[I love you Aryna, kamu mau tidak menjadi kekasihku? Meskipun kita beda usia tapi cintaku tulus dan luar biasa, percayalah? Kamu mau kan?] Pesan dari Pak Cakra.
Setelah selesai makan malam, Pak Cakra kirim pesan yang membuat jantungku bagaikan disambar petir apa yang aku takutkan jadi kenyataan. Astaghfirullah bagaimana ini mungkin? Pak Cakra menyatakan cinta kepadaku dia adalah ayah dari pacarku.
"Kamu kenapa?" tanya Mbak Syakila menatap wajahku yang mungkin terlihat tegang.
"Aku tidak apa-apa kok, Mbak." Aku berusaha tersenyum untuk menutupi masalahku tapi Mbak Syakila dia terlalu peka jadi mungkin akan tahu.
"Jangan bohong sudah terlihat jelas dari wajah kamu jika sedang cemas, katakan ada masalah apa?" tanya Mbak Syakila memaksa.
"Tapi janji ya, jangan cerita ke siapa-siapa terutama Mas Hari Abimanyu," kelasku berharap Mbak Syakila mengerti.
"Iya, aku janji. Cepat ceritakan apa yang masalahnya?" tanya Mbak Syakila tidak sabar ingin tahu.
Aku dan Mbak Syakila sudah ada di kamar setelah makan malam dan ngobrol santai di depan televisi. Orang tuaku minta izin untuk istirahat jadilah kamu kembali pulang ke rumah Pak Cakra yang dihuni oleh kami.
"Bacalah Mbak!" Aku memberikan ponselku ke Mbak Syakila agar dia membaca sendiri pesan dari Pak Cakra.
Mata Mbak Syakila langsung melotot, sebelumnya dia sudah menduga jika Pak Cakra ada hati untuk Aryna.
"Pak Cakra duda dia cinta sama kamu wajar, tapi masalahnya kamu adalah pacar Abi anak dia sendiri," gumam Mbak Syakila.
"Sekalipun aku belum punya pacar aku juga tidak mau Mbak dengan Pak Cakra," sahutku.
"Walaupun dia kaya, baik dan sayang sama kamu?" tanya Mbak Syakila.
"Aku tetap tidak mau, dia lebih pantas jadi ayahku daripada menjadi pasangan," kataku.
"Iya, juga. Kamu tidak membalas pesan ini kasian juga dia," ujar Mbak Syakila.
"Aku bingung harus jawab apa Mbak?" tanyaku.
"Bilang saja ku sudah punya pacar jadi tidak bisa menerima cinta dari Pak Cakra," ucap Mbak Syakila memberikan solusi.
Aku melakukan apa yang dikatakan Mbak Syakila, membalas pesan Pak Cakra dengan mengatakan jika aku sudah punya pacar semoga berhasil.
[Sebelumnya Aryna minta maaf jika menyakiti hati Om Cakra, tapi sayangnya aku sudah punya pacar.]
Pesan tersebut langsung aku kirim ke Pak Cakra dengan harapan semoga dia bisa mengerti.
Namun ternyata dugaanku salah, Pak Cakra mengemis cinta padaku. Dia bahkan tidak peduli jika aku sudah punya pacar tapi jika aku beritahu anaknya pacarku mungkin dia akan mengerti dan berhenti mencintaiku.
[Jangan tolak cintaku, Aryna. Aku janji akan jadi pasangan kamu yang setia dan memberikan apapun yang Aryna mau. Please terima cintaku kalau tidak saya bisa gila.] Pesan dari Pak Cakra juga membuatku jadi setengah gila.
Mbak Syakila geleng-geleng kepala ketika membaca balasan dari Pak Cakra.
"Aku harus balas apa Mbak?" tanyaku kepada Mbak Syakila. Dia terlihat bingung dengan menggaruk kepalanya.
"Gimana ya? Sepertinya Om Cakra tergila-gila dengan kamu, Masa ayah dan anak rebutan cinta?" ungkap Mbak Syakila.
"Aku mau balas dengan jujur dengan mengatakan jika Mas Hari Abimanyu adalah pacarku, menurutku itu akan berhasil," kataku.
"Ya, sudah balas begitu saja," timpal Mbak Syakila mendukung keputusanku.
[Pak Cakra saya akan memberitahukan Anda jika pacarku adalah Mas Baru Abimanyu anak dari Anda! Jadi maaf aku tidak akan pernah bisa menerima cinta Pak Cakra, hubungan kita sebatas ayah dan anak saja.]
