Ku lihat Zidane yang lagi sibuk menikmati TV yang sedang dia tonton, kebetulan acara itu sedang tayang film motor GP.
Aku yang sedang bergelut dengan pemikiran ku sendiri mencoba meyakini Zidane yang sedang asyik menatap ke layar tv.
Dalam benak ku selalu berfikir bagai mana cara nya mengurung kan niat Zidane untuk tidak menyuruh ku mengundur kan diri dari jabatan yang aku miliki sekarang. Tanpa ada drama perdebatan antara aku dan Zidane.
"Sayang", seperti biasa aku memanggil dengan kata manja Zidane sangat mengerti akan maksud ku.
"Ada yang mau aku bicara kan, boleh ?" Ujar ku.
Sebenar nya aku rada - rada takut membicara kan hal ini kepada zidane, tetapi aku mencoba untuk mengutara kan penolakan hati ku yang mengganjal.
"Tunggu, sebentar lagi film ini iklan, ya !, Setelah itu kita akan bicara santai" ucap Zidane yang tak melirik sedikit pun ke arah ku karena sedang asyik nya menatap layar televisi.
Aku pun terus menatap ke arah belakang puncak kepala Zidane suami ku. Namun fikiran ku berkecamuk karena takut permohonan ku tidak di Kabul kan.
Usai film motor GP selesai aku pun bergegas masuk ke kamar dan mengambil ponsel yang tertinggal di meja nakas. Setelah apa yang ku cari sudah ku dapat kan aku bergegas turun tangga dengan sedikit tergesa gesa menuju ruang santai yang terletak di ruang tengah.
Ternyata Zidane telah menunggu dan duduk di sofa.
Dahi Zidane tampak berkerut melihat aku yang tampak gugup namun Zidane mencoba diam, dia ingin mendengar kan lebih dulu apa yang ingin di bicara oleh ku.
"Kak, aku ingin bicara hal penting dengan mu yang menyangkut soal perintah mu untuk menyuruh ku mengundur kan diri dari pekerjaan ku.
Ini lihat aku di promosi kan lagi dan di berikan kesempatan untuk melanjut kan S3 dan semua biaya di tanggung oleh perusahaan yang aku kelola sekarang sebagai apresiasi kinerja ku selama ini yang memenangkan tender besar" tutur ku panjang lebar sambil memperlihat kan layar ponsel yang tertulis kan pesan dari kantor tempat ku bekerja.
Zidane pun menatap ke layar ponsel itu dengan datar tanpa sepatah kata pun ucapan yang keluar dari mulut nya.
Entah lah apa dia tidak menyukai keberhasilan ku?. Aku pun bertanya dalam hati
"Lalu kamu mau bagai mana?" Zidane memutar bola mata yang tadi tertuju di ponsel sekarang beralih ke arah bola mata ku.
"Boleh kah aku mengambil kesempatan itu, bukan kah ini semua mimpi dan cita - cita ku selama ini?" Tanya ku.
Sudah bisa aku tebak, mata Zidane membulat seakan ingin keluar dari cangkang nya.
"Ranaya tanpa kamu tanya lagi pun kamu sudah tahu jawaban nya. Tidak boleh!, Jangan bicara apa-apa lagi kalau itu menyangkut keinginan kamu untuk kembali bekerja" tentang Zidane.
"Pleaseee kak, bukan kah kakak sangat mengerti keinginan ku dulu untuk menjadi wanita karir dan memiliki pendidikan tinggi itu lah cita - cita ku sedari dulu. Aku janji akan memenuhi persyaratan dari kakak jika kakak mengizin kan ku untuk kembali bekerja " ujar ku kembali meyakin kan dengan penuh keyakinan.
Aku pun tertunduk, jari jemari nya saling bertautan untuk menghilang kan rasa gugup ku.
Dan ternyata ekspetasi ku salah.
"Apa kamu tidak pernah mengerti akan larangan ku" tukas Zidane menggunakan nada tone meninggi.
