Chereads / ANESKA BELAVINA / Chapter 26 - PERKENALAN YANG SANGAT BERKESAN

Chapter 26 - PERKENALAN YANG SANGAT BERKESAN

Suasana kembali ramai setelah Thomas, Josh dan Ervin kembali duduk. Semua pasang mata melihat ke arah mereka. Apalagi murid-murid siswi yang tidak melepaskan pandangannya dari mereka bertiga.

"Aneska, ternyata mereka sangat bening sekali," senggol Laras pada tangan Aneska.

"Kamu ini seperti tidak pernah melihat laki-laki saja," ucap Aneska, padahal dalam hatinya juga mengagumi sosok Ervin.

"Matamu tidak rabun?" tanya Laras melihat Aneska.

"Kenapa? Mataku normal," jawab Aneska tidak mengerti, berbisik melihat Laras.

"Aku kira kamu rabun, tidak bisa melihat laki-laki ganteng. Apa tidak ada satu pun yang menarik perhatianmu?" tanya Laras.

Aneska tidak menjawab, senyumnya dia sembunyikan dengan memalingkan wajahnya melihat ke arah lain.

Satu per satu, acara penutupan telah di mulai dengan diakhiri ucapan rasa syukur karena semuanya berjalan lancar.

Semua murid dibubarkan dari lapangan, mereka diarahkan untuk kembali ke kelas masing-masing. Begitu pun dengan Aneska dan Laras yang berjalan menuju kekelasnya lagi.

"Mereka langsung pulang atau ke ruang Kepala Sekolah?" tanya Laras.

"Siapa?" tanya Aneska.

"Tamu undangan, ketiga pangeran itu," jawab Laras.

"Aku tidak tahu dan tidak mau tahu," jawab Aneska asal.

"Sombong sekali," jawab Laras melihat Aneska.

Aneska menjawab hanya dengan tertawa. "Kita bagaimana ini? Belajar lagi atau langsung pulang?" tanyanya.

"Sepertinya pulang," jawab Laras.

Aneska duduk di bangkunya, begitu pun dengan murid-murid yang lain sedang duduk sambil mengipasi tubuh yang panas.

"Aku mau ke kamar mandi," kata Aneska berdiri. "Kamu mau ikut?"

"Nggak, kakiku pegal. Tadi berdiri lama sekali. Kamu sendiri saja," jawab Laras.

Aneska langsung ke luar dari dalam kelas dengan terburu buru, menuju ke arah kamar mandi yang jaraknya cukup jauh. Sepanjang perjalanan melewati beberapa ruang kelas, Aneska melihat tidak ada guru yang mengajar. "Sepertinya semua Guru masih sibuk di kantor," ucapnya dalam hati.

"Hai, Aneska. Mau ke mana?" tanya temannya yang kebetulan berpapasan dengannya.

"Kamar mandi," jawab Aneska pelan, takut terdengar anak murid laki-laki yang sedang duduk.

"Aku baru dari sana. Kamar mandi untuk murid penuh, banyak yang mengantri. Lebih baik kamu ikut kamar mandi yang Guru saja, aku juga tadi pakai yang di sana."

"Tidak apa-apa ikut di sana?" tanya Aneska karena setahunya itu khusus untuk para Guru.

"Tidak. Semua Guru juga sedang sibuk, daripada pipis di celana karena mengantri," jawabnya lagi sambil tertawa.

"Betul juga. Aku ke kamar mandi Guru saja. Aku ke sana ya," kata Aneska pergi meninggalkan temannya.

Aneska melanjutkan langkahnya dengan sesekali melihat ke arah ruangan kelas yang dilewatinya. Ada beberapa anak murid laki-laki yang sengaja memanggilnya ketika melihatnya tapi Aneska tidak menghiraukannya.

Sampai di kamar mandi Guru, Aneska melihat ke kiri dan ke kanan. Sepi, tidak ada orang. "Tumben sepi," gumamnya.

Tanpa berpikir panjang lagi, langsung saja Aneska masuk. Dan melakukan ritualnya, membuang semua yang dari tadi ditahannya. "Lega sekali."

Setelah selesai, Aneska kembali ke luar dengan terlebih dahulu bercermin untuk melihat wajahnya yang kusut. "Wajahku kusut sekali. Lebih baik aku cuci muka dulu," gumamnya sendiri.

Tanpa sepengetahuan Aneska, seseorang masuk dengan terburu buru dan hampir saja menabrak dirinya yang sedang mencuci muka. "Siapa itu?" tanya Aneska karena ketika tubuhnya hampir tertabrak, matanya sedang tertutup.