Tanpa ragu aku mengirim pesan tersebut untuk Pak Cakra, pasti kali ini dia akan mengerti.
Mataku melotot tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh duda tua tersebut.
"Dia membalas apa?" tanya Mbak Syakila.
"Kenapa Pak Cakra begini sih? Menyebalkan. Belum lagi aku menghadapi amukan Kak Kelara dan Nirwana nanti," gerutu.
"Sabar ini ujian cintamu, harus mengalami hal tidak baik ini."
Mbak Syakila mengintip pesan dari Pak Cakra yang membuat dia melongo kebingungan.
[Kamu serius pacar Hari Abimanyu, tapi dia tidak pernah cerita. Saya tidak peduli kamu pacar siapa, terpenting saya akan berusaha mendapatkan kamu sebagai seorang pasangan suami dan istri.] Pesan Pak Cakra membuatku jadi gila.
"Pak Cakra aneh ya? Masa dia tega dengan anak sendiri," tukasku kesal.
"Hatinya dibutakan dengan cinta, tapi bagaimana cara kamu mengatasi ini?" tanya Mbak Syakila.
"Aku blokir saja nomor dia!" hardikku langsung memblokir nomor Pak Cakra agar dia tidak menggangguku.
Waktu sudah larut pulang, tidak tahu bagaimana besok menghadapi Pak Cakra setidaknya aku sudah berusaha untuk mengatakan kejujuran. Tubuhku sudah lelah waktunya istirahat.
***
Seperti biasa aku bangun ketika mendengar suara adzan untuk memulai hari dimulai dari salat subuh terlebih dulu bedanya sekarang ada ayah dan ibuku.
"Putriku sudah bangun Nak? Kita salat bersama, ya?" ungkap Ibuku senyum.
"Iya," sahutku kemudian bersiap mengambil wudhu.
Setidaknya masalah Pak Cakra yang membuat kepala jadi pusing sedikit hilang dengan aku melihat wajah ayah dan ibu.
"Aku ikut salat berjamaah ya," kata Mbak Syakila menyusul.
"Iya, Mbak."
Beberapa menit kemudian ….
Selesai mengabdi kepada Tuhan, kami memikirkan ingin sarapan apa hari ini?
"Ibu ingin masak sayur bening, pepes ikan boleh tidak? Untuk sementara jangan goreng dulu," kata Ibuku.
"Kenapa?" tanyaku.
"Minyak mahal dan juga masakan tidak banyak minyak lebih sehat," jawab Ibuku sambil tersenyum.
"Tidak apa-apa mahal, Aryna masih mampu beli kok, insya Allah."
"Iya, tidak masalah itu, urusan dapur serahkan kepada kami berdua," timpal Mbak Syakila.
Jadi setiap bulan aku dan Mbak Syakila patungan untuk biaya dapur dan kontrakan.
"Ibu dan Ayah tidak mau merepotkan kalian, kami sudah terbiasa makan seadanya," sahut Ibuku.
Aku dan Mbak Syakila memeluk Ibu bersama.
"Ibu mau kami antar ke pasar?" tanyaku.
"Ibu mau ke pasar bersama Ayah saja," jawabnya.
"Ayah kebetulan juga tahu daerah sini, jadi kalian tidak perlu cemas," ujar Ayah.
"Naik angkot?" tanya Mbak Syakila.
"Kami naik motor, Pak Cakra yang memberikan katanya motornya sudah lama tidak dipakai," sahut Ayah.
"Dikasih motor, kenapa Ayah tidak menolaknya?" hardikku tidak suka.
"Memangnya kenapa? Sayang kan jika ditolak, barang jika tidak dipakai akan rusak," timpal Ibuku.
Aku tidak bisa menjelaskan kenapa aku tidak suka, akhirnya terdiam.
"Jangan marah sayang, kamu berangkat ke pasar dulu," kata Ibuku pamit.
"Iya, hati-hati di jalan."
Mereka benar-benar naik motor pemberian dari Pak Cakra aku melihat jika motor itu baru.
"Motornya masih baru ya?" kata Mbak Syakila.
"Iya, jangan-jangan Pak Cakra mau nyogok kedua orang tuaku agar merestui cinta dia," ungkapku bingung.
Aku dan Mbak Syakila duduk di teras, tidak melakukan apapun.
"Mbak mau nyapu dan ngepel, ya."
"Tidak perlu Mbak," jawabku.
"Kenapa?"
"Kita diberi asisten rumah tangga sama Pak Cakra khusus untuk bersih-bersih rumah dari subuh tadi," jawabku.
"Masa sih? Pantas rumahnya bersih."