Chereads / Badboy Vs Jenius Girl / Chapter 17 - Motor Baru

Chapter 17 - Motor Baru

Ayarra tergesa-gesa untuk pamit. Namun, Nadia menahannya. Nadia memaksa jika Ayarra harus makan di kediamannya. Sedangkan Rayan, telah duduk di meja makan.

"Makan dulu ya, bareng-bareng," pintanya.

"Gak dulu deh kayanya, soalnya, aku harus belajar," jawab Ayarra.

"Belajarnya nanti aja lagi. Kamu makan dulu ya di sini." Ayarra tidak enak untuk menolak tawaran dari Nadia. Ayarra pun, mengambil piring.

Nadia juga mengambil piring dan memasuki kamar Cindy. Nadia membujuk Cindy agar mau makan.

"Cindy, kamu teh makan dulu ya, Mamah suapin," kata Nadia.

"Aduh, ini mah bukan makan bareng, mana aku udah ambil nasi lagi," batin Ayarra.

Cindy menggeleng keras. Cindy menolak untuk makan.

"Sedikit aja," bujuk Nadia.

Mau tidak mau, Ayarra menghabiskan makanan di piringnya bersama Rayan. Mereka duduk saling berhadapan.

"Apa sih liat-liat?" tanya Rayan.

"Ih geer!" Ayarra makan dengan membelakangi Rayan.

"Ibu, ya ampun. Kok bisa gini?" Seorang wanita dengan pakaian glamor menghampiri mertua Dina.

"Kak Ani," sapa Dina.

Amel memandangi kakak dari ayahnya. Seperti biasa, Amel selalu bersikap tidak ramah. Amel memutar bola mata dan memandang tidak suka kepada orang yang Dina panggil Kak Ani.

"Amel, salam dulu sama Tante Ani!" titah Dina. Amel menuruti perkataan ibunya.

Amel melayangkan pertanyaan yang ketus kepada tantenya, "Tante kok baru ke sini? Ini udah tiga hari loh sejak Nenek sakit."

Bukan karena Amel memedulikan neneknya yang tengah berbaring di ranjang rumah sakit, tapi, karena dirinya kesal karena selama tiga hari, Tante Ani tidak menjaga neneknya. Tidak bergantian menjaga nenek. Padahal, Amel sangat bosan berada di rumah sakit.

"Amel" tegur Dina.

"Gak papa Din. Amel mungkin penasaran. Tante banyak urusan. Gina juga lagi ada masalah gitu. Jadi emang lagi repot banget," papar Tante Ani.

"Rayan mana?" tanya Tante Ani.

"Rayan sekolah di Bandung. Jadi dia gak di sini," jawab Dina.

"Tante, Ayarra pamit pulang dulu ya," ujar Ayarra.

"Cepet sembuh Cin," sambung Ayarra.

"Pulang? Tunggu bentar atuh!" pinta Nadia.

"Rayaaaaaan!" panggil Nadia.

"Duh, jangan-jangan Rayan mau disuruh buat anterin aku lagi," batin Ayarra.

"Iya Wa?" Dengan kaos hitam dan parfum yang semerbak, Rayan turun dari kamarnya.

"Ini, kamu tolong anterin Ayarra. Kan kamu udah ada motor baru tuh," titah Nadia.

"Gak perlu Tante, Ayarra bisa kok pulang naik angkot."

"Jangan sungkan-sungkan atuh Ayarra, sok Rayan, cepet anterin Ayarra. Ntar keburu magrib,"

Ayarra tidak menyangka dengan jawaban dari Rayan, "Iya Wa."

"Tumben mau," batin Ayarra.

Sebelum berangkat, Rayan dan Ayarra bertengkar tentang sepatu Ayarra.

"Sepatu lu kotor gak? Motor baru nih masalahnya," sungut Rayan.

Ayarra mengarahkan sepatunya tepat ke wajah Rayan, "Liat nih! Bersih kan."

"Dih! Turunin gak," Kesal Rayan.

Di dalam perjalanan, Rayan melontarkan kata-kata, "Eh! Jangan ke-geeran ya, gue mau nganterin lu juga karena disuruh Uwa Nadia. Kalo enggak mah, ogah."

"Terserah kamu!" bentak Ayarra.

Ayarra dan Rayan telah sampai di kediaman Ayarra. Ibu dari Ayarra yang sedang menyapu halaman rumah, langsung menyambut Rayan.

"Temen Ayarra yah, sini masuk dulu," sapa ibu Ayarra.

Rayan menolak dengan berkata, "Maaf Tante, buru-buru."

"Siapa tadi? Pacar kamu?" tanya ayah Ayarra.

"Gak tau gak kenal," jawab Ayarra.

"Orang asing? Loh, kok bisa kamu naik motornya?"