Sontak membuat ku melotot dan terkejut, aku merasa tidak percaya dengan apa yang aku dengar. Aku pun berdiri dan lari pergi meninggalkan Zidane ke kamar.
Zidane' pove.
Aku pun berbincang kepada Papi tentang Ranaya sebelum memerintah kan Ranaya berhenti dalam perusaahan yang dia kelola sekarang.
"Lalu, bagai mana Pi perusahaan yang sekarang aku pegang kalah besar dengan perusaahan yang Ranaya pegang sekarang, perusahaan yang di pegang Ranaya sekarang memenang kan tender yang bernilai milyaran rupiah, padahal aku dan perusaahan Ranaya waktu itu sama-sama mengajukan permohonan kerja sama"
Tetapi Ranaya tidak mengetahui jika aku juga mengajukan permohonan kerja sama itu dan kalah. yang hanya Ranaya tau dia memenang kan tender itu dan sebagai bentuk penghormatan Ranaya di beri fasilitas pendidikan.
dengan hebat nya Ranaya mengedelkan perjanjian kerja sama di perusahan ternama itu.
Aku yang tak ingin kalah pamor sama ranaya memasang taktik.
"Perusaahan apa yang di pegang oleh wanita murahan itu" tanya Papi Zidane Anderson.
"Lebih tepat nya perusahaan Wira Buana" ujar ku
"Apa Wira Buana" pak Anderson semakin Eiffel. Nama perusahaan yang menjadi musuh bebuyutan dengan perusahaan keluarga Anderson.
"Jalan satu - satu nya, kamu harus menyuruh Ranaya untuk berhenti bekerja dan mengundur kan diri dari perusahaan tersebut. Dengan pengunduran diri Ranaya dari perusahan yang dia pegang, di jamin tidak akan mempercayai nya lagi bekerja sama. dengan begitu tu saham yang akan bekerja sama dengan perusahan ranaya akan membatal kan kerja sama nya. Otomatis saham itu akan berpindah ke perusahan kita" ucap pak Anderson menyungging kan bibir atas nya. Membentuk senyuman tajam.
"Bagai mana kalo Ranaya kita suruh aja bekerja di perusahaan kita, apa lagi kan Ranaya sangat pintar dalam menjalan kan bisnis Pi, pasti perusahan kita akan semakin maju pesat" timpal ku memberi saran kepada Papi.
"Tidak akan pernah, aku tidak akan pernah menyuruh nya bergabung di perusahan kita" ucap pak Anderson ketus.
Aku hanya menghela nafas ku, karena aku mengetahui papi sangat tidak menyukai Ranaya, karena dia bukan terlahir dari keluarga berada itu yang membuat pak Anderson malu untuk mengakui nya menantu. Walaupun kadang pak Anderson mengetahui kegigihan kinerja Ranaya seperti apa.
"Ya, ya baik lah, terserah Papi aja mau nya gimana, aku akan turuti kehendak Papi" ujar ku.
Aku pun mengikuti isyarat yang di perintah kan Papi.
Ranaya's pove.
Zidane yang tampak dari belakang mengikuti langkah ku dan menarik tangan ku.
"Kenapa kamu masih bersikeras untuk mengalah dengan permintaan ku, kali ini aku bicara sebagai suami kepada seorang istri" ujar ku.
"Apa kamu masih bersikeras untuk tetap bekerja" tanya Zidane.
Aku hanya bisa terdiam jauh dari lubuk hati ku yang paling dalam aku memang masih mengingin kan pekerjaan dan jabatan itu yang selama ini dengan susah payah aku meraih nya.
"Besok pagi - pagi sekali kamu harus sudah mengirim kan email ke kantor mu dan menulis kan surat permohonan diri, aku tidak ingin lagi ada pertanyaan atau pun penolakan apapun yang kamu ucap kan" ucap Zidane dengan mata melotot dan mengangkat tangan menggunakan jari telunjuk ke arah ku.