Selepas mengenakan pakaiannya kembali Yena keluar dari kamar mandi. DIlihatnya Lucifer masih belum bangun dan Leon tidak terlihat di sana.
"Burung ini, aku memintanya jaga sebentar dia malah pergi." Yena berdecak.
Yena mengambil semangkuk Miyeok Guk yang dibawakan Leon. Kebetulan sekali, paduan sop rumput laut dan rempah-rempah ini dikenal bagus untuk kesehatan.
"Lucifer, bangun dulu. Ayo sarapan." Yena mengguncang Lucifer pelan. Pria itu membuka matanya malas.
"Kenapa banyak bulu Leon di sini?" Yena bergumam sembari membersihkan beberapa bulu hitam yang menempel pada selimut.
"Leon membawakan sup rumput laut. Kamu makanlah, aku masih punya makanan sisa kemarin," ujar Yena sembari menyodorkan mangkuk sup itu. Namun Lucifer hanya menatapnya dengan netra sayu.
"Kamu sudah lumayan baikan. Bisa makan sendiri 'kan?"
"..."
"Baiklah. Aku akan membantumu. Coba duduk." Yena berkata. Ia membantu Lucifer untuk bangun dan menegakkan punggungnya.
"Buka mulutmu,"pinta Yena. Lucifer dengan patuh membuka mulutnya dan membiarkan gadis itu menyuapinya.
Yena menggosok hidungnya dan tersenyum tipis. Tidakkah orang ini terlihat sangat manis saat jinak seperti ini? Yena menatapnya kagum, mungkin akan menyenangkan jika dia memelihara reptil seperti ini.
Melihat tatapan Yena batin Lucifer tersenyum masam. Mengapa pikiran gadis ini sangat liar?
"Aku sudah cukup." Lucifer menolak suapan yang kedua kalinya.
"Apa? Makanlah lebih banyak lagi, setidaknya habiskan setengahnya. Sop ini akan membantumu pulih lebih cepat," titah Yena.
"Bagus untuk manusia bukan berarti bagus untukku. Aku tidak suka rasanya," dengus Lucifer.
"Oh? Aku tidak tau kalau kamu juga pilih-pilih makanan. Kalau begitu kamu mau makan apa? Aku akan meminta Leon untuk membawakannya," tanya Yena.
Lucifer tidak menjawab, atau ragu untuk mengatakannya. Akan tetapi, setelah tinggal cukup lama dengan Lucifer kepekaan Yena terhadap mahluk itu cukup baik. Yena mengerti Lucifer mungkin memerlukan makanan alaminya dalam keadaan ini.
Namun, Yena tidak tau bagaimana cara mendapatkannya. Saat menjelang siang hari, untungnya Leon datang dan membawakannya camilan.
Yena memintanya untuk menangkapkan hewan seperti biasa untuk Lucifer. Namun, Leon mengatakan bahwa burung-burung di sekitar sana telah habis.
"Eh? Habis bagaimana maksudmu?" Yena tidak mengerti, apa maksud Leon mangsa Lucifer telah musnah?
"Benar. Aku juga tidak tau kenapa burung-burung besar yang biasanya banyak berkeliaran di sekitar sini sekarang tidak ada," jawab Leon, berbohong. Ia tidak bisa mengatakan bahwa burung-burung itu musnah tidak lain karena Lucifer yang makan besar kemarin.
"Kalau begitu carilah hewan lain. Lucifer tidak hanya makan unggas saja 'kan?" Yena berkata pelan.
Lucifer hanya mengerutkan alis melihat Yena dan Leon yang berbisik-bisik sedari tadi di jendela.
"Sulit. Aku tidak mungkin membawa hewan yang ukurannya lebih besar dariku ke sini." Leon menggeleng.
"Bawa yang kecil saja. Beli beberapa ekor kelinci atau apa pun. Apa kau tidak kasihan pada Luciefer?" desak Yena.
Leon memiringkan kepalanya dan melihat pada Lucifer yang duduk bersandar di tempat tidur dengan ekspresi datar.
Burung itu mendengus dan berkata pelan, "Tidak. Kalau dia mau dia bisa mencarinya sendiri. Aku pergi."
Leon mengepakan sayapnya dan berlalu pergi.
"Eh tunggu-- ah! Kenapa kamu tega sekali pada temanmu sendiri?! Dia sedang sakit!" teriak Yena.
Namun Lon terus berlalu tak mengacuhkannya.
Yena berdecak. Kenapa dia merasa Leon sedang mengabaikan Lucifer? Apa mereka ada masalah?
Yena berbalik dan menatap Lucifer dengan kasihan. Lihat betapa tidak berdayanya reptil galak itu sekarang?
"Kenapa kau menatapku seperti itu?" tanya Lucifer heran. Dia sangat tidak suka tatapan seperti itu, tatapan seolah dirinya adalah mahluk yang harus dikasihani.
Yena menggelengkan kepalanya. Selama aku ada di sini, kamu tidak akan kelaparan, batin Yena.
'Ah! Rumah besar dan kotor ini ... tidak mungkin tidak punya punya beberapa ekor tikus bukan?' Yena tiba-tiba terpikirkan sebuah ide. Gadis itu mengambil sapu di pojokan dan bergegas keluar.
"Kau mau kemana?" Lucifer menatapnya dengan heran.
Pria itu mengerutkan keningnya halus. Beberapa detik kemudian dia suara ribut dan teriakan geram Yena terdengar dari bawah.
"Kemari kalian! Tikus-tikus manis!"
Buk!
Buk!
Brakk
Lucifer membuka mulutnya, ngeri.
