Chereads / Ratna Dewi Lestari / Chapter 5 - Hadi, Si Penolong

Chapter 5 - Hadi, Si Penolong

Bismillah

"Werewolf Girl In Love"

#part_5

#by: R.D.Lestari.

Ia menarik celana levis yang di berikan Hadi padanya. Perlahan ia mulai memakai. Menatap penuh waspada pada Hadi, laki-laki yang saat ini memunggunginya. Menyantap ikan panggang menghadap api unggun.

"Ki ...,"

"Upss, ma--maaf," Hadi salah tingkah saat tak sengaja ia menoleh dan melihat paha mulus Kia, walaupun tadi ia memang sempat melihat saat mengobati luka Kia yang cukup besar dan banyak mengeluarkan darah, tapi saat itu Kia dalam kondisi tak sadarkan diri.

"Sudah, Hadi. Ini aku kembalikan jaketmu," Kia menyerahkan jaket hadi yang tadi menutupi paha dan setengah badan nya.

"Ga apa, Ki. Kamu lebih butuh," Hadi menolak halus.

"Tapi ...,"

"Tak apa, Ki. Sekarang kamu istirahat. Aku akan menjagamu malam ini, takut-takut monster itu datang lagi," ucap Hadi, pandangan matanya menatap langit dan ia menghela napas panjang.

"Monster? datang lagi? bukankah dia tadi sudah mat*?"

"Tidak, dia ternyata hanya pingsan. Saat aku pergi mencari kayu bakar, monster itu menghilang," jelas Hadi.

Hadi tak sedetikpun menatap manik coklat Kia yang cantik. Ia selalu membuang pandangannya ke tempat lain. Ia takut gadis itu merasa tak nyaman karena kehadirannya.

"Ha--di," suara Kia bergetar mengucap nama pemuda berkacamata itu.

"Iya ...," kali ini Hadi terpaksa memandang gadis yang sejak bertemu dengannya sudah menebar benih-benih cinta dan mulai tumbuh subur di hatinya.

"Terima kasih sudah menolongku," lirihnya. Senyum indah terukir di wajah putihnya, membuat jantung Hadi seolah berhenti berdetak untuk sesaat.

"Iya, Ki. Sama-sama. Sekarang kamu istirahat, biar besok tubuh kamu fit dan kita bisa kembali ke tenda," jawabnya.

Kia menatap lekat wajah Hadi untuk pertama kalinya. Entah mengapa perasaan kesal kepada Hadi menguap tak bersisa. Kia baru sadar lelaki di hadapannya itu punya guratan wajah yang tegas, berbulu tipis di bagian tangan, berkulit tan dan berbadan tegap. Alis mata tebal dengan mata coklat muda. Ketampanan nya selama ini tersembunyi di balik kacamata dan buku bawaannya.

"Emmm, Hadi ...,"

"Iya, Ki ...,"

"Bisakah kamu berjanji padaku?" manik coklat Kia berkaca-kaca. Bulir bening mulai luruh menggenangi pipinya.

"Kia ... kamu ...,"

"Aku mohon, jangan katakan pada siapa pun kejadian pahit yang sudah menimpaku saat ini, a-- aku tak mau orang tuaku sedih, dan-- aku pasti akan jadi bahan gunjingan teman sekampus dan ...,"

"Sudah Ki ...,"

Pemuda berhidung bangir itu mendekat dan meraih Kia dalam pelukannya. Kia mendengar jelas degup jantung Hadi saat kepalanya menempel di dada bidang Hadi.

"Aku berjanji, kamu jangan khawatir, Kia. Yang penting sekarang, lukamu tak infeksi. Aku takut nanti kamu demam," Hadi melepas pelukannya dan beringsut mundur beberapa jengkal.

"Sudah, jangan menangis, Ki. Wanita secantik kamu tak boleh bersedih," dengan tangan gemetar Hadi mengusap airmata Kia, sesaat manik mereka bersitatap, menyebabkan getaran di hati.

Kia mengangguk dan kembali berbaring. Nyeri di bagian bawah perutnya belum juga reda, luka di kakinya pun menyebabkan sakit dan nyut-nyutan. Ia berusaha menutup matanya, tubuh nya lelah, tapi pikiran nya bercabang.

***

"Grrrrr... Mama ...,"

Lirih suara Kia membuat Hadi yang sejak tadi duduk tak jauh darinya seketika menoleh. Ia melihat tubuh gadis itu bergetar. Hadi segera bangkit dan mendekati Kia. Punggung tangannya menyentuh pelan kening Kia. Panas, tubuh Kia bak bara api. Benar dugaan Hadi, gadis itu mengalami infeksi.

"Ki ... Ki," Hadi menggoyang pelan tubuh Kia. Gadis itu perlahan mengerjapkan matanya. Tubuhnya masih bergetar hebat.

"Di-- dingin, Di," Kia menyilangkan kedua tangannya di dada. Giginya bergemeretuk menahan dingin yang di rasa nya menusuk hingga ke tulang.

"Ki, bolehkah aku peluk? aku tak punya selimut atau apa pun. Aku janji tak akan macam-macam padamu, aku hanya ingin kamu merasa hangat dan bisa melewati semua ini bersamaku," Hadi mengulurkan tangannya, hendak membantu Kia agar mendekat ke pelukannya . Gadis itu mengangguk pelan.

Perlahan Kia bangkit dan beringsut mendekat ke pelukan Hadi . Hadi melingkarkan kedua tangannya di pundak Kia. Memeluk gadis itu erat. Dalam lubuk hatinya ia merasa iba.

Perlahan getaran di tubuh Kia berkurang. Gadis itu terlelap di pelukan pemuda yang sempat di bencinya. Kehangatan kian menyelusup relung hati. Ia merasa nyaman dan aman berada di pelukan pemuda berkacamata yang tak banyak bicara. Sebelum ia menutup mata, ia sempat mendongakkan wajahnya, baru ia sadari lelaki itu tampak amat manis dan tampan dengan jarak sedekat ini.

Sesekali Hadi menyentuh kening Kia dan memberanikan diri membelai rambut cantiknya. Ia merasa lega karena panas di tubuh Kia semakin berkurang. Hingga larut malam, Hadi ikut terlelap tanpa melepas pelukannya . Dua remaja belia itu akhirnya tertidur di bawah sinar bulan beratapkan langit gelap dengan taburan bintang yang indah, di tengah hutan dan jauh dari pemukiman. Sepi, hanya terdengar suara binatang malam dan gemerisik dedaunan yang diterpa angin malam.