Di rumah keluarga Siska sedang duduk di ruang tamu, mereka masih memikirkan anak perempuan yang harus mendekam dibalik jeruji besi, membuat mereka merasa marah dengan diri sendiri, karena tak bisa mendidik anak dengan baik. Sehingga merek tumbuh menjadi anak-anak yang nakal, melebihi batas nakal manusia pada umumnya.
"Bagaimana sekarang! Ayah sudah menghubungi pengacara keluarga kita?" tanya Maminya Siska melihat suaminya duduk termenung dengan wajah pucat.
"Sudah, dia bilang itu sudah terlambat. Siska sudah mengakui, dan kita tinggal tunggu saja keputusan hukum. Mau bagaimana dengan anak kita." Ayahnya Siska sambil melihat istrinya yang sama cemasnya.
"Lalu bagaimana! Masa kita harus kehilangan anak dua-duanya sekaligus. Apa salahku, aku memang bukan ibu yang lembut, tapi kalau begini juga hatiku merasa teriris," Maminya Siska mengerutkan dahinya merasa sangat menyesal sekali lalu meneteskan air mata penyesalannya.