asylin menawarkan diri.
"Sungguh? Terima kasih banyak, Asylin!"
Casey memberikan tas tabung itu pada Asylin. Merasa tertolong karena tak perlu jauh-jauh ke kamar. Setelah mengucapkan terima kasih ia langsung bergegas keluar seraya berlari kecil menuju halte bus. Berharap tidak tertinggal bus terakhirnya, kalau tidak, entahlah Casey akan semakin merutuk nasibnya yang tak pernah baik.
Setelah menempuh waktu sekitar satu jam, akhirnya ia sampai di kampus. Kelas pertamanya akan dimulai 15 menit lagi, Casey bisa bernapas sedikit lega. Setidaknya masih ada waktu sedikit menuju gedung fakultasnya mengingat kampus begitu besar dan luas. Saat Casey membuka pintu kelasnya, netranya membulat saat melihat salah satu teman kelasnya membawa tugas yang Erica bilang tidak perlu dibawa hari ini. Alisnya semakin berkerut karena tidak hanya satu, hampir semua anak kelas membawanya. Ini tidak beres. Casey melangkahkan kakinya menghampiri pria bermata sipit, mahasiswa dari jepang yang duduk di kursi paling depan.
"Nakamura," panggil Casey. Pria bernama Nakamura yang sedari tadi mendengarkan musik dari ponselnya, kini mendongak menatap balik Casey seraya melepas airpodsnya.
"Ya? Ada apa, Gwen?"
"Apa kelas Mr. Dean siang ini tidak akan ada?"
Nakamura mengernyitkan dahinya, heran. "Apa maksudmu? Deadline tugas hari ini, kan. Beliau pasti menghadiri kelas," jawabnya. Casey mulai mengepalkan tangannya.
"Bukankah beliau ada urusan mendadak? Karena itu tugas dikumpulkan lusa?" Casey masih terus bertanya. Mencocokkan perkataan dari apa yang disampaikan Erica. Nakamura terkekeh pelan, merasa Gwen seperti orang linglung pagi ini.
"Apa kau masih mengantuk, Gwen? Kukatakan dengan jelas, kelas siang hari ini Mr. Dean akan datang. Tidak ada pemberitahuan bahwa ia ada urusan mendadak atau semacamnya. Kau bisa bertanya pada Laura karena dia selaku penanggung jawab kelas ini," ujar Nakamura secara detail. Casey menunduk, menyembunyikan senyumnya. Kepalan tangannya semakin kuat. Dia merasa bodoh karena mudah percaya dengan tipuan murahan dari gadis ular itu.
"Kau tak apa-apa? Jangan bilang kau tak membawa tugasnya?" tanya Nakamura karena tak melihat tas tabung yang seharusnya dibawa oleh masing-masing anak. Casey kembali menatap pria di depannya seraya tersenyum manis seolah tak ada sesuatu yang harus dikhawatirkan.
"Terima kasih atas infonya, Nakamura," ujarnya setelah itu berjalan menuju tempat duduk belakang. Kelas pagi sebentar lagi dimulai. Casey belum melihat Erica, sepertinya perempuan itu keluar entah ke mana, Casey tak mau peduli. Pikirannya berkecamuk bagaimana membawa tugas itu ke sini sebelum kelas siang dimulai. Ia juga tetap kesal dan terus mengumpat dalam hati karena Erica berhasil menipunya.
Pintu belakang tergeser, netranya melirik ke sekumpulan perempuan yang baru saja masuk kelas itu, ternyata Erica ada di sana. Tertawa tanpa beban, tanpa merasa bersalah telah menipu seseorang. Tak lama tatapan mereka bertemu, Erica tersenyum lebar seraya berjalan mendekat ke arahnya.
Casey heran, berapa banyak topeng yang digunakan Erica?
Tentu saja, Casey pun akan terus mengikuti sikap palsu perempuan itu. Batas sabar dari dirinya masih jauh. Ia masih ingin melihat perbuatan-perbuatan yang akan dilakukan Erica padanya.
Casey tersenyum manis menyambut Erica yang duduk di sebelahnya. Sangat manis sampai orang-orang tidak akan menyadari aura gelap yang sudah terpancar dari dirinya.