Seira masih menatap layar ponsel yang menampilkan sebuah nama. Dia tidak berani mengambilnya di saat perasaannya masih kacau. Dia hanya menatap benda pipih itu dengan nanar sampai layarnya tak lagi menampilkan nama itu.
Mengusapkan tangannya ke wajahnya pelan. Dia masih terisak teringat akan mimpi yang dialaminya. Mengapa ada darah, luka, dan keindahan taman yang diciptakannya sendiri dari langkah kakinya. Entahlah, Seira sama sekali tidak pernah berpikir untuk mengubah apapun. Dia hanya ingin bahagia. Ya, hanya itu keinginannya maka dengan langkah ringan dalam mimpinya dia menciptakan sebuah hal.
Benda itu kembali berkedip, kembali menampilkan nama yang sama tapi Seira masih saja diam. Sebenarnya ada perasaan yang berat, hatinya berbisik untuk mengangkat panggilan itu. "Masih ada satu kesempatan lagi. Dia akan menelepon tiga kali sebelum berhenti," kata hatinya memperingatkan.