"Mungkin grab kali Ayah," tebak ibu Ayarra.

"Gimana? Cindy masih sakit?" tanya ibu Ayarra.

"Sakitnya aja baru tadi pagi Mah, belum sembuhlah," jawab Ayarra.

Setelah mengantarkan Ayarra, Rayan mencuci motonya. Ia sangat menjaga motor baru. Pemberian dari orang tuanya.

"Mah, apa Rayan gak papa kalo dikasih motor? Takutnya, tawuran lagi kaya dulu," ucap Dinda.

"Rayan udah janji kalo dia nakal lagi, motornya, bakalan disita Papah. Kayanya enggak deh Rayan udah berubah."

Dina menyakini jika Rayan telah berubah demi sebuah motor baru. Karena, sangat terlihat bahwa Rayan ingin sekali memiliki lagi motor.

"Amel, sekarang kamu ada interview di mana?" tanya Dina.

"Masih sekitaran Jakarta, Mah, gak usah khawatir,"

"Hati-hati! Awas kena tipu," ujar Dina.

"Enggaklah. Siapa sih yang mau nipu Amel?" jawabnya sambil mengunyah roti.

"Mamah sepagi ini mau ke rumah sakit?" tanya Amel ketika melihat ibunya sudah bersiap untuk pergi.

"Iyalah, Mamah mau jagain Nenek kamu. Tante Ani harus pulang. Dia kan gak bisa jagain Nenek selamanya."

"Oh!" jawab Amel singkat.

"Amel, kamu tuh jangan terlalu jutek sama Tante Ani!" saran Dina.

"Ya abis, udah tiga hari aja baru datang," imbuh Amel.

"Kan kamu denger sendiri, Tante Ani punya banyak urusan," terang Dina.

"Yaudah Mah, Amel berangkat dulu ya." Amel mencium lengan Dina.

"Papah mana?" tanya Amel.

"Papahmu tidur. Udah kamu berangkat aja. Nanti Mamah bilangin ke Papah kamu,"cakap Dina.

"Yaudah bye!" Amel melambaikan tangan kepada Dina dan Dinda.

"Good luck sayang." Dina memberikan Amel dukungan dan semangat.

"Pah, Mamah berangkat dulu ke rumah sakit ya, mau jagain Ibumu," ungkap Dina.

"Siapa yang anter?" tanya Hilmi.

"Ada grab kok. Tenang aja, kamu tidur lagi aja kalo ngantuk," ucap Dina.

"Rayan? Bangun!" Nadia membangunkan Rayan dengan mengetuk pintu kamar.

"Iyaaa," jawabnya.

"Buka dulu pintunya!" pinta Nadia.

Rayan membuka pintu. Ia menarik kembali selimut dan memeluk guling.

"Rayan, nanti kesiangan." Nadia terus membangunkan Rayan.

"Hallo Din? Ini Rayan teh susah dibangunin." Nadia menelepon adiknya.

"Susah bangun? Oh, motornya bakalan disita sekarang juga! Bilangin Kak," titah Dina.

"Oh, sita motor? Oke," jawab Nadia.

Belum Nadia menyampaikan apa pun kepada Rayan, Rayan langsung bangun dan mengambil handuk.

"Wa, liat kaos kaki Rayan gak?" tanya Rayan.

Biasanya, setiap pagi, Dina yang selalu menyiapkan keperluan sekolah Rayan. Sekarang, setelah dia tidak tinggal satu atap dengan ibunya, Rayan harus mencari sendiri barang miliknya.

"Uwa gak liat Rayan. Coba liat dijemuran!"

Setelah semua orang sibuk dengan aktivitas masing-masing, Dinda merasa kesepian. Dinda berniat untuk mencari universitas yang mau dia masuki. Rencana Dinda adalah kuliah. Baru setelah itu, mencari pekerjaan.

"Kak Ani, Kakak udah boleh pulang. Sekarang udah ada Dina kok," ujar Dina.

"Makasih ya Din, tolong jaga Ibu," ucap Tante Ani sebelum pergi.

"Kamu semalaman habis dari mana?" tanya suami dari Ani penuh dengan curiga.

"Aku menjaga ibuku. Dia sakit. Kan aku udah bilang," ujar Ani dengan lemah lembut dia menjelaskan lagi.

"Kamu tidak bohong?" tanyanya lagi.

"Ngapain aku bohong sama kamu? Aku mau hubungi kamu pun, susah," ungkap Ani.

Ani takut jika suaminya akan melakukan kekerasan lagi terhadapnya. Ani tersenyum kepada suaminya. Tak terduga, Ani menerima tanggapan yang baik dari suaminya.

"Ibumu sakit apa? Besok aku ingin mengunjunginya," ujar suami Ani.