Pulang kerja aku jalan kaki lagi dengan Mas Hari Abimanyu sedangkan Mbak Syakila dia diajak Mas Azkaya naik motor, awalnya menolak dan tetap memilih kendaraan gojek online tapi setelah dibujuk pada akhirnya mau ikut.
"Mbak Syakila jangan menolak dong, kasian tahu Mas Azka," ujarku.
"Aku tidak nyaman ikut orang asing," jawabnya melengos tidak mau menatap wajah Azkaya padahal tepat di hadapannya.
"Bapak gojek memangnya kamu kenal, mereka juga orang asing kan? Sudah ikut aku saja," kata Azkaya membujuk.
"Iya, Killa. Anggap saja si Azkaya tukang ojek online," ujar Mas Hari Abimanyu membuat Mbak Syakila terlihat seperti ingin tertawa tapi dia berusaha untuk menahannya.
"Ya sudah aku ikut kamu, tapi jangan berpikir aneh-aneh," tutur Mbak Syakila yang akhirnya mau ikut Mas Azkaya.
Aku berpikir Mbak Syakila langsung mau mendengarkan ucapan Mas Hari. Ada apa dengannya? Padahal sebagai seorang adik aku sudah berusaha membujuk tapi ditolak tadi, biarlah.
Mbak Syakila memakai helm yang diberikan Mas Azka setelah itu dia naik motor dan berpamitan padaku dan Mas Hari Abimanyu.
"Aku duluan ya," ujarnya sambil melambaikan tangan ke arahku. Meskipun Mbak Syakila masih marah tapi dia sudah tidak terlihat seperti harimau yang ingin menerkam mangsanya.
Mbak Syakila dan Mas Azkaya susah melaju aku menatap mereka berdua dari kejauhan sampai tidak terlihat lagi.
"Mereka serasi ya, aku berharap bisa jadi jodoh," gumamku.
"Iya, aamiin." Mas Hari Abimanyu pun sangat setuju jika mereka berdua menjadi sepasang kekasih terlebih kalau sampai menikah.
Mas Afkar dan Nirwana lewat, seperti biasa mulutnya setajam silet.
"Rakyat jelatah jalan kaki, kasian," ejek Nirwana tertawa.
Aku pikir setelah pacaran dengan Kak Afkar Maulan dia berubah menjadi lebih baik, ternyata kumat lagi. Anehnya Kak Afkar juga ikut menghina kami berdua.
"Abimanyu, jadi cowok tidak mau modal parah! Zaman modern masih saja jalan kaki," ejek Kak Afkar sambil melirik ke aku dia pamer motor moge.
"Aku yang ingin jalan kaki, Mas Abimanyu ada kok, motor," timpalku.
"Sudah Chagiya jangan ditimpali orang seperti mereka berdua lebih baik kita lanjutkan perjalanan kita," ujar Mas Hari Abimanyu seraya menggandeng tanganku.
"Dasar cewek murahan!" teriak Nirwana.
Motor yang dikendarai oleh Kak Afkar Maulana pun sengaja di gas agar keluar asap di hadapanku dan Mas Hari Abimanyu. Tindakan mereka sangat menjengkelkan.
"Kalian keterlaluan ya!" pekik Mas Hari Abimanyu tapi aku genggam tangan dia dengan erat agar tidak marah.
"Sabar Mas, jangan marah Chagiya."
"Bye rakyat jelatah!" ucap Nirwana akhirnya motor sialan itu melaju ngebut meninggalkan kami berdua yang sedang jalan santai ini.
"Kenapa tingkah Afkar jadi seperti anak kecil, ada apa dengan dia?" tanya Mas Hari Abimanyu.
"Sudah biarkan saja, jangan ditanggapi nanti dia akan capek sendiri," sahutku.
"Tapi dia bikin orang emosi, tahu!" Wajar pacar aku terlihat imut jika sedang marah tapi memang sih tindakan Kak Afkar dan Nirwana konyol.
"Iya, kalau kamu emosi istighfar dong," jawabku senyum.
"Iya, Chagiya. Astaghfirullah hal adzim," ucap Mas Hari Abimanyu lalu dia tersenyum.
"Nah, begitu kan ganteng pacar aku," ungkapku.
Tidak lama kami sampai di kontrakan ….
Ponselku berdering ternyata pesan dari Pak Cakra.
"Halo, Aryna kamu sedang apa? Boleh tidak saya minta alamat tempat kami tinggal?" Pesan Pak Cakra membuat aku terkejut, jadi tidak aku balas.
