Chereads / Pesan Cinta Effendik / Chapter 34 - Nasib naas Saras

Chapter 34 - Nasib naas Saras

Malam itu terlalu larut untuk sebuah kaki kecil dari gadis kecil berjalan dan berlenggang di alas sebuah atap salah satu sudut gelap terminal. Namanya Dewi dengan riang tengah malam iya selalu menari di samping kegelapan yang menyeruak dan sepi sekitar terminal.

Bukan tanpa sebab tawa renyah gadis lugu berusia empat tahun berjalan sedang menapakkan kaki tanpa rasa takut di belakang ibu muda Saras yang menenteng tumpukan rantang sembari ikut bernyanyi menghibur hati akan ketakutan tentang makhluk yang keluar di balik bayang-bayang sudut gelap di terminal Raja Basa Bandar Lampung.

Mereka seperti biasa di malam Jumat toko sang suami Pak Salam tengah kedatangan sebuah truk pembawa beras dari pulau Jawa dan harus di turunkan segera khawatir malam akan segera turun hujan. Apabila itu terjadi truk haruslah menginap sudah dapat di pastikan berkarung-karung beras akan berbau apek membuat harga eceran tentu merosot jauh bisa-bisa menyebabkan kerugian besar.

Sebetulnya toko beras Pak Salam berada di jalan besar sebelah utara pas dari depan pintu masuk terminal. Tetapi karena satu dan dua hal maka stok beras haruslah memiliki tempat yang agak luas maka Pak Salam menyewa satu bagian toko yang tersedia di area terminal dan tempatnya paling ujung sepuluh meter jaraknya dari ponten atau WC umum paling belakang dimaksudkan bila menyewa toko yang di depan tentu harga sewa sanggatlah mahal.

Malam itu hampir tengah malam kurang seperempat lagi pas jam dinding bulat besar yang menempel di dinding utama terminal menunjukkan jarum jam pas ke arah atas semua atau bisa di sebut pukul 00.00 WIB.

Saras yang tengah menggandeng tangan si kecil Dewi yang selalu riang dan belum sadar akan bahayanya malam hari. Iya dengan riang bernyanyi sambil sesekali bertanya, "Kenapa harus malam sekali Bu beras di turunkan kenapa enggak pagi saja?"

Namun Saras hanya menyahutnya dengan senyum tanpa menjawab hanya tampak kedua matanya melirik ke sana-kemari seakan menelaah dan meneliti setiap ujung lorong terminal. Sebab malam Jumat yang lalu ada beberapa preman yang menghadangnya lantas menggoda dan dengan lancang mencolek-colek Saras kala itu si gadis kecil tidak ia bawa ikut serta untuk mengirim makanan pada sang bapak.

Malam ini dengan acara yang sama dari malam Jumat yang lalu dengan satu tumpukan rantang penuh berisi makanan, lauk pauk dan sayuran serta sambal hendak ia bawa untuk sang suami.

Malam ini sengaja Saras mengajak Dewi ikut serta bermaksud kalau ada anak kecil mungkin para preman itu mengurungkan niatnya untuk menggoda, pikir Saras tentu mereka iba dengan Dewi.

Andai saja malam Jumat yang lalu Pak Salam dan beberapa kuli tak melintas setelah sejenak beristirahat di warung kopi di depan terminal agak jauh di sisi selatan. Lalu menolongnya menghentikan lima preman yang menggodanya tentu tak terbayangkan apa yang akan terjadi dengan nasibnya. Mungkin wajahnya sudah terpampang di surat kabar atau koran lokal di depan sampul utama.

Angin malam dingin nan semilir menerpa kulitnya yang hanya memakai daster tanpa lengan dan hanya selutut panjangnya. Maklum musim penghujan telah tiba tentu bertumpuk-tumpuk baju belum sempat ia cuci dan cucian kemarin belum jua kering sebab itu ia memakai baju seadanya yang ada di lemari hanya tumpukan daster dengan model yang sama.

Yang biasa ia pakai sebelum tidur sebab Pak Salam sang suami sangat suka sekali kalau Saras memakai daster model tanpa lengan dan panjang selutut. Katanya keindahan tubuh sang istri jadi semakin indah.

