Chereads / Ratna Dewi Lestari / Chapter 2 - Camping

Chapter 2 - Camping

Bismillah

"Werewolf Girl In Love"

#part_2

#by: R.D.Lestari.

"Gimana Kia, loe jadi ikut kan, ya? Gua yakin loe pasti ga di bolehin sama Bokap loe, 'kan?"

"Hei, di bolehin kali," Kia menjulurkan lidahnya ke arah Sasi. Gadis berkulit gelap itu menatap takjub sahabat akrabnya itu. Biasanya Kia selalu tak di bolehkan ikut.

"Joe kayaknya ikut, deh. Sengaja mungkin mau deketin loe, pantang menyerah msh dia,"

Kia memutar bola matanya. " Biarin aja, aku ga suka kok sama dia," sahutnya.

"Loe yakin? Joe itu selain kaya, tampan dan royal loh Ki," puji Sasi. Matanya berkilau menyiratkan kekaguman yang amat sangat.

"Juga playboy dan suka minum-minuman keras, bukan tipeku," Kia mengangkat kedua bahunya.

"Kalau dia cinta, dia pasti mau berubah," bela Sasi.

"Ya udah, buat loe aja. Gua ga minat," Kia menepuk pelan bahu temannya itu. Senyum manis tersungging di wajahnya.

Kia kemudian bergabung bersama temannya yang lain untuk membicarakan rencana camping Minggu ini. Sasi melirik teman akrabnya itu, sekilas terlintas perasaan iri akan sosok Kia yang rupawan dan juga cerdas. Namun, segera ia tepiskan. Ia tak ingin perasaan itu tumbuh menjadi benci. Bagaimanapun Kia adalah teman yang amat baik dan punya jiwa sosial tinggi.

***

Pagi-pagi sekali saat matahari masih malu menyinari bumi, Kia sudah bangun dan mempersiapkan diri. Wajah cantiknya ia balut make up tipis dan lipstik merah jambu. Rambut panjangnya ia kuncit ke atas. Softlens abu-abu jadi pilihan penyempurna penampilannya hari ini.

Ia berjalan manja menuju ruang makan. Tentu saja saat itu belum ada siapa pun di sana selain dirinya. Diambilnya dua helai roti gandum dan ia olesi dengan slai strawberry kesukaannya.

Di kunyahnya perlahan sembari menatap halaman belakang rumah dari jendela dapur yang transparan tanpa trali.

"Ki, kamu jd pergi hari ini?" tiba-tiba suara Dito, Kakak laki-lakinya itu menyentak dan membuatnya tersadar dari lamunannya.

"Eh, Kakak. Jadi kok, Kak. Bentar lagi juga Kia berangkat," sahutnya cepat.

"Kakak anter, ya, Ki. Perasaan Kakak ga enak loh dari tadi. Takut kamu kenapa-kenapa," ujar lelaki ganteng berumur dua puluh tujuh tahun itu sembari menepuk pelan pundak adik bungsunya.

"Apaan sih, Kak. Aku dah gede," Kia beringsut menjauhi kakaknya. Ia meraih ransel yang tadi tergeletak di atas kursi.

" Dah, hayuklah Kakak anter," Dito tak mau kalah begitu saja. Ia segera bergegas menuju mobil merahnya. Kia tak mampu menolak. Ia akhirnya ikut masuk ke dalam mobil Dito.

"Palingan mau tebar pesona," gerutu Kiara sembari memandang masam wajah Dito, yang di pandang cuma senyum-senyum ga jelas.

***

Brakkk!

Kia keluar dari mobil bersama Dito yang menemaninya. Kia terlihat risih dan melirik kakaknya sengit.

"Apaan, sih, Kak. Gih pulang sana! bikin malu aja, aku ini bukan bocah!" usir Kia seraya mendorong tubuh kakaknya. Namun, Dito malah cuek , ia menikmati pemandangan kampus adiknya. Matanya menyisir setiap sudut kampus dan tebar pesona kepada cewek-cewek muda yang berlalu lalang.

"Huh, bener, 'kan? dasar playboy," sungut Kia melihat tingkah kakaknya itu.

"Biarin lah, Dek. Di sini ceweknya cakep-cakep bener,"

"Hai, Kia," dua orang gadis manis dengan tubuh bak biola berlari mendekati Kia dan kakaknya yang sejak tadi beradu argumen.

"Hai, Nindi, Sari," Kia menyambut dua temannya dengan lambaian tangan.

"Hai, Ki. Siapa, nih? ganteng banget, sih," Nindi tanpa malu-malu mengedipkan matanya genit ke arah Dito.

"Dia...,"

"Halo, kenalin, aku Dito. Kakaknya Kia," Dito mengulurkan tangannya dan tersenyum manis membuat gadis belia di hadapannya klepek-klepek.

"Sudah, Kak. Pulang sana,"

" Ayok, gaess kita dah terlambat ini! jangan mau kena rayu ma buaya," Kia menyeret kedua temannya menjauhi kakaknya.

"Kia! awas kamu, ya!" Dito berteriak kesal karena ulah Kia.

"Wekkk!"

Kia menjulurkan lidahnya dan menunjukkan jari tengah pada kakaknya.

"Dasar bocah tengil!!!"

***

Kia dan teman-temannya bernyanyi riang di dalam bus yang mereka tumpangi. Ada sekitar lima puluhan orang yang ikut dalam kegiatan termasuk para dosen pendamping. Mereka tampak sangat bahagia sembari menikmati pemandangan indah menuju tempat wisata yang jadi tujuan mereka.

Bus melaju cukup kencang melewati barisan pepohonan yang berjajar rapi di samping kiri dan kanan jalan.

Kia sempat melirik seseorang yang ia rasa sejak tadi memperhatikan gerak-geriknya. Ia amat yakin jika lelaki berkacamata itu mengawasinya. Namun, sial. Setiap ia menoleh lelaki itu pura-pura membaca. Kia merasa tak nyaman.

"Hai, Kia. Boleh aku duduk di sebelahmu?" suara seseorang mengusik kesenangan Kia yang sedang bercanda bersama teman-temannya.

Kia hanya menoleh sekilas dan berucap acuh," kamu lihat sendiri kan, di samping sudah ada yang duduk,"

"Tapi, Kia ...,"

"Cari tempat lain aja, deh,"

"Oh, oke," lelaki berambut pirang itu berbalik sembari mengepalkan tangannya. Ia nampak kesal dan wajahnya memerah. Entah rencana apa yang akan ia lakukan , tatapannya berubah sinis terhadap Kia. Sedangkan gadis itu tetap tersenyum bersama teman-temannya, tanpa ia tahu ada bahaya yang sedang mengincarnya.