Ketika Lucio memintanya untuk tidak meninggalkan gua, Cleo menurut dan dia hanya duduk diam di dalam kegelapan remang. Tangan gadis itu menumpu di kedua lutut. Memeluknya erat seolah tidak ada waktu untuknya di hari esok. Di sisi lain, dia tidak bisa menutupi betapa hatinya resah menunggu. Ini sudah cukup lama sejak perginya Lucio. Sama sekali tidak ada tanda-tanda pria itu akan kembali dan membawa serta Mr. Rolleen.
Sampai kemudian, Cleo benar-benar tidak bisa menahan diri begitu mendengar suara keras. Dari sini dia bahkan bisa mendengar auman serigala yang silih berganti. Terdengar banyak hingga Cleo tidak bisa memikirkan apapun. Dia cemas bukan main.
Apakah kedua orang itu baik-baik saja?
Mendadak Cleo bangkit berdiri tatkala suara-suara di kejauhan terdengar semakin menjadi. Tidak hanya itu, Cleo bisa merasakan pergerakan angin yang tidak biasa. Mungkinkah badai sedang berlangsung di luar sana? Dia tidak bisa melihat apapun sekarang.
Cleo sudah berdiri. Begitu dia berniat melangkah untuk meninggalkan gua, tiba-tiba perkataan Lucio beberapa waktu lalu menghentikannya. Seharusnya dia tidak perlu peduli dengan ancaman pria itu. Cleo tidak takut bila nantinya dia akan mendapatkan hukuman karena keteledorannya, serta ketidakpatuhannya sehingga melanggar janji. Tidak, gadis itu sama sekali tidak takut. Namun, jika tindakannya justru dapat membahayakan keselamatan Mr. Rolleen, Cleo akan mengalah.
Menghela napas, Cleo akhirnya memilih duduk kembali. Untuk menanggalkan perasaan cemas saat mendengar suara-suara itu, dia menutup mata dan kuping. Bibirnya bergerak melantunkan lagu anak-anak yang kerap dia dengar saat kecil. Biasanya, dengan bertingkah demikian dia akan menemukan ketenangan.
"Cleo," suara itu terdengar pelan. Begitu Cleo mendongak dengan manik terbuka lebar, gadis itu sudah mendapati sosok Lucio. Pria itu berdiri menatapnya dengan tenang. Sama sekali tidak ada riak yang tampak di wajahnya kecuali mimik datar seperti biasanya.
Ngomong-ngomong, sudah berapa lama Cleo terhanyut dalam kesendirian sampai tidak menyadari Lucio telah kembali.?
Sekonyong-konyong Cleo bangkit berdiri. Digenggamnya tangan Lucio sementara dia bertanya dengan suara keras, sedikit mendesak. "Kamu baik-baik saja?" Kedua netranya bergulir menatap sekitar. Tetapi dia tidak mendapatkan sosok yang dia inginkan terlihat. "Di mana Mr. Rolleen?" Tangan gadis itu semakin kuat mengguncang tubuh Lucio. "Aku tanya di mana Kakek?"
Lucio menghela napas berat. Bagaimana dia akan menjawab dengan tenang bila Cleo sama sekali tidak memberinya kesempatan untuk berbicara. "Tenang dan dengarkan aku, Cleo."
Cleo menggeleng. "Tidak, di mana Mr. Rolleen?" Sorot mata gadis itu mendadak dipenuhi kebencian saat berkata, "apa kamu kehilangan dia dan selamat seorang diri?" tudingnya.
Lucio balas menggeleng dengan cepat. Dia harus mendahului gadis itu sebelum Cleo mengutarakan pemikirannya sendiri. Jelas, sebab pemikiran gadis itu terkadang sama sekali tidak masuk akal. Bahkan cenderung menyudutkan Lucio.
"Mr. Rolleen baik-baik saja. Sekarang dia ada di pondok."
