Kadang aku kasian dengan Niwana Dewi teman kerjaku bagaimana jika dia hanya dijadikan tempat pelarian oleh Kak Afkar Maulana? Padahal jelas betul Kak Afkar mengatakan suka padaku tapi hanya beberapa jam dia sudah kelain hati.
Pikiranku melayang, merasa kacau semua. Namun apa peduliku? Harusnya aku gembira tidak perlu repot kirim pesan lagi untuk Kak Afkar Maulana. Anggap saja masalah tentang perasaan Kak Afkar telah selesai.
"Aryna aku minta nomor kamu?" bisik Pak Cakra di dekat daun telinga aku.
"What minta nomorku? Untuk apa? Gawat jika dia mengganggu hidupku tapi menolaknya tidak enak," gumam hatiku.
"Aryna Zakia Rahma, saya sedang bicara sama kamu loh, jawab dong!" kata Pak Cakra sedikit lebih keras membuat Nirwana melirik, ah gawat dia pasti akan mengadu ke Mbak Kelara soal ini.
"Nomor saya untuk apa Pak Cakra?" tanyaku.
"Untuk disimpan, siapa tahu saya ada kepentingan dengan kamu jadi bisa dihubungi biar cepat begitu," jelasnya.
"Oh, begitu. Namun maaf banget ya, Pak Cakra ponsel Aryna sedang lowbat," jawabku.
"Saya kan bertanya nomor ponsel kamu bukan tanya ponselnya lowbat atau tidak," sahut Pak Cakra.
"Iya, Pak Cakra Adinata yang terhormat, masalahnya saya tidak hafal nomor HP sendiri," jawabku nyengir.
"Oh, begitu. Aryna simpan nomor bapak saja kalau ponsel kamu sudah tidak lowbat hubungi bapak, ok!" kata Pak Cakra mengeluarkan kartu nama yang lengkap dengan nomor HP dan juga alamat rumah beliau.
"Iya, insya Allah Pak Cakra," sahut aku sambil senyum setengah terpaksa.
Begini amat nasibku disukai duda tua dan laki-laki tampan tapi plan plan baru menyatakan cinta belum resmi ditolak tapi sudah cari pelarian kepada perempuan lain. Alhamdulillah ada Mas Hari Abimanyu kekasih yang terbaik selama aku punya. Jelas saja dia adalah pacar pertama semoga saja menjadi yang terakhir juga dalam hidupku.
Nirwana Dewi mendekat lalu mencubit pinggangku.
"Sini kartu nama Pak Cakra berikan kepadaku!" hardiknya sambil melotot.
"Untuk apa?" tanyaku.
"Berikan saja! Inget kamu harus menolak jika diberi sesuatu oleh Pak Cakra, awas kalau kamu genit, lepas juga sarung tangan itu!" Nirwana seenak jidat memerintah tapi anehnya aku menurut saja dengan apa yang dia katakan sebab aku tidak ingin ada keributan.
"Ini ambilah!" kataku menyodorkan kartu nama Pak Cakra Adinata dan juga sarung tangan warna ungu.
"Begitu baru bagus, tapi ingat jika ditanya Pak Cakra kamu tidak boleh bilang jika aku yang mengambil sarung tangan dan kartu nama dia, ok!" Nirwana sekarang bahkan mengancam dia pikir aku takut, meskipun aku berasal dari desa aku bukan orang yang penakut.
Di atas sana ada CCTV yang merekam perbuatan Nirwana Dewi jika Pak Cakra tahu keberadaannya kemungkinan anak sombong tersebut akan dipecat kerja.
"Nirwana tenang saja aku tidak akan bilang kok, ke Pak Cakra jika sarung tangan dan kartu nama beliau dirampas kamu," jawabku sambil senyum tipis.
"Bagus, lanjut kerja!" Nirwana senyum sinis ia menyimpan kartu nama dan sarung tangan warna ungu ke dalam kantong celananya.
"Kapan bel pulang berbunyi aku sudah sangat lelah kerja terutama setiap detik harus berhadapan dengan Nirwana begini," gerutuku dalam hati.
Mbak Syakila terlihat fokus menjahit dia tidak jauh dari tempatku berada, sepertinya kerja menjahit lebih terhormat dan tidak diperintah seenaknya oleh para penjahit lainnya tidak seperti anak Helper yang selalu kena marah dua kali dari pengawas dan dari anak jahit yang cerewet jika gosokan atau gambar dari anak Helper tidak rapi.
Beberapa jam kemudian
Akhirnya bel tanda pulang berbunyi juga, rasanya lega dan seperti bebas dari penjara. Beginilah nasib buruh kerja setiap hari mengeluarkan keringat meskipun gaji tidak seberapa.
Aku berjalan bareng dengan Mbak Syakila menuju pintu keluar bersama.
