"Mas, apa kamu yakin akan melanjutkan pernikahan ini?" tanya Sinta dengan tatapan sendu. Aku yakin dia yang paling tersakiti dengan pernikahan keduaku ini. Istri mana yang mau dimadu dan sanggup menyaksikan suaminya ijab qobul bersama wanita lain. Meskipun alasannya jelas, karena dia tidak bisa mempunyai anak. Sebulan lalu dia memegangi surat bahwa dia mandul, tidak bisa mempunyai keturunan. Oleh sebab itu keluarga memaksaku untuk menikah lagi.
"Tentu, dong. Walau bagaimanapun keadaannya, Fahmi tetap harus menikah dengan Janah. Dia gadis yang cantik jelita dan baik hati. Siapa yang tidak ingin menikah dengan Janah, seorang kembang desa dan anak dari Ustad tersohor," sahut Diyah, adik kandungku.
"Apalagi yang kamu banggakan sebagai wanita kalau tidak bisa memiliki anak?" desis bibi Ratih, adik dari Abah yang memang sangat membenci Sinta. Semua kebenciannya itu berawal dari Abdillah, putranya yang menggilai Sinta, istriku.