Sore harinya…
Ica hampir lupa. Ia terlalu sibuk dengan acara ulang tahunnya. Gitar yang dicarinya sudah ia dapatkan. Tapi ada lagi permasalahan baru yang muncul. Jika ia menuliskan diundangannya bahwa dresscode acaranya harus mengenakan pakaian merah, baik tamu undangan maupun dirinya Ica lupa akan hal itu.
"Buset, masa gue yang ulang tahun, gue yang gak pakai dress merah?"
Ica menepuk jidatnya. Karena dirinya sudah kelelahan dan sudah mendapatkan posisi rebahan ternyamannya, ia menghubungi Ira dan Suci. Cukup mudah baginya menyuruh kedua anggota gengnya yang terhimpun dalam siklus pertemanannya.
Tak perlu menunggu banyak waktu dan tidak perlu membuang tenaganya, Ica akhirnya bisa bersantai malam ini. Ada Ira dan Suci yang akan segera membelikan dress baginya.
***
Ira dan Suci sudah sampai di salah satu mall terkenal. Seperti biasa, mereka tidak mau hanya membeli dress untuk Ica. Pasti harus ada imbalannya.
Dan benar saja, Ira dan Suci juga ikut memilih dress. Walaupun sudah ada yang disiapkan di rumah, tapi rasanya begitu nanggung jika uang yang diberikan Ica tidak dihabiskan seluruhnya. Sefoya-foya itu memang mereka.
"Ira, gue cantik gak kalau pakai dress ini?"
"Cantik. Muka lu doang yang gak cantik,"
"Sialan!" umpat Suci melempar dress yang ditempelkan tadi kehdapan wajahnya Ira.
Ira yang mendapatkan lemparan dengan sigap mengambil dress tersebut.
"Thankyou, lu gak suka 'kan?" tanya Ira meledek.
"Maksud lu? Sini dress itu! Gue suka,"
"No, siapa suruh lu sudah lempar! Gue mau dress yang ini soalnya. Marah-marah terus ya, biar kalau ada yang gue suka, gue ambil dengan mudah,"
Suci langsung menepuk punggung temannya itu. Sial ternyata Ira baru saja pakai metode yang membuat Suci bisa memberikan dress itu kepada Ira.
Sedari tadi mereka memang bertengkar karena pilihan dress yang sama-sama disukai. Masalahnya, Suci lebih dulu mendapatkan. Stoknya pun kini sisa satu.
"Rejeki anak sholeh," ujar Ira berjalan mundur dan menjulurkan lidah ke Suci.
Namun tiba-tiba…
BRUK!
"Aduh…" ringis Ira.
"Astaga, Ira! makanya kalau jalan itu yang benar! Nngapain sih jalan mundur kayak begini?"
"Revan?" sahut Ira dan Suci berbarengan.
Revan tidak sengaja menabrak Ira yang beralan mundur tadi. Ira pun tidak mengetahui kehadiran Revan yang sedang mencari sepatu disana. Suci pun sama. Ia tidak melihat kehadiran Revan sebelumnya.
"Hahaha, sorry gue gak lihat. Soalnya sibuk berdebat dengan Suci,"
"Syukurin! Makanya jangan ambil hak orang!" sungut Suci.
Tapi sekesal-kesalnya Suci, disana ia membantu Ira. Revan pun ikut membantu Ira berdiri.
"By the way, lu ngapain disini?" ujar Suci.
"Cari sepatu untuk dipakai nanti malam ke acaranya Ica,"
"Cieee, persiapan banget. Demi gue ya? Memang sih wanita cantik pasti selalu menjadi target laki-laki," kata Ira.
Revan cepat-cepat menggeleng elan. Suci sudah siap menggoyor kepala Ira yang terlalu percaya diri.
"Mimpi!" ucap Suci.
"Hahaha, mana ada, Ira. Gue memang gak punya sepatu. Sekalian gue juga temani Adit yang sedang membeli kaos. Dia disuruh sama abangnya beli kaos,"
"What? Lu sama Adit? Terus Aditnya mana?" tanya Ira heboh. Matanya sibuk mencari keberadaan Adit disana.
"Itu," tunjuk Revan dari arah belakang
Lelaki bertubuh lumayan jangkung, berpakaian kaos putih dengan celana pendek jeans. Tak lupa sepatu kets putih semakin meperlihatkan ketampanan Adit disana sebagai anak muda.
"Halo, Adit? Kayaknya kita akan jodoh ya? Dimana ada aku, disitu ada kamu,"
"Adit tersenyum kecut menanggapi gombalan Ira dihadapannya. Buru-buru Adit berjalan ke arah Revan.
