Chereads / REBUTAN CINTA / Chapter 28 - KEKACAUAN

Chapter 28 - KEKACAUAN

Ibuku membawa banyak sayuran dan ikan dia terlihat bahagia, padahal aku belum memberikan uang, tapi sepertinya dia banyak uang. Kacau ternya uang tersebut dari Pak Cakra.

"Ibu punya banyak uang?" tanyaku.

"Iya, dikasih Pak Cakra semalam, dia orangnya baik banget," jawabnya.

"Baik apanya? Dia memaksa aku untuk menerima cintanya, konyol!" pekikku dalam hati.

"Ayah dan Ibu dikasih motor terus uang juga? Kok, kalian mau sih? Astaghfirullah aku tidak enak," tuturku.

"Rezeki tidak boleh ditolak sayang," sahut Ibu dan Ayahku kompak.

"Iya, baiklah terserah kalian saja."

Semua jadi kacau begini, entah harus bagaimana cara mengatasi situasi ini?

Aku pusing tujuh keliling memikirkan semua hal yang menjadi sekacau ini.

Ibu aku lihat sibuk masak dibantu Mbak Syakila, kepalaku rasanya berat lebih baik mandi dengan air hangat.

"Aryna ingin mandi dengan air hangat, ya Bu. Aku rebus airnya dulu," gumamku.

"Iya sayang, silakan!" Ibu sibuk dengan ikan yang ingin dia masak pepes.

"Ibu masak ikan pepes lama tidak?" tanya Mbak Syakila.

"Sebentar juga matang, tidak menunggu sampai lebaran kuda," sahutnya bercanda.

"Ibu bisa saja bercanda gurau, aku kangen masakan Ibu tahu," ungkap Mbak Syakila dia mengobrol dengan Ibuku begitu akrab seperti anak kandungnya dari tadi aku hanya menyimak pembicaraan mereka berdua, setelah air mendidih aku ambil ember.

Di kamar mandi kepalaku yang pusing diguyur air hangat rasanya nikmat.

"Apa aku harus cerita ke Mas Hari Abimanyu, tapi aku tidak mau menyakiti hatinya," gumamku pada diri sendiri.

Beberapa menit kemudian ….

Aku selesai mandi kembali ke dapur untuk membantu ibu masak, tapi dia justru melarangnya.

"Putri Ibu istirahat saja, sudah ada Syakila yang membatu," ujarnya.

Ah, teganya aku diusir tapi tidak masalah.

"Ayah sedang apa?" tanyaku.

"Sedang nonton berita," sahutnya.

"Aryna temani, ya. Oya, Ayah mau aku buatkan kopi tidak?" Aku menawarkan kopi untuk Ayah seperti dulu waktu di desa setiap pagi aku membuat kopi hitam.

"Boleh," sahut Ayah.

"Siap!" Aku langsung kembali lagi ke dapur.

"Ada apa lagi?" tanya Ibuku.

"Aku mau bikin kopi untuk Ayah," sahutku.

Ketika aku kembali ke ruang tengah Ayahku sedang asyik mengobrol dengan Pak Cakra, astaghfirullah menyebalkan.

"Nak, kemari! Berikan kopi itu untuk Pak Cakra dulu, kamu bikin lagi untuk Ayah,", ucap Ayahku.

"Iya." Aku terpaksa menyodorkan kopi untuk Pak Cakra atas permintaan dari Ayahku. Aku pun kembali ke dapur untuk membuat kopi lagi.

"Kamu mondar mandir seperti setrika rusak, Aryna? Mau apa lagi?" tanya Ibuku.

"Membuat kopi untuk Ayah," jawabku.

"Bukanya tadi sudah?" tanyanya.

"Iya sudah tapi untuk tamu ada Pak Cakra tuh!" jawabku dengan wajah cemberut.

"Kenapa dengan wajahmu itu? Apa kamu marah dengan Pak Cakra? Aryna dia itu orang baik jadi bersikap yang baik," jelas Ibuku memintaku demikian.

"Iya, Ibuku yang cerewet," timpalku sambil nyengir kuda.

Mbak Syakila tidak bicara apapun, dia tidak mau komentar.

Dadaku bergemuruh ingin berteriak dan mengusir Pak Cakra tapi tidak mungkin, ini toh rumah dia. Aku merasa terjebak di sini, pacarku mana belum muncul juga.

"Ini Ayah, kopinya selamat diminum," ujarku.

"Terima kasih putri Ayah yang cantik," ujar Ayahku.

Mas Hari Abimanyu panjang umur akhirnya dia datang juga dengan Mas Azkaya Diraja mereka mengatakan salam dan aku langsung menyambut kedatangan mereka berdua dengan bahagia.

