Setelah malam yang panjang itu, Hikma akhirnya tertidur dengan adiknya di kamar. Ia berhasil menemukan Hasan yang selalu ada untuknya. Hasan adalah adiknya yang sellau siap untuk menjadi alasan mengapa hikma harus kuat bertahan hidup. Hikma sangat menyayangi semua saudaranya atau bahkan kakak laki-lakinya. Bahkan, dia juga sangat mencintai orang tuanya, sangat merindukan mereka.
Sekarang pagi menyapa, menyinari wajah saudara-saudara melalui jendela yang sedikit terbuka. Matahari telah muncul dari permukaan, menandakan bahwa tengah hari telah tiba dan aktivitas harus tetap berjalan seperti biasa, melukis sebuah cerita yang sebenarnya sudah semesta rangkai dengan sebegitu rupa, tetapi umumnya manusia, kehidupan harus tetap berada dalam jangkauan perencanaan, walau hasil yang didapatkan selalu jauh dari kenyataan yang tertulis di buku harian.
Hikma segera membangunkan adik-adiknya, sementara dia akan menyiapkan sarapan untuk sarapan mereka sebelum pergi ke sekolah. Menu pagi ini adalah menumis sayuran hijau yang sangat terkenal dengan sebutan caisin. Juga campuran wortel dan bakso. Menunya sangat sederhana, namun hikma selalu berharap dengan menu ini semua adik-adiknya bisa tumbuh sehat dan menjadi kebanggaannya. Tumbuh menjadi pemuda dan juga pemudi yang bisa menjadi salah satu alasan mengapa bangsa ini tetap berdiri kokoh merdeka.
Hasan : Kak, mau saya bantu mengiris cabai? Apakah kakak membutuhkan bantuan Hasan atau tidak?
Hikma menatap adiknya dengan senyum yang baru saja merekah. Ia mencubit pipi Hasan yang sangat penuh dengan daging yang menempel, sangat menggemaskan.
Hikma : Tidak perlu tampan, kakak bisa melakukannya sendiri. Kamu siapkan tas dan sepatu yang akan kamu bawa, jangan lupa untuk mengecek ulang isi tas. Mungkin ada yang tertinggal. Cepetan yuk buruan keburu kesiangan, sambil nunggu masakan kakak matang, ganteng.
Hikma melihat adik bungsunya berjalan menjauh darinya. Sangat sulit baginya untuk berada dalam kondisi ini. Sangat menyakitkan dan penuh dengan kebingungan. Sekarang hikma hanya mampu mencoba dan membiarkan sisa tangan Tuhan yang bekerja. Hikma membiarkan semuanya berjalan begitu saja tanpa perlu memprotes tentang apa yang Tuhan berikan, menurutnya bisa makan bersama saudaranya saja sudah sangat cukup kebahagiaan baginya.
Hikma adalah gadis yang memiliki kemampuan memasak yang cukup baik, adik-adiknya selalu menyukai masakannya. Tidak hanya itu, jika hikma membawa makan siang ke bar tempatnya bekerja, teman-temannya juga sangat menyukai masakannya. Bukan hal yang aneh bagi hikma untuk mendapatkan tawaran untuk usaha katering kecil-kecilan. Namun hikma belum siap menjalaninya, karena kebutuhan akan tempat tinggal sangat banyak, juga perurusan tentang modal untuk usaha yang belum hikma pegang hingga sekarang, sehingga menurut dia, dia hanya bekerja untuk orang pertama yang mengumpulkan modal. Nanti kalau kebutuhannya sedikit longgar, semoga bisa membuka usaha sendiri yang diharapkan bisa mengangkat perekonomian keluarga Hikmah.
Makanan disajikan di meja makan. Meski sederhana, aroma yang dihasilkan mampu menggoda setiap mulut dan perut yang sedang mencari cinta alias energi. Adik-adiknya sudah menunggu di meja makan. Hikma segera menghidangkannya, menata nasi di piring mereka dengan hidangan sederhana ini. Ditambah satu gelas air susu di sisi tangan mereka, Hikma memang selalu memberikan adiknya itu susu demi keberlangsungan kehatan dan juga tumbuh kembang otak mereka, juga mungkin ini merupakan sebuah kebiasaan dahulu saat keluarga Hikma masih utuh.