"Ih, Adit tungguuu," teriak Ira manja berlari ke sana juga.
"Rev, lu sudah dapat sepatunya gak? Gue sudah dapat keinginan abang gue,"
"Belum, Bro. Tunggu dulu,"
Revan kembali mencari sepatu yang cocok. Sementara Suci juga sibuk kembali mencari dress baru. Suci menggerutu karena dress untu Ica dan Ira sudah ada. Sementara dirinya belum kebagian dress yang sesuai seleranya.
"Adit, nanti malam kita bareng ke rumahnya Ica, ya?" bujuk Ira dengan genit. Ira terus saja dekat-dekatan disamping Adit yang duduk setia menunggu Revan.
"Lu 'kan bisa bareng sama Suci. Kok lu mau bareng gue?"
"Deh, kalau Suci urusan belakang. Kalau lu mau, kita bareng aja. Suci mah bisa atur diri,"
"Dasar genit lu, Ira," timpal Sury disana.
"Biarin week! Mau ya, Adit?" tanya kembali Ira dengan tatapan penuh harap.
"Sorry, Ira. Gue mau bareng dengan Rena rencan,"
"Hah, Rena?"
"Adit memutar bola matanya. Ia lupa belum menghubungi Rena. Gara-gara Ira mengajaknya tadi, tiba-tiba Adit kepikiran untuk menghubungi Rena agar bersama-sama ke rumah Ica nanti malam,"
"Iya," Adit lalu beranjak meninggalkan Ira yang cemberut bukan main.
Revan yang mendengarnya langsung menertawai kecemberutan Ira disana.
"Kasihan… kasihan… ditinggal itu memang menyakitkan,"
"Makanya jadi orang berkelas sedikit dong," timpal Sury.
Ira lansung beranjak dari kursinya. Jika tidak mendapatkan lelaki tampan macam Adit, mungkin Revan bisa menjadi menjadi penggantinya. Yang jelas kedua lelaki itu masih masuk kategori lelaki tampan bagu Ira. Wanita yang emang terkenal kecentilan seantero sekolah.
"Ya sudah deh. Kayaknya Tuhan menakdirkan kita yang bareng ke acaranya Ica. Jemput aku nanti malam ya, Revan?"
"Ih ogah! Lu sama teman lu aja," tolak Revan mntah-mentah.
Jujur, harga diri Ira disana sudah tidak ada rasanya. Suci hanya bisa menertawai temannya itu.
"Tenang, lu sama gue aja. Gak usah macam-mcam deh kamu, Ira," kata Suci.
"Lagian gue mau coba menghubungi Sury. Siapa tau aja ada keajaiban bisa janjian sama dia,"
"What? Kaian berdua itu lebih mentingin perempuan yang belum jelas menerima. Nih gue ada! Lu gak takut kena karma?" kesal Ira pada Revan.
"Gak!"
"Ya sudah, coba lu hubungi si Sury, dia mau gak?" tantang Ira.
"Pasti mau dong," jawab Revan percaya diri.
"Buktikan! Kalau dia gak mau, fix kita harus berangkat bareng. Ogah banget ke acara Ica dalam keadaan jomblo,"
"Lu memang jomblo, Nyet!" timpal Suci lagi-lagi meledek.
"Okelah, gue hubungi Sury sekarang," kata Revan menerima tantangan Ica.
Telfon tersambung. Dua kali Revan menghunguni Sury, dua kali pula Sury disana dengan sengaja mematikan ponselnya.
"Nah loh, lu kasihan banget, Rev! Malah kayak jadi sad boy!" ledekan Suci kali ini tertuju ke Revan.
"Nah, kena karma kau cowok tampan," ucap Ira ikut meledek.
"Ssst… mungkin Sury salah pencet,"
Revan tidak terima. Ia mencoba menghubungi kembali Sury. Akhirnya dipanggilan ketiga sambungan telfon terhubung. Revan membesarkan suara panggilan agar Suci dan Ira mendengar percakapnnya dengan Sury.
"Apa sih, Revan? Lu menganggu saat gue lagi sibuk nonton drakor," Sury langsung marah-marah mengankat telfon.
"Hahahaha, mampus!" jengkel Ira.
"Ih, siapa itu?" tanya Sury.
"Sorry Sury gue ganggu. Gue cuma mau ngajak lu nanti malam ke rumah—"
"Iya gue bakalan pergi kok. Tadi kan si Ica sdah kasih undangannya. Sudah, ya?" sela Sury terburu-buru mematikan panggilan. Tapi Revan berusaha mencegatnya.
TO BE CONTINUED