Masih berlanjut perihal obrolan yang tadi. Keduanya tidak ada yang beranjak, enak sekali rebahan setelah terjaga dari mimpi. Ingatan mereka kembali terbasahi oleh kenangan, soal bagaimana mereka berdua, ah tidak, lebih tepatnya bertiga dengan Arsyid saling menguatkan.
Jam menunjukan pukul empat tiga puluh pagi. Di luar sana masih gelap, langit bertabur gemintang dengan rembulan yang masih setia menyinari alam dari kegelapan. Binatang malam pun masih terdengar ramai di kejauhan.
Beberapa saat mereka saling diam, sibuk dengan setumpuk kenangan di laci memori otaknya. Membuka lembar demi lembar yang menyenangkan, suatu alasan yang menjadi bagian dari keputusan Seira yang memilih jalurnya sendiri alih – alih memilih jalur yang disediakan, atau bahkan ditawarkan kepadanya. Itu tidaklah berat sebab berhubungan dengan hobi dan kesenangan Seira. Namun tanpa diduga sebuah inspirasi, motivasi dan dorongan muncul begitu saja membuka jalan baru yang sama sekali tidak terpikirkan.