Selamat Membaca
Arina bergidik ngeri saat Raymond mengemudikan mobil sport-nya dengan kecepatan tinggi. Sepertinya kali ini pria itu benar-benar marah. Sampai-sampai Humaira tidak berani menoleh seinci pun untuk melihat wajahnya.
Maserati Grancabrio putih itu melaju semakin kencang. Menyalip beberapa kendaraan yang melintas di hadapannya dengan gesit. Walaupun sudah memakai seat belt dengan benar, Arina masih tampak ketakutan. Kedua tangannya mencengkeram erat bibir kursi yang sedang ia duduki. Dalam hati tidak henti-hentinya ia berdoa kepada Sang Pencipta untuk meminta perlindungan.
"Kita mau ke mana, Mas?" Arina memberanikan diri bertanya karena tiba-tiba mobil Raymond membelok di sebuah tikungan dan putar arah.
Tidak ada sahutan dari Raymond . Bibir laki-laki itu masih terkunci rapat. Pandangannya lurus ke depan dengan kedua tangan yang mencengkeram erat kemudi. Dan mobil pun kembali memecut dengan kencang membelah malam.