Sebenarnya Saras enggan memakainya untuk keluar sebab pernah ia memakainya untuk belanja di pagi hari Pak Salam sang suami begitu marah besar, beliau marah sembari berkata tubuhmu haram untuk dilihat lelaki yang bukan muhrimnya.

Tetapi mau bagaimana lagi hanya daster itu yang tertumpuk di almari tapi tetap ia memakai kerudung kecil tepatnya alas kerudung. Sebuah kerudung kecil yang orang Jawa bilang kerpus sebuah kerudung simpel kecil sebagai alas sebelum memakai kerudung yang biasanya ia pakai.

Tetapi malam Jumat kali ini terpaksa Saras membiarkan kaki jenjangnya yang putih bersih tanpa luka sedikit pun dan begitu mulus harus ia relakan tertiup angin dingin bahkan sesekali di kagumi pengendara motor yang kebetulan lewat di jalan besar depan terminal. Namun sore yang tadi ia telah ijin pada sang suami.

Dan kata suami "Tidak apa kan darurat berdoa saja tidak terjadi yang kita inginkan."

Saras terus berjalan menuju toko yang di fungsikan sebagai gudang beras oleh sang suami. Langkahnya semakin ia percepat agar lekas sampai di gudang. Sedangkan si kecil Dewi yang mulai mengantuk telah ia gendong tampak sudah terlelap dengan menempelkan kepala kecilnya di pundak Saras.

"Maaf Mas Salam demi agar Mas tak kelaparan, Adek rela memakai baju daster ini mana agak transparan mungkin apa bila tersorot lampu dari kejauhan tentu pakaian dalam Adek terlihat jelas, semoga saja para preman waktu itu tak sedang berada di sekitar sini agar aku bisa aman dan sampai digudang dengan tenang," gerutu Saras mulai berlari kecil dengan perasaan waswas dan khawatir menoleh ke sana-kemari sekiranya ada yang mengikuti iya segera tahu dan lekas mengambil langkah seribu.

Namun firasatnya memang benar beberapa mata jalang dan mata jahat sedang mengintip dan mengintai Saras dari balik sisi gelap di salah satu sudut terminal. Dengan sorot mata penuh nafsu seakan Saras adalah ayam goreng yang di hidangkan dan siap untuk di lahap.

Ke lima preman terminal yang memang sedari dulu menaruh dendam pada Pak Salam. Sebab Saras yang sejatinya telah menjadi pacar Darto pimpinan preman terminal yang tidak di setujui oleh orang tua Saras serta lebih memilih menjodohkan Saras dengan Salam pemuda bergelar remaja masjid pandai mengaji dan hafal Al Quran.

Dari saat itu Darto berniat untuk mencelakakan salah satu dari keluarga kecil Saras. Entah itu Salam, Saras atau si kecil Dewi.

Beberapa mata yang menyorot tajam setiap gerakan Saras menampakkan rasa buas dan haus akan sebuah tegukan tubuh indah apa lagi Saras tengah memakai daster serba transparan tanpa lengan dan selutut panjangnya.

Semakin membuat Darto dan keempat anak buahnya yang sedang mengintai sanggatlah tergoda ingin segera membuat Saras celaka. Layaknya harimau yang mengintip mangsanya Darto dan ke empat anak buahnya menunggu dengan sabar.

Menunggu kesempatan Saras lewat di depan tempat persembunyian mereka.

Saras tak mengetahui bahwa ada sosok-sosok mata preman yang menggodanya seminggu yang lalu tengah mengintainya dari kejauhan menunggu saat yang tepat untuk mendekap mangsa.

Saras tak tahu kalau jalan yang ia lalui di depan ia berjalan beberapa meter tepat di gang dua buah toko beberapa preman bersembunyi menunggunya lewat lalu hendak menangkapnya dari belakang.

Pada akhirnya kaki-kaki laras sampailah melangkah melewati sebuah sekat ruang kosong gang antara dua buah toko di mana para preman bersembunyi dan memang sengaja di buat gelap oleh mereka.

Saras melintas begitu saja tanpa memperhatikan ada seseorang yang membuntutinya dari belakang. Lalu hap dengan tangan kekarnya satu preman berhasil mendekap laras menyeretnya di gang sempit antara dua toko malam itu terjadilah sebuah peristiwa.