Keluarga kecil Hikma terlihat sangat damai walau hanya dengan toping makanan yang jauh dari kata mewah. Tepat pukul 6.30 pagi hingga akhirnya adik-adiknya meninggalkan Hikmah sendirian di rumah. Kewajiban mereka untuk mencari ilmu telah tiba.
Hikma : Saya harap saya bisa menyekolahkan mereka ke universitas, semoga mereka bisa membuat saya bahagia suatu hari nanti. Setidaknya hanya itu yang bisa membalas kerja kerasku.
Maka terucaplah hikmah di dalam hatinya dengan melihat langkah kaki adik-adiknya yang berjalan menjauh darinya. Hikma memiliki harapan yang tinggi terhadap adik-adiknya, bahkan ia rela tidak menikah hanya untuk fokus pada perkembangan semua adiknya, Hikma juga rela untuk keluar dari sekolahnya demi bisa bekerja dan mampu menghidupi adiknya. Hikma sama sekali tidak ingin meninggalkan mereka, Hikma sangat mencintai semua adiknya.
Setelah adiknya pergi, kini giliran Hikma yang sarapan pagi sebagai sumber energi ketika pagi mneyapa diri, juga untuk sebuah kekuatan ketika nanti semuanya terkuras habis oleh sebuah pekerjaan.
Hidangan sederhana itu dimakan dengan sempurna. Suara memantul karena ruangan yang kecil dan ditambah hikma makan dengan sangat lahap. Setelah habis hikmah segera membersihkan bekas makanan adiknya dan juga dirinya. Ambil dan cuci lalu atur kembali, sebelum nanti ia harus memegang pekerjaan lain.
Setelah rumah juga tertata rapi, kini pekerjaan segera selesai sebelum jam kerja lainnya mengantri.
Hikma juga seorang kuli cuci tangan yang terkenal, setiap hari ada pakaian yang dititipkan padanya untuk dibersihkan. Hikma dengan senang hati menerima dan mengerjakannya dengan maksimal. Mencuci satu per satu, menjemur dan menyetrika sudah menjadi pekerjaannya setiap hari. Dari tukang cuci ini, Hikma juga mendapat uang yang lumayan untuk biaya hidup bersama adiknya. Rasanya sangat cukup karena dia selalu bisa mensyukurinya, karena menurut Hikma mengeluh pun kini tidak ada gunanya lagi, bukan menambah ringan sebuah beban, dengan mengeluh beban malah terasa sangat berat jika dirasakan.
Dari hasil kuli ini, Hikmah selalu memanfaatkannya untuk makanan maupun kebutuhan mendadak keluarga kecilnya.
Hikma selalu mengantarkan pakaian ini kepada pelanggan ketika dia pergi bekerja ke bar malamnya. Sekarang ada 10 bungkus baju hikmah sudah jadi. Jika dihitung-hitung ia mampu mendapat untung 150 ribu dari total biaya sekitar 20 ribu.
Jam sudah menunjukkan pukul 12, satu persatu adiknya kini sudah pulang sekolah. Hikma sudah mempersiapkan segala sesuatunya, termasuk baju ganti mereka, sedangkan seragam yang kotor langsung ia cuci agar tidak menumpuk terlalu banyak. Usai mengganti pakaian kakaknya, mereka langsung diajak makan siang sebelum bermain sesuka hati. Hasan adalah satu-satunya saudara yang selalu membantunya. Kakaknya yang sering pergi bermain, dia selalu menghabiskan waktunya dengan kakak perempuan yang sangat dia sayangi.
Hasan : Kak Hikma, sudah selesai cuciannya? Bisakah Hasan menyerahkannya kepada pemiliknya? Kakak, beri aku nama saja, santai saja. Hasan telah hafal semua penghuni di kompleks ini.
Ucap hasan dengan nada yang sangat yakin dan juga menggemaskan.
Hikma: Tidak perlu, saya akan mengantarkanya ketika nanti kakak pergi bekerja nanti. Hasan sekarang istirahat atau bermain saja, oh iya bagaimana di sekolah? Hasan tidak nakal, kan?
Pertanyaan Hikma selalu tersampaikan kepada semua adik-adiknya. Bukan karena apa-apa tapi kebijaksanaan hanya ingin terus mengontrol perkembangan adiknya yang sangat dia cintai, Hikma memang selalu memberikan perhatian yang lebih kepada mereka disamping padatnya kativitas yan harus dirinya kerjakan.