Wajah Cleo mendadak bersinar. "Benarkah?" Tetapi kemudian, kedua maniknya tiba-tiba menyipit. "Mengapa kamu baru mengatakannya sekarang?"
Lucio tersenyum masam. "Kamu tidak memberiku peluang untuk menjelaskan kondisinya. Kamu terlalu terburu dalam mengungkapkan apa yang kamu pikirkan. Egois sekali," cibir Lucio.
Menunduk sembari menahan malu, Cleo bergumam, "Ok, maaf, aku hanya khawatir."
Lucio pasrah dan mengangguk. "Tidak masalah, aku mengerti kondisimu. Namun lain kali, dengarkan orang lain lebih dulu. Jangan sesekali memotong pembicaraan sebab itu akan membuatmu mendapatkan informasi setengah-setengah. Dengarkan seluruhnya."
Selebihnya, Cleo hanya terdiam.
Faktanya, Cleo adalah gadis keras kepala yang semaunya sendiri. Dan ketika dia mendapati dirinya berada dalam situasi yang mengharuskannya mengalah dan mendengarkan orang yang tidak disukainya. Cleo merasa sangat kesal. Namun dia juga tahu bahwa dirinya tidak punya waktu untuk saat ini. Cleo akan memberi pelajaran kepada Lucio nanti. Ingat, nanti!
"Kalau begitu antarkan aku kepada Mr. Rolleen." Begitu Cleo mengangkat wajah, dia bisa melihat tatapan Lucio kepadanya. Aneh, sebab Cleo pikir pria itu menatapnya terlalu dalam.
Tidak mungkin!
"Tentu saja, aku datang ke sini untuk menjemputmu," kata Lucio.
***
"Kakek—"
Plak!
"Siapa yang kamu panggil Kakek." Cleo mengusap bahunya. Mr. Rolleen benar-benar tidak berbelas kasih ketika memukul bahunya dengan tongkat kayu miliknya.
Tetapi kemudian, Cleo justru tersenyum lantas bergerak memeluk leher pria tua itu dengan wajah sumringah. "Melihatmu masih bisa memukulku seperti ini, itu sudah cukup meyakinkanku bahwa kamu baik-baik saja."
Bibir Mr. Rolleen mencebik. "Huh! Anak nakal."
Cleo melepaskan pelukannya lalu menatap Mr. Rolleen dengan intens. "Sekarang, jelaskan padaku apa yang sebenarnya terjadi. Mengapa hanya aku yang harus bersembunyi?"
"Bukan apa-apa," Mr. Rolleen menjawab cepat.
Cleo berengut kesal. "Bukan apa-apa bagaimana? Aku dengan jelas mendengar auman serigala. Mr. Rolleen, jangan bertingkah seperti pria es ini untuk mempermainkanku. Aku bukan anak-anak lagi." Telunjuk gadis itu mengarah kepada Lucio.
Di samping itu, Mr. Rolleen bergerak cepat memberi satu pukulan lagi di bahu Cleo. Cukup keras untuk membuat Cleo meringis. "Siapa yang kamu sebut pria es?" tuding Mr. Rolleen tak senang. Manik Cleo seketika bergulir menatap Lucio yang balas menatapnya dengan datar. Seolah-olah pria itu tidak berada di sana dan mendengarkan perkataan keduanya. "Lucio adalah pria yang akan menikahimu nanti. Jadi, jangan sekali-kali kamu mengatainya."
Cleo mencibir dengan wajah masam. Dia memaki meski tidak berani mengatakannya dengan keras. "Aku tidak akan menikahi pria jahat," gumamnya.
"Cleo ...," Mr. Rolleen mengeram marah, sementara Cleo menampilkan cengiran khas untuk meredam gejolak panas di kepala pria tua itu.
"Baik, kita sudahi ini. Sekarang jelaskan dengan benar apa yang terjadi sebelumnya." Cleo merajuk. "Mr. Rolleen, kamu harus tahu bagaimana takutnya aku saat memikirkan kamu dalam bahaya. Jadi, katakan padaku apa yang sebenarnya terjadi."