"Akhirnya kita pulang juga Mbak Syakila, Aryna lelah banget," ungkapku nyengir kuda.
"Gak ada kerja yang enak Aryna semua pekerjaan pasti akan terasa lelah, tapi setidaknya kita bersyukur sebab masih diberi pekerjaan oleh Allah," ujar Mbak Syakila memberikan nasihat.
"Iya, sih Mbak. Manusia memang begini sering mengeluh, tapi aku tetap bersyukur kok," sahutku tersenyum.
"Iya, sayangku itu baru adiknya Killa," timpal Mbak Syakila menepuk bahuku sambil melempar senyum.
Di depan gerbang Mas Hari Abimanyu sudah menunggu aku dan Mbak Syakila untuk pulang bersama.
"Hai pacarku," sapa Mas Hari Abimanyu membuat aku jadi tersipu malu.
"Mas Hari Abimanyu apaan sih? Malu tahu, jangan panggil aku pacar dong," tuturku.
"Astaga wajah Aryna merah, dia malu tuh! Jangan diumbar dong, Abi." Mbak Syakila mencubit kedua pipi aku sambil tertawa meledek.
Seharusnya aku bersyukur atas segala yang Allah berikan, pacar baik, sahabat rasa saudara dan pekerjaan layak mendapat upah sesuai UMR.
"Hemmm …." Kak Afkar tiba-tiba berdehem membuatku melirik.
"Abi kamu pacar Aryna? Norak banget panggil sayang segala di tempat umum!" ejeknya Kak Afkar ke Mas Hari Abimanyu.
Dari sorotan kedua mata Kak Afkar Maulana sepertinya dia cemburu tapi entahlah aku tidak mau menduga-duga.
"Sayang, jangan pedulikan pasangan norak, ih!" kata Nirwana Dewi mengatakan aku dan Mas Hari Abimanyu norak.
"Abi, Aryna kita pulang aja, yuk! Abaikan saja perkataan setan tidak berguna!" Mbak Syakila menarik tanganku dan tangan Mas Hari Abimanyu.
"Cie, senangnya dalam hati punya pacar dua, selamat ya, Abi!" Afkar Maulana berkata begitu sambil teriak sehingga semua orang mendengar. Orang-orang pun menatapku, Mbak Syakila, dan Mas Hari Abimanyu.
Mbak Syakila menyadari jika semua orang sedang menatap dirinya dan juga Aryna ia pun langsung melepas tangan Abimanyu dengan cepat.
"Apa lihat-lihat? Aryna dan Abi ini mereka berdua sudah seperti adik kandungku, paham kalian!" hardik Mbak Syakila.
"Sudah Mbak Syakila lebih baik kita pulang," tuturku lembut tidak ingin orang yang sudah aku anggap sebagai kakak kandung ribut dengan orang lain.
"Tapi Nirwana dan Afkar itu mulutnya sudah keterlaluan," pekik Mbak Syakila masih emosi aku lalu menarik tangannya berjalan lebih dulu.
Mas Hari Abimanyu lari mengejar aku dan Mbak Syakila.
"Aryna, kenapa Nirwana dan Afkar sepertinya benci banget sama kamu dan juga aku padahal sebelumnya tidak ada masalah apapun," kata Mas Hari Abimanyu dia seperti orang kebingungan merasa tidak pernah ada masalah tapi tiba-tiba dimusuhi secara tidak jelas.
"Apa aku berkata jujur ya, jika Kak Afkar suka denganku tapi langsung patah hati ketika tahu aku pacaran dengan Mas Hari," gumamku dalam hati.
"Aryna sayang, jawab dong?" tanyanya lagi tapi saat ini ada Mbak Syakila dan aku juga belum ingin bercerita kepada Mas Hari.
"Maaf Mas Hari Abimanyu, lebih baik kita tidak perlu memikirkan kenapa orang tidak suka kita. Lebih baik kita fokus pada hidup sendiri," jawabku senyum.
"Kamu polos banget sih, jika mereka benci sama kita tanpa alasan itu aneh. Jika dia benci karena apa, mungkin kita bisa memperbaikinya," ujar Mas Hari Abimanyu.
"Percuma Mas, mereka tidak akan berubah jadi baik kepada kita," sahutku singkat. Namun memang betul sebaik apapun kita bersikap pada mereka yang membenci itu percuma sebab mereka tetap akan membenci.
"Tidak ada yang percuma, terpenting kita sudah mencoba, berusaha dan mendoakan, sebetulnya yang bisa membolak-balikan hati hanya Allah," jelas Mas Hari Abimanyu senyum.
"Ya, Mas ganteng aku paham."
Mas Hari Abimanyu terlihat senyum dia terlihat senang aku panggil mas ganteng. Namanya juga pacar sendiri wajah dong, dipuji masa mau memuji pacar orang lain.