Tidak ada yang menjawab, hanya terdengar suara air dari dalam. Aneska mengeringkan wajahnya dan kembali bercermin. "Sekarang wajahku kembali segar."

Pintu kamar mandi terbuka, seseorang ke luar sambil membetulkan resleting celananya. "Lega sekali," ucapnya.

Aneska langsung melihat ke belakang karena mendengar seseorang bicara. Matanya tertegun melihat sosok yang sekarang ada dihadapannya. Dadanya berdetak kencang, sedikit pun tidak menyangka akan bertemu dengannya di sini.

"Hai! Kamu lihat apa?!" tanyanya.

Aneska langsung tersadar. "Maaf." Hanya kata itu yang ke luar dari bibirnya.

Orang itu melihat Aneska dari atas sampai ke bawah. "Aku seperti pernah melihat wajahmu. Kamu tadi yang menatapku tanpa berkedip bukan?" tanyanya tanpa basa basi.

Aneska gugup, langsung ditanya seperti itu. "Semua orang melihat ke arah depan tempat kalian berdiri jadi bukan aku saja."

"Tapi kamu yang aku tangkap melihatku dengan tajam. Kamu murid kelas berapa?" tanyanya mencairkan suasana karena melihat kegugupan.

"Kelas terakhir," jawab Aneska menjawab begitu saja.

"Kelas terakhir?" tanya orang itu, kemudian langsung tersenyum. "Biar kamu tidak gugup, bagaimana kalau kita berkenalan?" Tangan orang tersebut terulur mengajak bersalaman.

Dengan ragu-ragu, Aneska menyambut uluran tangan orang tersebut. "Aneska Belavina. Kamu bisa memanggilku Aneska."

"Nama yang indah, pasti orang tuamu sangat menyayangimu sampai memberikan nama yang begitu indah," ucapnya tersenyum menampilkan deretan giginya yang rapi. "Dan namaku sendiri, Ervin Wijaya. Kamu bisa memanggilku Ervin."

Aneska menarik tangannya kembali. "Iya, Pak Ervin," ucapnya, karena merasa tidak enak bila hanya memanggil namanya saja.

"Pak juga tidak masalah, terserah kamu saja tapi aku jadi merasa tua kalau dipanggil Pak," ucapnya tersenyum.

"Aku merasa tidak sopan bila hanya memanggil nama saja," jawab Aneska.

Ervin tersenyum, menatap wajah muda yang pipinya nampak merona karena malu. Sungguh sangat menggemaskan buat Ervin. Dilihatnya dari atas sampai bawah. "Gadis ini punya wajah yang sangat cantik, kulitnya sangat putih apalagi pipinya yang merona merah." Hati Ervin bicara sendiri.

Aneska yang merasa diperhatikan, langsung minta pamit. "Aku mau kembali ke kelas," ucapnya.

"Iya, silahkan," jawab Ervin. "Aku juga mau kembali ke ruang Guru. Teman temanku sedang menungguku. Sampai bertemu lagi Aneska Belavina," ucap Ervin tersenyum menatap dalam iris mata Aneska.

Aneska balas tersenyum. Lesung pipi yang dari tadi tidak nampak, sekarang terlihat jelas di mata Ervin sehingga membuatnya terpana.

Setelah mengucapkan kata permisi, Aneska buru-buru pergi meninggalkan Ervin yang masih terpaku melihat lesung pipi yang Aneska miliki.

Jantung Aneska berpacu dengan kencang, mengiringi langkah kakinya yang berjalan dengan cepat. Tangannya gemetar. "Tuhan. Kenapa dadaku berdebar seperti ini melihatnya?"

Sampai di depan pintu kelas, Aneska menarik napas untuk menormalkan dirinya yang tidak karuan. "Jangan sampai Laras tahu kalau aku seperti ini. Bisa habis aku, diintrogasi olehnya dengan berbagai macam pertanyaan," ucapnya dalam hati.

"Kamu dari mana? Lama sekali pergi ke kamar mandi?" tanya Laras yang melihat Aneska sudah duduk kembali disampingnya.

"Tadi banyak yang antri. Kamu tahu sendirikan, kamar mandi di Sekolah kita ini cuma sedikit? Jadi aku mengantri lama," jawab Aneska.

"Untung aku nggak ikut. Malas kalau harus mengantri begitu," kata Laras.

"Ada Guru yang datang?" tanya Aneska.

"Tidak, padahal kita dipulangkan saja kalau tidak belajar. Ngapain kita hanya duduk begini? Di rumah bisa tidur," kata Laras.

"Iya," jawab Aneska tersenyum.