Beberapa menit kemudian
"Aryna kenapa pesan saya tidak dibalas, masa sama atasan kamu bersikap tidak sopan? Balas dong! Ditunggu ya." Pesan dari Pak Cakra membuat bulu kuduk aku merinding.
"Masuk, gih! Jangan mainan ponsel," gerutu pacarku yang ternyata memperhatikan aku.
"Kamu duluan yang masuk, gih!" Pacaran selangkah begini, kontrakan bersebelahan dibilang enak mungkin enak, tapi ada tidak enaknya juga.
"Ya, sudah aku masuk duluan. Selamat istirahat Chagiya," ujarnya.
"Selamat istirahat juga, Mas." Aku mengetuk pintu sebab di dalam sudah ada Mbak Syakila yang pulang duluan.
Mbak Syakila membuka pintu sambil mengomel.
"Kamu jalan kaki seperti keong racun ya, lama banget sampainya," gerutunya.
"Iya, jalan seperti keong racun jadi lelet. Ada apa memangnya Mbak? Kangen ya?" ledekku, dia malah menarik hidungku.
"Aku kesal tahu, si Kaya itu terus menggodaku masa tadi dia kasih Mbak bunga dan coklat," ungkapnya dengan raut wajah penuh emosi.
"Mbak sehat? Perempuan dikasih bunga dan coklat bukan bahagia malah marah, aneh!" hardikku meringis.
"Kalau dikasih orang yang kita suka mungkin bahagia, Mbak kan benci sama dia!" tukasnya.
"Jangan benci Mbak, nanti jadi cinta. Kepanjangan benci itu kan, benar-benar cinta," kataku.
Mbak Syakila semakin kesal, aku tertawa kecil melihat tingkahnya.
Ponselku berdering lagi, pasti pesan dari Pak Cakra lagi. Dia maunya apa sih? Aku harus membalasnya kah?
"Aryna balas pesan saya, dong? Kamu mau saya pecat!" pesan Pak Cakra sangat membuatku takut sekaligus marah, atasan macam apa ini?
"Ada apa? Kenapa wajahmu berubah menjadi pucat?" tanya Mbak Syakila dia merampas ponsel dari tanganku setelah membaca pesan dari Pak Cakra dia emosi.
"Aku pikir dia orang baik, tapi kenapa dia begini, berani sekali mengacam karyawan untuk alasan pribadi!" pekik Mbak Syakila.
"Sepertinya beliau naksir sama aku Mbak," ujarku.
"Dia suka sama kamu, tolak saja bilang jika kamu sudah punya pacar," jelas Mbak Syakila.
"Kalau aku dipecat bagaimana? Aku kan belum punya banyak uang," sahutku sedih.
"Jangan takut rezeki tidak akan tertukar, banyak kok, perusahaan lain," sahut Mbak Syakila.
"Aku tidak mau jauh dari Mbak dan Mas Hari Abimanyu jika pindah kerja," jawabku.
Jantungku berdetak kencang seperti orang tertekan dan ketakutan, ternyata rasanya sesak. Namun ketika mengalami jatuh cinta juga berdetak kencang bedanya perasaan berbunga-bunga merasa menjadi orang paling bahagia di dunia ini.
"Tenang Aryna, tarik napas. Mbak boleh balas pesan Pak Cakra tidak tahu diri ini?" tanya Mbak Syakila dia izin terlebih dulu kepadaku.
Aku menarik napas, lalu mengeluarkannya pelan-pelan.
"Mbak mau balas apa?" tanyaku.
Mbak Syakila kemudian mengetik setelah selesai dia menyerahkan kepadaku jika aku setuju maka akan dikirim pesan tersebut.
Isi pesan itu mengatakan jika aku tidak takut dipecat, aku tidak mau diganggu oleh Pak Cakra jika itu urusan pribadi. Namun jika urusan pribadi maka chat akan dibalas.
Beberapa detik kemudian, Pak Cakra langsung membalas pesanku.
Aku pikir dia akan marah dan benar-benar memecatku tapi ternyata dugaanku salah.
"Maaf Aryna, saya hanya ingin kenal lebih dekat dengan kamu. Masa kamu tidak mau berteman dengan saya." Isi pesan dari Pak Cakra.
Aku minta pendapat Mbak Syakila untuk membalas apa?
"Maaf Pak, kita bukan seumuran jadi tidak pantas menjadi teman." Mbak Syakila mengetik itu lalu dia mengirimnya dengan percaya diri.
"Astaghfirullah apa Pak Cakra tidak marah Mbak?" tanyaku takut.
"Kenyataannya begitu, dia lebih pantas jadi bapak kamu dari pada jadi teman tidak cocok," ujar Mbak Syakila tertawa