"Waalaikumsalam, silakan masuk orang tampan," kataku.

"Jadi yang tampan aku atau Hari Abimanyu, nih?" tanya Mas Azkaya Diraja.

"Kalian berdua tampan, masa cantik," jawabku tertawa kecil.

"Semoga hatiku yang kacau kepalaku yang pusing hilang seketika saat ada Mas Hari Abimanyu disisiku," gumam hatiku.

"Wah, Ayah sudah ada di sini. Kita mau numpang sarapan di sini boleh?" tanya Mas Hari Abimanyu.

"Boleh dong, masa tidak. Orang ganteng harus diutamakan," sahutku.

"Aryna kamu serasi banget dengan Nak Hari Abimanyu, semoga jodoh," ucap Ayahku membuat hatiku bahagia.

"Aamiin, doa Ayah insya Allah dikabulkan," sahutku senyum.

"Aryna ke dapur dulu ya, mau melihat masakan sudah matang atau belum," kataku pamit pada semuanya.

Di dapur ….

"Pantas Ibu masak banyak, ternyata mereka mau sarapan di sini," ujarku.

"Iya, Ibu sengaja menyuruh Pak Cakra sarapan bersama kita," jawab Ibuku.

"Ada Mas Hari Abimanyu dan Mas Azkaya Diraja loh," ungkapku melirik ke Mbak Syakila.

"Bodoamat, aku mau mandi dulu, gerah," kata Mbak Syakila.

"Sayur bening terlihat sangat menggoda tapi tidak cocok dimakan dengan pepes ikan," kataku berkomentar.

"Iya sih, tapi enak kok."

Ibuku memasak sayur bening, pepes ikan dan juga tahu kukus. Ada tumis jamur juga ternyata, ini baru cocok dimakan dengan ikan pepes. Namun tergantung selera lidah masing-masing. Ah, aku apa saja doyan.

Sekarang giliranku membantu Ibu sedangkan Mbak Syakila sedang mandi jadi gantian.

"Bu, Aryna siapkan semua yang sudah matang ke meja makan ya?" tanyaku.

"Iya, susun yang rapi, ok!"

"Siap!" Aku seger menata semua menu makanan di atas meja bersama gelas dan piring lengkap dengan teh hangat juga air putih dingin.

Mbak Syakila sudah terlihat cantik dia berdandan membuat aku tersedak melihatnya.

"Mbak dandan? Ngaku dandan untuk Mas Azkaya kan? Katanya tidak suka," ledekku.

"Bukanlah! Aku dandan biar cantik untuk diriku sendiri, wajar jika wanita berdandan," sahutnya.

"Cie, iya-iya."

"Sarapan sudah siap ya? Perutku sudah keroncongan, nih!" ujar Mbak Syakila.

"Iya, sudah siap tinggal menunggu Ibuku mandi," jawabku.

Ponselku berdering ketika aku lihat nomor baru, perasaanku tidak enak.

[Aryna, i love you. Saya akan berjuang untuk mendapatkan cinta dari kamu.]

[Please jangan blokir nomor saya.]

[Percuma kamu blokir aku akan terus ganti nomor baru untuk menghubungi orang yang aku cintai.]

[Kamu juga jangan coba-coba ganti nomor sebab itu juga sia-sia, aku bisa dengan mudah minta nomor Aryna kepada kedua orang tuamu.]

[Hari Abimanyu memang anakku, tapi soal hati dan perasaan aku tidak mau mengalah. Semua orang berhak mencintai selama janur kuning belum melingkar kamu bisa diperebutkan.]

Sebanyak lima pesan dari Pak Cakra membuat hatiku kacau.

"Astaghfirullah kenapa Pak Cakra sangat keras kepala, percuma juga hatiku tidak bisa dipaksakan," gerutuku.

"Ibu sudah siap, kita sarapan, yuk! Kamu panggil Ayah dan lainnya, gih!" perintah Ibuku.

"Iya." Aku menuju ruangan tamu untuk memanggil Ayah dan lainya meskipun hatiku masih sangat kacau atas tindakan Pak Cakra yang aneh.

"Ayah dan lainnya sarapan sudah siap! Mari kita makan dulu agar bisa menerima kenyataan pahit," ungkapku melirik ke Pak Cakra berharap dia mengerti tapi percuma saja.

"Siap!" sahut Ayahku dia pun bangkit dari duduknya.

"Pak Cakra, masakan istri saya enak banget loh, lebih nikmat dari masakan restoran," kata Ayahku memuji masakan istrinya aku yang mendengarkan senang.