...
Bugh!!
Yena memukul hewan pengerat seukuran telapak tangan yang tersudut ke pojok itu dengan gagang sapu. Untuk yang ketiga kalinya tepat sasaran, tikus besar itu terkapar pusing.
"Nah, dapat!"
Yena segera meraih ekor tikus malang itu dan mengangkatnya bersama dua yang lain.
"Tidak sangka aku cukup pandai berburu!" puji Yena pada dirinya sendiri. Dia mengabaikan fakta bahwa untuk mendapatkan tiga ekor tikus saja waktu dua jam sudah terbuang.
Hewa pengerat di bangunan ini ternyata cukup banyak. Kalau begini caranya bukankah Lucifer tidak akan kelaparan?
Gadis itu segera naik ke atas dengan riang.
"Lucifer, lihat apa yang aku bawa untukmu?" Yena menunjukkan tiga tikus gemuk itu dengan senyum polos.
Dia pikir Lucifer akan senang, tetapi pria itu malah menampilkan ekspresi jelek. Meski Lucifer sudah tau apa yang dilakukan gadis itu, tapi dia tetap merasa syok ketika melihat Yena benar-benar membawakan tikus untuknya.
Dia tidak tau harus tertawa atau menangis.
"Kenapa? Kamu pasti sudah sangat lapar. Cepat makanlah, aku sudah susah payah menangkapnya." Yena berkata sembari menyodorkan tikus-tikus itu ke depan wajah Lucifer.
Lucifer merasa lambungnya sedikit mual. Dia sepertinya ingin muntah. Hewan pengerat bahkan tidak punya energi sedikit pun. Sebaliknya, bau mereka sangat menyengat.
Meski begitu, melihat mata berbinar Yena dia terpaksa menerimanya.
"Nikmatilah!" ucap Yena riang. Ia kemudian bergegas ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya yang kacau setelah dua jam bertempur di gudang kotor.
Saat keluar, Yena melihat Lucifer sedang berdiri di depan jendela.
"Kamu sudah sembuh?!" Yena berseru kagum. Dia berjalan menghampiri dan menyentuh kening pria itu untuk memastikan. Ajaib! Dia sudah tidak panas lagi. Malah kulitnya kini kembali ke semula, lembab dan dingin.
"Ini semua adalah kekuatan makanan!" seru Yena.
"Mulai sekarang kamu harus lebih banyak makan tikus!"
Lucifer hanya mengulum senyum masam dan menampilkan senyum ringan.
"Terimakasih," ucapnya seraya mengulurkan tangan dan mencubit pipi Yena pelan.
Lucifer tidak tau, perbuatannya itu membuat pipi Yena terbakar.
'Apa-apaan, dia semakin aneh saja!' cicit Yena dalam hatinya. Wajah dingin Lucifer sekarang tampak semakin berekspresi. Dia sangat luar biasa ketika tersenyum seperti itu.
Untuk sesaat, Yena lupa bahwa mereka saat ini sedang terjebak di sana dan tidak tau apakah dia bisa keluar lagi dari sana atau tidak.
Mengingat hal ini Yena melupakan pesona Lucifer dan kembali pada fakta pahit tersebut.
"Oh yah, apa menurutmu Arion benar-benar belum pergi? Mari pergi keluar dan ambil yeouiju." Yena membuka topik.
"Tunggu beberapa hari lagi. Bersabarlah. Aku sanksi Arion menyerah semudah itu. Dia bisa bersembunyi dimana pun. Kita tidak bisa mengambil resiko. Jika keluar dan ditemukan, belum tentu kita akan beruntung selamat untuk yang kedua kalinya." Lucifer berkata.
Apa yang Lucifer katakan memang benar. Menunggu selama beberapa hari lagi lebih baik daripada mempertaruhkan diri menjadi daging panggang.
Hanya saja, Yena merasa sangat tidak tenang. Meski mereka bersembunyi dengan baik di sini, tapi entah mengapa dia merasa ada bahaya besar yang selalu memperhatikannya.
Sudah siang hari, tapi Leon belum datang membawakan makan siang, padahal perut Yena sudah keroncongan. Aneh, biasanya dia tidak pernah terlambat.
"Aku lihat sikap Leon agak berbeda tadi. Aku khawatir terjadi sesuatu dengannya." Yena berkata cemas.
"Jangan khawatir. Aku akan pergi mencarinya," ujar Lucifer.
"Eh, tidak. Jangan kemana-mana. Bagaimana kalau kamu bertemu dengan Arion nanti?"
"Aku akan hati-hati. Lagipula Leon pasti tidak berada jauh. Arion takkan berada di sekitar sini," kata Lucifer. Dia cepat-cepat pergi setelah mendengar bunyi perut Yena yang keroncongan.
"Perut laknat!" Yena memukul perutnya gemas. Lucifer padahal belum sehat betul, tapi dia pergi karena takut dirinya kelaparan.
Jika terjadi sesuatu pada Lucifer maka itu semua adalah salah perutnya!
Citt citt
"Eh?" Suara yang asing menginterupsi Yena. Gadis itu melihat seekor burung kecil hingga di kusen jendela dengan sesuatu yang terikat di kakinya.
"Citt citt."
"Apa itu?" Yena menghampiri dan mengambil benda dari kaki sang burung yang ternyata sebuah gulungan kertas kecil.
"Sebuah surat?" Yena membuka gulungan tersebut. Pupil matanya melebar kala membaca pesan singkat yang tertulis di dalamnya.
"RUMI REVANA, KAU MENGENALNYA? DIA MENCARIMU, DI SINI."