Mr. Rolleen tidak langsung menjawab. Tetapi dia justru bergerak meninggalkan Cleo dan Lucio yang berdiri di belakang. Dia melangkah mendekati meja obat yang diletakkan di antara daun-daun obat yang dikeringkan di luar pondok. Sementara di belakangnya, Cleo tidak berhenti mengekor dan memintanya untuk menjelaskan apa yang sedang terjadi.
Tidak punya pilihan. Sementara Mr. Rolleen pun ingin mengakhiri rengekan menyebalkan yang Cleo tunjukkan sejak tadi. Mr. Rolleen berkata, "Cleo, apa yang kamu dengar hanyalah suara anjing."
"Hah!?" Cleo terperangah. Jelas-jelas itu bukan anjing. Dia tidak bodoh untuk membedakan suara anjing dan serigala. Meski memang terkadang auman mereka tampak terdengar serupa. Cleo melipat tangan di dada. "Aku tidak percaya."
Bibir Mr. Rolleen mencebik jengkel. "Cih, terserah jika kamu tidak ingin percaya. Yang jelas, pengawal kerajaan datang ke pondok dan membawa anjing-anjing pemburu mereka."
Kali ini Cleo mulai tertarik. "Benarkah itu?" Kedua netranya beralih kepada Lucio yang berdiri di belakangnya. Pria itu sudah seperti patung. Diam dan tak merespon. "Apa yang mereka lakukan di sini?"
"Mereka datang untuk memeriksa. Beberapa hari lalu, ada tahanan kerajaan yang berhasil melarikan diri. Mereka datang mencarinya."
Mendengarnya, keresahan Cleo mulai terangkat sedikit. Walau begitu, ini masih terasa janggal tetapi dia tidak bisa menemukan di mana letak kejanggalannya. Apakah karena ini bersangkutan dengan serigala?
"Kalau begitu, mengapa aku harus bersembunyi dari penjaga itu. Aku merasa menjadi si buronan yang sedang disembunyikan."
Mr. Rolleen tidak pikir panjang untuk memukul bahu Cleo sekali lagi. "Gadis nakal, jangan asal bicara," bentaknya. "Aku tidak ingin mereka melihatmu. Jika mereka melihat warna rambutmu, mereka akan mengejekmu dan aku tidak ingin itu terjadi."
Kali ini, Cleo terdiam di tempat. Benarkah itu?
Menghela napas dengan wajah lesu, pada akhirnya, Cleo memeluk Mr. Rolleen sembari berbisik, "Baiklah, aku percaya. Maafkan aku."
Mr. Rolleen tersenyum mengejek. "Dasar Gadis nakal!"
Dan Cleo terkekeh.
"Baiklah, aku akan kembali ke kamarku untuk tidur." Cleo mendongak menatap langit. Ini masih gelap, mungkin sekarang sudah lewat tengah malam.
Mr. Rolleen mengangguk. "Ya, pergilah. Besok kamu masih harus ke kota untuk membeli bahkan makanan. Kita kehabisan gandum."
Begitu Cleo meninggalkan Mr. Rolleen dan Lucio berdua di halaman pondok. Dengan terburu Mr. Rolleen menarik Lucio dan membawanya ke belakang. Terlalu waspada, Mr. Rolleen bergerak mengamati sekeliling untuk memastikan jika Cleo tidak mengikuti mereka.
Saat merasa situasinya telah aman, Mr. Rolleen berbisik dengan suara mengancam kepada Lucio, "Jangan pernah katakan kebenarannya kepada Cleo. Lucio, aku percaya padamu. Yang perlu kamu lakukan hanyalah melindungi cucuku."
Lucio mengangguk dengan raut datar. "Tentu saja."
Mr. Rolleen lantas menepuk bahu Lucio. "Bagus," pujinya. "Ya sudah, kembalilah ke kamarmu dan beristirahat."