Aku anak perempuan yang tumbuh di desa terpencil dan hidup penuh dengan tradisi kuno yang mana anak gadis harus di jodohkan sejak masih remaja atau sejak masih dalam kandungan ibu, namaku Laila yang lahir dari pasangan Seorang guru agama di desa aku tingal, orang tua aku sangat kental sekali dengan kepercayaan kuno,sebelum aku lahir di dunia oleh ayah dan bundaku aku sudah di jodohkan dengan anak dari temen ayahku, orang tua aku tergolong masih lumayan kaya cuman kalo hidup di desa pasti serba sederhana,hal ini bermula karna kedua orang tua aku mengiginkan harta yang di jual oleh kaluarga aku kembali kepada aku kelak, saat aku sudah memasuki Sma kelas satu aku sudah mulai mengenal tentang cinta dan lawan jenis aku, aku dengan tunagan aku tidaklah pernah ketemu kecuali dalam lebaran saja, tunagan aku bernama Arik kami awali dengan sapaan biasa dalam setiap tahun ketemu, "dek kita sudah sama-sama besar dan sudah tau hal yang tidak baik dan benar, apakah kamu menyuaki aku? "
"pertanyaan seperti itu tidak baik kita bahas sekarang mas, yang penting kita jalani dulu masalah itu aku belum tau arah kita akan kemana nantinya" mereka saling besar di halaman pesantren untuk bertemu laki-laki hampir jarang dan kehidupanya hanya di isi dengan cari ilmu saja, "ya gak enak juga dek66y orang tua kita pasti sudah berharap labih pada kita yang sudah mereka jodohkan sejak masih kita kecil"
"maunya mas gimana? "
"ya mau aku kita bisa buat mereka semua bahagia saja itu saja yang aku mau"
"iya insaAllah akan begitu mas"
hari ini tepat di hari lebaran seperti biasa Laila di jemput oleh Arik yang sudah biasa mereka lakukan setiap tahun, bukan hanya di jemput Laila harus juga bermalam di rumah tunaganya selama beberapa hari, itu sudah merupakan tradisi yang terjadi di desa tersebut,Laila selalu di manja oleh Ibu mertuanya selalu saja menjadi menantu yang di sayang, karan Arik adalah anak tungal di keluarga itu, Arik lumayan tampan juga dan Orangtuanya juga kaya sawahnya di mana-mana dan sangat luas juga, Ibu mertuanya lagi bersama Laila di sebuah kamar mereka mengobrol santai berdua, "gimana nak selama di pondok apakah betah?",
"Alhamdulillah Bunda disana sangat kerasan dan juga nyaman"
"syukur Alhamdulillah kalo begitu semoga terus bertambah ilmunya dan mendapat barokahnya para sesepuh"
"Amin Bunda"
"Laila kan sudah besar nak, jadi berteman dengan laki-laki harus di kurangi ya nak, biar tunagan kamu itu tidak cemburu"
"iya Bunda InsaAllah akan Laila jaga Bunda"
"Nanti Laila sama masnya ke rumah kakek ya, main kesana sesekali dalam satu tahun"
"iya Bunda, nanti pasti kesana kalo mas sudah mengajak ya Bunda"
"mas kamu itu jarang bicara nak nanti langsung saja ajak bilang saja Bunda yang nyuruh untuk kesana begitu"
"siap Bunda kalo begitu"
"ya sudah sekarang Laila istirahat dulu Bubda mau keluar dulu ya"
"iya Bunda"
Bunda dari Arik sangatlah lembut dalam bicara begitu juga dengan Ayahnya, meski mereka orang yang terpandang mereka sangat rendah hati hampir tidak ada masalah dalam hidupnya,
hari sudah semakin sore Arik masih santai di kamarnya dia belum beranjak dari ranjang di kamarnya sampai ahirnya Bundanya pun datang ke kamarnya untuk bicara dengan dia, "mas ini sudah sore loh kamu gak mau jalan dengan Laila untuk pergi ke rumah kakek dan nenek? "
"iya Bunda sebentar lagi, lagian ini nangung juga kenapa kalo malam saja sekalian Bunda?"
"jangan sayang kalo malam kan sangat gelap nanti akan sebentar juga kalian di rumah kakek"
"ya sudah Bunda Aku tak mandi dulu kalo begitu"
"iya sudah sana mandi Bunda tak ke Laila dulu kalo begitu"
Bunda Arik pun langung menuju ke kamar Laila untuk memberi tau kalo Arik sebentar lagi akan menuju ke rumah kakeknya dan dia juga sudah mandi dan siap-siap untuk pergi ke kakeknya, "Nak Laila kamu sudah bagun nak? "
"iya bunda ada apa? "
"Bunda masuk ya"
"iya Bunda masuk saja,Laila sudah siap dari tadi menunggu mas Arik Bunda"
"oh Anak Bunda ini sudah siap untuk jalan toh, itu masnya sudah mandi mungkin sebentar lagi akan selesai"
"ya sudah kalo begitu ke depan saja ayo biar masnya nanti langsung ke depan juga "
"iya Bunda"
meski masih sangat cangung Laila mencoba untuk baik-baik saja agar tidak terjadi kesalapahaman untuk selanjutnya,
"Laila tunggu masnya disini saja ya nak, Bunda mau ke dapur dulu untuk masak buat nanti malam kalo kalian sudah pulang dari sana"
"iya Bunda, apa Laila bantu aja bunda agar lebih cepat selesai, "
"loh jangan nak ntar kan bau lagi tuh baju kamu gak enak kan nanti harus mandi lagi bari seger kembali"
"hehehe gak apa-apa lah Bunda kan yang penting bisa bantu Bunda masak"
"sudah jangan sebentar lagi juga sudah mau jalan kan,"
Laila pun tingal sendiri di sofa ruang tamu itu menunggu sanga tungan yang belum juga keluar dari kamarnya, hati dia juga tidak enak meski sudah biasa setiap tahun selalu jalan bersama denganya,
tak lama yang di tunggu juga sudah keluar Laila sangat terpana dengan tampilan Arik yang baru saja selesai mandi itu, dia tampak tak berkedip melihat tunganya itu,
"hei apakah sudah siap untuk jalan"
"hei....hei... lah kok malah bengong ini"
"eh iya mas, maaf-maaf mas"
"mikirin apa kok sampe gak konek gitu? "
"gak ada kok mas cuma lagi fokus ke kamu saja tadi"
"oh begitu tak kira ngelamunin apa, gimana sudah siap untuk jalan? "
"sudah mas, malah sudah dari tadi siapnya"
"oh ok kalo begitu ayo kita berangkat"
"kita pamit Bunda dulu ya karna Bunda ada di dapur sekarang"
"ya sudah ayo kita kesana"
Mereka pun pamit pada Bundanya untuk berangkat ke rumah kakeknya,"Bunda kami berangkat dulu ya" mereka berdua langsung pamitan bersamaan,
"oh iya sudah hati-hati di jalan ya"
'ahirnya mereka berangkat juga meski mereka sama-sama cangung sepertinya juga sangat akrab ya mungkin begitu anak muda jaman sekarang, semoga saja mereka bisa bersatu untuk selamanya tidak sampe rusak karna suatu hal',
Bundanya pun lanjut masak tanpa memikirkan hal lain lagi, mereka pun sudah hampir sampai di rumah kakeknya yang jaraknya juga taj begitu jauh dengan rumah Arik, di sana mereka sangat di sambut dengan gembira oleh kakek dan neneknya, maklum saja hanya satu tahun satu kali mereka bertemu, jadi orang tua sangat senang dan bahagia kedatangan cucunya,